Perilaku Konsumtif Masyarakat Penerima Uang Ganti Rugi (UGR) Pembangunan Tol
Penerima UGR baik yang berorientasi kembalinya lahan ataupun tidak perlu membuat rencana belanja dengan menentukan skala prioritas kebutuhan agar tidak terjebak pada perilaku konsumtif yang justru akan merugikan diri sendiri
Nusantarapedia.net — Perilaku Konsumtif Masyarakat Penerima Uang Ganti Rugi (UGR) Pembangunan Tol. Proyek pembangunan jalan tol Jateng-DIY telah berjalan. Para petani yang lahannya terdampak telah menikmati uang ganti rugi (UGR) dengan nominal yang telah ditetapkan. Mau tak mau, suka tak suka, show must go on. Proyek harus tetap berjalan.
Terlepas dari pro kontra dan simpang siur berita ketidakterimaan warga berkaitan dengan nominal harga, faktanya lebih banyak warga yang akhirnya menyetujui proyek ini, untuk tidak disebut ‘tidak ada pilihan’.
Mayoritas petani terdampak membelanjakan UGR untuk membeli lahan kembali. Terlebih yang mata pencahariannya memang bertani. Kepemilikan lahan akan menjadi sangat berarti. Terlebih lagi mindset petani desa bahwa “Apa yang dihasilkan dari tanah dikembalikan lagi menjadi tanah”.
Mayoritas petani terdampak membelanjakan UGR untuk membeli lahan kembali. Terlebih yang mata pencahariannya memang bertani. Kepemilikan lahan akan menjadi sangat berarti. Terlebih lagi mindset petani desa bahwa “Apa yang dihasilkan dari tanah dikembalikan lagi menjadi tanah”.
Ini menjadi spirit tersendiri bagi petani desa untuk segera membelanjakan lahan kembali setelah lahannya dibeli oleh pemerintah untuk pembangunan jalan tol. Selebihnya baru untuk keperluan yang lain, seperti: memperbaiki rumah, membeli kendaraan, membeli hewan ternak, tabungan pendidikan, tabungan hari tua, atau bahkan membayar hutang, dsb.
Model konsumsi seperti ini biasanya dilakukan oleh petani pemilik sekaligus penggarap lahan (lahan digarap sendiri) dalam artian bertani sebagai mata pencaharian.
Beda lagi perilaku konsumsi pemilik lahan yang tanahnya tidak digarap sendiri, dan pemiliknya memiliki mata pecaharian non pertanian, membeli lahan kembali setelah menerima UGR bukanlah prioritas. UGR biasanya dibelanjakan property, alat transportasi, tabungan, dan kebutuhan pretise lainnya.
Di sini jelas perbedaannya. Dari jenis mata pencaharian dan mindset masing-masing mempengaruhi pengambilan keputusan dalam membelanjakan UGR. Pembelian lahan sebagai ganti lahan yang telah terbeli untuk pembangunan jalan tol merupakan langkah investatif.
Usaha pertanian merupakan salah satu usaha spekulatif. Keberhasilannya, hasil panen dipengaruhi banyak faktor, seperti: ketersediaan air untuk irigasi, pemilihan bibit unggul, iklim, pemberian pupuk, dsb. Para petani menaruh ekspektasi tinggi terhadap pembelian lahan yang baru.
Melibatkan faktor psikologi dan menejemen keuangan untuk memutuskan pembelian lahan kembali. Adanya faktor psikologi tersebut mempengaruhi berinvestasi dan hasil yang akan dicapai. Oleh karenanya, analisis berinvestasi yang menggunakan ilmu psikologi dan ilmu keuangan dikenal dengan tingkah laku atau perilaku keuangan (Behaviour Finance).
Shefrin (2000) mendefinisikan behaviour finance adalah studi yang mempelajari bagaimana fenomena psikologi mempengaruhi tingkah laku keuangannya.
Nofsinger (2001) mendefinisikan perilaku keuangan yaitu mempelajari bagaimana manusia secara actual berperilaku dalam sebuah penentuan keuangan (a financial setting). Khususnya, mempelajari bagaimana psikologi mempengaruhi keputusan keuangan, perusahaan dan pasar keuangan.
Kedua konsep yang diuraikan secara jelas menyatakan bahwa perilaku keuangan merupakan sebuah pendekatan yang menjelaskan bagaimana manusia melakukan investasi atau berhubungan dengan keuangan dipengaruhi oleh faktor psikologi. Psikologi petani penerima UGR dipengaruhi bagaimana masing-masing kelompok berperilaku.
Petani pemilik sekaligus penggarap adalah kelompok yang auto akan membelanjakan UGR-nya untuk membeli lahan kembali tanpa menghiraukan kebutuhan yang lain. Karena kultur masyarakat petani desa masih mengemban prinsip apa yang dari tanah harus kembali ke tanah. Prinsip tersebut telah mengkultur dan menyumbang besar secara psikologis pengambilan keputusan petani dalam rangka mengelola hartanya.
Di sisi lain, pemilik sawah bukan penggarap yang memiliki mata pencaharian non-pertanian dan secara ketertarikan tidak berkecenderungan untuk bertani dan memiliki sawah, cenderung lebih berperilaku konsumtif dalam mengelola UGR. Perilaku konsumtif adalah kecenderungan manusia berperilaku boros dalam mengonsumsi barang atau jasa dengan tidak mementingkan faktor kebutuhan namun lebih kepada pemenuhan keinginan.
Menurut Setiaji dalam Konsumerisme, perilaku konsumtif merupakan kecenderungan seseorang berperilaku secara berlebihan dalam membeli sesuatu atau tidak dengan rencana. Pendapat lain berasal dari Lubis, bahwa perilaku konsumtif adalah pembelian karena mengikuti dorongan-dorongan dan keinginan untuk memiliki dan bukan berdasarkan pada kebutuhan.
Oleh sebab perilaku yang berlebihan dalam membeli sesuatu, penerima UGR pembangunan jalan tol mendapat julukan OKB atau orang kaya baru, orang kaya dadakan yang tidak melalui proses pencapaian. ini berakibat pada perubahan status dalam masyarakat. Secara psikologis orang akan memandang berbeda dan bisa jadi mengakibatkan perlakuan yang berbeda pula. Perubahan status itu mempengaruhi perilaku OKB tersebut.
Ralp Linton membagi status dalam masyarakat menjadi tiga. Ascribed status, yaitu status yang diperoleh secara alami dan pembawaan dari lahir. Contohnya: anak dari keluarga bangsawan. Ascribed status biasa ditemukn dalam masyarakat feodal. Achieved status, yaitu status yang diperolah dari perjuangan dan usaha-usaha panjang yang disengaja, contoh: seseorang menjadi dokter karena upayanya menempuh pendidikan kedokteran, seseorang menjadi saudagar kaya raya karena usahanya dari nol hingga besar.
Assigned status, status yang didapat karena pemberian. Status yang diberiakn orang lain karena jasa-jasanya atau prestasinya, contoh; mendapat beasiswa, mendapat julukan siswa teladan, mendapat julukan orang kaya baru, dsb.
Ya, status OKB adalah salah satu contoh assigned status. Dimana status ini tidak perlu diperjuangkan. Serta merta disandang oleh subyek tertentu karena kejadian tertentu dan berpengaruh dalam dinamika bermasyarakatnya.
Lahan terdampak pembangunan tol merupakan kejadian yang tidak direncanakan oleh petani. Ini adalah program pemerintah yang mengharuskan pengadaan tanah untuk jalan tol sehingga para petani pemilik sawah adalah subyek terdampak yang kebetulan tertunjuk karena posisi lahannya akan dilintasi jalan tol.
Perilaku konsumtif penerima UGR lebih bertujuan menunjukkan prestise dan demi pengakuan sosial. Timbulnya perilaku konsumtif tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan seorang konsumen untuk membeli (Ridwan et al., 2018).
Faktor internal yang memengaruhi perilaku konsumtif, seperti motivasi, kepribadian, konsep diri, pengalaman belajar, dan gaya hidup. Adapun untuk faktor eksternal, seperti kebudayaan, kelas sosial, kelompok referensi, situasi, dan keluarga (Lestarina et al., 2017).
Hal ini dapat dimaknai bahwa semakin tinggi konformitas maka semakin tinggi perilaku konsumtif, begitupun sebaliknya semakin rendah konformitas maka semakin rendah perilaku konsumtif (Hasbi & Awaru, 2016).
Perilaku konsumtif memiliki konotasi negatif karena perilaku ini memiliki kecenderungan berlaku berlebihan dalam mengonsumsi barang maupun jasa sesuai dengan keinginannya meskipun barang atau jasa tersebut bukanlah hal yang dibutuhkan.
Pada hubungan karakteristik kepribadian dengan perilaku konsumtif ditemukan bahwa agreeableness, extraversion, dan openness to experience memiliki hubungan negatif dan signifikan yang artinya semakin tinggi ketiga kecenderungan karakteristik kepribadian tersebut akan menyebabkan rendahnya perilaku konsumtif partisipan (Lesmana & Rarung, 2020).
Hal ini bisa berdampak serius bagi kondisi keuangan jika tidak dapat dikendalikan. Selain itu tindakan berlebihan atau pemborosan dapat berakibat penumpukan barang karena membeli secara berlebihan.
Meskipun kegiatan konsumsi ini seringkali dijadikan alasan pemenuhan kebutuhan yang tidak disadari. Kebutuhan yang berlebihan memunculkan suatu keinginan, sedangkan pemenuhan kebutuhan yang berlebihan memunculkan perilaku konsumtif (Kootler, 2002).
Penerima UGR baik yang berorientasi kembalinya lahan ataupun tidak perlu membuat rencana belanja dengan menentukan skala prioritas kebutuhan agar tidak terjebak pada perilaku konsumtif yang justru akan merugikan diri sendiri.
Bahan Bacaan:
Kootler. (2002). Manajemen Pemasaran (Jilid 2). Prenhallindo.
Lesmana, T., & Rarung, C. M. (2020). Peran kecerdasan budaya dan kepribadian terhadap perilaku konsumtif online generasi milenial yang merantau di jakarta. Junal Psikologi Malahayati, 2(2), 57–71.
Hasbi, M., & Awaru, A. O. T. (2016). Pengaruh Konformitas Terhadap Perilaku Konsumtif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Angkatan 2016. Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi, 71–76.
Lestarina, E., Karimah, H., Febrianti, N., Ranny, & Harlina, D. (2017). Perilaku Konsumtif Dikalangan Remaja. Jurnal Riset Tindakan Indonesia, 2(2), 1–6.
Ridwan, M., Harahap, I., & Harahap, P. (2018). Keputusan Pembelian Melalui Situs Belanja Online Terhadap ( Studi Kasus Pada Pengguna Aplikasi Lazada Di Medan). Jurnal EBIS, 3(2), 132–147.
Marliani, R. (2015). Psikologi Industri dan Organisasi. Pustaka Setia.
IPM dalam Hak Hidup, Amanat Konstitusi dan Distribusi Keadilan
Digital Virtual, antara Utopia Libertarian dan Evolusi Kapitalisme
Menuju Indonesia Maju dengan Merubah Kultur