Perseteruan Mertua vs Menantu, Siapa Yang Salah? (2)
Nusantarapedia.net | GAYA HIDUP — Perseteruan Mertua vs Menantu, Siapa Yang Salah? (2)
MENILIK sudut pandang menantu pada episode satu, sepertinya anda sebagai menantu didorong untuk mengalah bukan? Anda seperti menjadi kunci sebuah perdamaian, dimana saat anda bisa mengalah, dunia akan baik-baik saja. Tapi dalam sebuah perseteruan, tidak akan pernah berujung damai bila tidak ada pemahaman dari kedua pihak. Jika anda diminta mendamaikan perseteruan suami istri misalnya. Sang istri akan menceritakan betapa suaminya sangat tidak peduli, jarang tidur di rumah, lebih memilih tidur di tempat kerja saat lembur hingga malam. Terlalu memberatkan hobinya, bahkan hingga tidak memberikan waktu untuk anak-anaknya, terlalu mengontrol keuangan, dan sering protes pada pengeluaran yang terlalu melambung. Sebagai pribadi yang bijaksana, tentunya anda tidak akan langsung memutuskan, bahwa memang suami yang harus dibenahi, suami yang salah karena tidak mempedulikan istri. Siap dengan mengajukan berbagai macam dalil tentang hukum menyakiti istri.
Tentunya anda akan mempertimbangkan pandangan suami pada istri. Dimana suami mengungkapkan, bahwa istrinya terlalu boros, besar pasak dari pada tiang, suka melawan, tidak mau diatur, terlalu bersosialita, sehingga membuatnya tidak betah di rumah dan memilih tidur di kantor, itupun dia lakukan untuk menghindari konflik, karena setiap kali di rumah, tidak ada yang bisa dilakukan selain ribut. Sebagai seorang suami dia tidak bisa mendidik istrinya dan memilih untuk menghindar karena setiap kali bertemu istri ingin sekali dia mengucapkan kalimat talak. Dia bingung, tidak tahu apa yang harus dilakukan, baginya jalan satu-satunya adalah menghindari istri, tidak menyaksikan semua perangai istri di rumah.
Setelah mendapatkan pembelaan dari kedua pihak, baru sebagai orang yang dianggap bijaksana, anda akan menentukan jalan mana yang harus anda tempuh untuk mendamaikan keduanya. Menyalahkan salah satu pihak, hanya akan menambah runyam suasana. Karena memang sebuah perseteruan, tidak ada salah satu yang benar maupun salah, namun bagaimana membuat kedua pihak yang berseteru bisa memahami dan mengerti satu sama lain. Ingat sekali lagi, memahami bukan berarti mengalah, tapi benar benar mengerti, berempati, bisa merasakan bagaimana dalam posisi orang lain. Terkadang keduanya masih terjebak dalam kubangan hidupnya sendiri, tidak mau sejenak keluar, setidaknya mengintip bagaimana agaknya jika menantu menjadi mertua, maupun mertua menjadi menantu, atau bagaimana jika suami menjadi istri dan istri menjadi suami.