Perbedaan Sunan – Sultan dan Panembahan (Sunan Kalijaga dengan 10 Filosofinya) bag. II

Nusantarapedia.net, Jurnal | Sosbud — Perbedaan Sunan – Sultan dan Panembahan (Sunan Kalijaga dengan 10 Filosofinya) bag. II
Penyebutan Wali Songo
Lalu penyebutan itu disematkan pada era Wali Songo. Wali yang berarti wakil, Songo berarti sembilan, jadi jika disimpulkan berarti wakil dari sembilan. Tugas para wali songo tersebut menyebarkan agama islam, dari daerah ke daerah lain dengan cara mencampurakan tradisi Jawa Hindu yang dikemas dengan memasukan unsur-unsur nilai islam agar diterima masyarakat Jawa kala itu, yang selanjutnya menjadi Islam kejawen.
Wali songo sendiri disebut juga Sunan atau susuhunan, oleh masyarakat Jawa karena dengan penyebutan tersebut maka mudah dikenal dan diterima keberadaannya.
Sunan-sunan yang tersebar di kepulauan Jawa memiliki daya tarik tersendiri bagi mereka, karena dengan karomah serta kedigdayaan, kewaskitaan, serta beragam kemampuan keunggulan, kesaktian, dan juga masih banyak yang lain.
Sunan-sunan yang tersebar di Jawa, memiliki peran masing-masing sesuai dengan daerah-daerah yang disinggahi, semisal ada yang berdakwah dengan cara politik-islam/kebudayaan-islam, seperti jalur pertanian, pengobatan, kesenian, kesusastraan, menciptakan nyanyian dolanan, permainan dolanan yang dimasukan unsur islam, hingga ada yang memberikan sebuah taraf keilmuaan yang hanya segelintir orang yang mendapatkan.
Sunan-sunan sendiri memiliki poros dalam sistem dakwah Islam yang dikembangkan dalam kebudayaan masyarakat di Jawa. Dari faktor-faktor yang sudah dikaji secara matang, lalu direalisasikan dalam kehidupan kemasyarakatan yang ada di Jawa.
10 Filosofi Jawa
Sunan Kalijaga adalah tokoh Wali Songo yang dikenal sebagai salah satu inisiator pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Beliau juga dikenal berhasil menyertakan pengaruh Islam ke dalam tradisi Jawa, dan dikenal sebagai teladan yang mengajarkan 10 filosofi masyarakat Jawa.
Berikut adalah sepuluh filosofi tersebut :
1) Urip iku urup
Hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain di sekitar kita.
2) Memayu hayuning bawana, ambrasta dur hangkara
Manusia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan, serta menghindari sifat angkara murka, serakah, dan tamak.
3) Sura dira jaya jayaningrat, lebur dening pangastuti
Segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar.
4) Ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorake, sekti tanpa aji-aji, sugih tanpa bandha
Berjuanglah tanpa perlu membawa massa, menanglah tanpa mempermalukan, berwibawalah tanpa mengandalkan kekuatan, kayalah tanpa didasari kebendaan.
5) Datan serik lamun ketaman, datan susah lamun kelangan
Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri, Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu.
6) Aja gumunan, aja getunan, aja kagetan, aja aleman
Jangan mudah terheran-heran, jangan mudah menyesal, jangan mudah terkejut, jangan manja.
7) Aja ketungkul marang kalungguhan, kadonyan lan kemareman
Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan, dan kepuasan duniawi.
8) Aja kuminter mundak keblinger, aja cidra mundak cilaka
Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah, jangan suka berbuat curang agar tidak celaka.
9) Aja milik barang kang melok, aja mangro mundak kendo
Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, dan indah, jangan berpikir mendua agar tidak kendur niat dan semangat.
10) Aja adigang, adigung, adiguna
Jangan sok berkuasa, sok besar, dan sok sakti.