Pergumulan Pribadi Dalam Pandangan Dunia Jawa dan Barat
Nusantarapedia.net | SOSBUD — Pergumulan Pribadi Dalam Pandangan Dunia Jawa dan Barat
Oleh : Alvian Fachrurrozi
“ik ben een blijf in de allereerste plaats javaav”
– idealnya, pandanglah ilmu filsafat Barat itu sebagai alat yang mempertajam pemikiran dan pandanglah ilmu kebatinan Jawa (semedi/meleng cipta) itu sebagai alat yang mempertajam batin. Kedua hal itu bukan untuk dipertentangkan secara epistemik melainkan untuk saling melengkapi dan menunjang segenap potensi kemanusiaan kita –
APAKAH ada yang salah dan menyimpang jika menjadi manusia Jawa yang menyelami alam pemikiran Barat, atau manusia Barat yang menyelami alam pemikiran Jawa? Apakah aku yang beberapa tahun terakhir ini gandrung dengan filsafat Barat, bisa dikatakan menyimpang sebagai manusia Jawa? Atau apakah Profesor Zoetmulder orang dari negeri Belanda yang puluhan tahun kepincut gandrung dan menyelami dunia sastra Jawa itu adalah manusia Barat yang telah menyimpang?
Apakah benar bumi yang satu dan berbentuk bulat ini bisa dipotong menjadi belahan dua, bagian Timur dan bagian Barat, termasuk segala khazanah ilmu pengetahuannya bisa dicincang-cincang menjadi dua, pengetahuan Timur dan pengetahuan Barat. Yang mana pengetahuan Timur haram untuk dipelajari manusia Barat dan pengetahuan Barat juga haram untuk dipelajari manusia Timur.
Apakah hidup di bumi manusia ini, kita harus sepicik itu dan menjadikan diri katak dalam tempurung? Maaf! Dari kerak alam bawah sadarku, kok, aku tidak sudi menerima pandangan kerdil seperti itu. Berkaca dari latar belakang keluargaku saja sudah mengajariku untuk bisa mengawinkan antara kaweruh kebatinan Timur dan filsafat Barat. Seperti bapakku sendiri, meski dari latar belakang keluarga Jawa Kejawen tapi beliau sangat gandrung dengan pengetahuan Barat dan menganut worldview (pandangan dunia) Libertarian. Bapak utamanya sangat terpukau dengan pemikiran-pemikiran filsuf Prancis, sangat terkesima dengan Revolusi 1789 di Prancis, dan juga sangat mengidolakan tokoh Revolusi Prancis Napoleon Bonaparte, sampai-sampai ketika adiknya meminta saran untuk memberi nama anaknya, bapakku memberikan nama keponakanku itu “Napoleon”. Maka sebagai seorang Liberal total, jangankan bapak menjalani syariat Islam yang ajaran dari Arab itu, lha wong melakoni laku-laku kebatinan Jawa dari leluhurnya saja tidak pernah — dan bahkan mungkin tidak percaya.