Pesanggrahan Pracimoharjo Paras Boyolali, Miniatur Keraton Surakarta

Waktu itu digunakan oleh PB X untuk melihat keraton Surakarta dari pesanggrahan Pracimoharjo di waktu malam. Kerlap kerlip lampu kutapraja Nagari Kasunanan Surakarta terlihat dari gardu pandang tugu pojok.

16 Mei 2022, 18:54 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Sejarah — Pesanggrahan Pracimoharjo Paras Boyolali, Miniatur Keraton Surakarta

“Tahun 1949, ketika Belanda semakin terdesak posisinya, pesanggrahan kembali dikuasai oleh tentara, pejuang maupun milisi Indonesia sebagai Pusat Komando Gerilya Cepogo.”

“pada waktu sore hari sekitar jam 17.00 WIB, sang raja bersantai di bangsal alit sembari menatap ke timur meninjau kota Surakarta (keraton) dari atas.”

DALAM kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), kata pesanggrahan: pe·sang·grah·an berarti: rumah peristirahatan atau penginapan. Dalam bahasa inggris disebut boarding house. Saat ini definisi pesanggrahan dari segi fungsional hampir seperti villa.

Pesanggrahan atau villa pada umumnya dimiliki oleh keluarga bangsawan, keluarga kaya raya maupun milik pemerintah atau pun instansi.

Pesanggrahan sebagai tempat peristirahatan, dibangun pada tempat yang sepi, jauh dari kehidupan kota yang ramai/bising. Lazim dibangun di daerah pegunungan yang berhawa sejuk.

Kali ini tim NPJ mengunjungi sebuah pesanggrahan yang terletak di dusun Krapyak, desa Paras, kecamatan Cepogo, kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Namanya Pesanggrahan Pracimoharjo.

Pesanggrahan Pracimoharjo paling awal diinisiasi oleh Sunan Pakubuwono (PB) VI, raja Kasunanan Surakarta pada tahun 1803-1804. PB VI menggunakan pesanggaran tersebut untuk beristirahat (pelesir), terutama pada kisaran tahun 1817, maupun pada saat melawat ke wilayah bagian barat untuk urusan pemerintahan bersama pemerintahan Hindia Belanda, sembari menikmati keindahan alam dan melihat hasil perkebunan kopi dan tebu.

Jasa dari PB VI pada daerah-daerah pegunungan di lereng Merapi seperti di daerah kecamatan Cepogo dan Selo cukup besar dalam tata kelola pemerintahan dan aspek sosiologis (penataan) pada daerah-daerah tersebut.

Pesanggrahan Pracimoharjo mengalami jaman keemasan pada saat pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwono X, yang memerintah dari tahun 1893-1939. Selama kepemimpinannya, Pakubuwono X banyak membangun berbagai macam infrastruktur dan utilitas kota di daerah kekuasaan Kasunanan Surakarta, salah satunya yaitu pesanggrahan Pracimoharjo.

Pesanggrahan Pracimoharjo menjadi bentuk landscape yang sempurna pada saat PB X memerintah. Kesempurnaan dari pesanggaran tersebut tidak hanya sekedar tempat atau bangunan rumah untuk hunian (villa), lebih dari itu pesanggrahan tersebut berbentuk miniatur Keraton Surakarta. Dengan demikian, pesanggrahan Pracimoharjo ini sebenarnya lebih dari sekedar pesanggrahan, namun seperti pusat kota sekelas kota praja kabupaten atau kutapraja kadipaten.

Landscape Pesanggrahan Pracimoharjo

Pracimoharjo sebagai miniatur dari landscape keraton, denah dan bangunannya bermacam-macam dalam kesatuan tata ruang sesuai dengan fungsinya, yang tentu tidak meninggalkan aspek spiritual kosmologi Jawa. Mulai dari bangunan pendapa, tamansari (keputren), dalem ageng, alun-alun dan lainnya.

Status kepemilikan lahan dalam kompleks pesanggrahan Pracimoharjo milik Keraton Kasunanan Surakarta, akan tetapi sebagian dipakai oleh masyarakat untuk dibangun rumah atau fasilitas lainnya dengan status hak pakai.

Keseluruhan dari kompleks pesanggrahan Pracimoharjo seluas 7 hektar. Bagian-bagian tersebut baik yang masih tersisa saat ini maupun yang sudah tidak berwujud, yakni ;

1) Gapura

Gapura ini ada di empat penjuru mata angin. Gapura di sebelah utara, timur dan selatan masih ada, meski yang paling sempurna yang terletak di bagian utara. Untuk Gapura di sebelah barat sudah tidak ada.

2) Dalem Ageng

Dalem Ageng terdiri dari pendapa dan rumah inti (dalem ageng), juga bangsal-bangsal. Bangunan yang saat ini berdiri merupakan bangunan baru yang di bangun oleh putra dari PB XII Ratu Wandansari dan Gusti Pangeran Wirabumi. sedangkan bangunan asli dari Dalem Ageng yang didirikan PB X sudah di bakar pada era perang revolusi Indonesia tahun 1945 – 1949.

Pada bangunan ndalem ageng di belakang pendapat terdapat bangsal yang dinamakan Sanggar Pamelengan dan Palereman. yakni berupa bangunan yang di dalamnya terdapat batu yang biasa digunakan oleh Pakubuwono X untuk sembahyang atau tetirah dan untuk beristirahat maupun meditasi.

Jadi, ndalem ageng ini merupakan rumah utama yang didiami oleh keluarga raja. Saat ini bangsal-bangsal maupun ruang-ruang dari bangsal ini sudah tidak ada.

Selain itu, pesanggrahan yang di desain sebagai keraton Surakarta mini, juga terdapat bangsal Prajurit, namun bangunan tersebut sudah tidak ada.

3) Rumah Pesanggrahan

Bangunan berarsitektur indis yang fungsinya pada saat PB X memerintah, digunakan untuk perjamuan dengan tamu-tamu raja. baik untuk menjamu pejabat Hindia Belanda, para Adipati maupun tamu-tamu kenegaraan lainnya.

Saat ini bangunan masih ada, dengan kondisi yang tidak terawat.

4) Tamansari

Tamansari merupakan satu kesatuan ruang yang terdapat di belakang dan samping bangunan ndalem ageng. Terdiri dari, area taman dalam (belakang) persis di belakang ndalem ageng. Saat ini sudah tidak tersisa bangunannya, hanya tersisa kolam berbentuk lingkaran yang dahulu terdapat air mancur (water fontein).

Keputren, terletak di sebelah selatan ndalem ageng, terdiri dari banyak ruangan, kolam bermain (mandi) para keluarga putri raja. Saat ini bangunannya sudah tidak tersisa.

5) Sumur Kuno

Saat ini tinggal bekas lubangnya saja (srumbung). Pada waktu dahulu digunakan untuk memenuhi kebutuhan air.

6) Alun-Alun

Saat ini Alun-Alun masih berujud tanah lapang berupa lapangan sepakbola yang digunakan oleh masyarakat sekitar.

Alun-alun di areal pesanggrahan Pracimoharjo terletak di depan ndalem ageng. Alun-alun ini merupakan ciri tersendiri dari pesanggrahan tersebut. Dalam kosmologi tata ruang keraton, alun-alun merupakan bagian yang penting, berfungsi sebagai ruang publik dan tempat untuk interaksi antara raja dengan rakyatnya.

6) Water Fontein (Air Mancur)

Dua bekas air mancur, terletak di depan areal bekas pendapa. Penghubung antara pendapa dan alun-alun. Saat ini masih utuh, namun tidak terawat.

7) Tugu Pojok dan Bangsal Alit

Tugu pojok tersebut saat ini difungsikan sebagai tiang bendera. Waktu itu digunakan oleh PB X untuk melihat keraton Surakarta dari pesanggrahan Pracimoharjo di waktu malam. Kerlap kerlip lampu kutapraja Nagari Kasunanan Surakarta terlihat dari gardu pandang tugu pojok.

Sedangkan bangsal alit adalah bangunan kecil seukuran gazebo. Fungsinya, pada waktu sore hari sekitar jam 17.00 WIB, sang raja bersantai di bangsal alit sembari menatap ke timur meninjau kota Surakarta (keraton) dari atas.

8) Bangsal Titihan

Adalah bangunan untuk garasi mobil PB X. Yang mana, PB X merupakan orang pertama Indonesia yang mempunyai mobil dari Eropa.

9) Beteng

Area pesanggrahan Pracimoharjo pada waktu itu dikelilingi beteng (pagar keliling) yang tinggi, besar dan tebal. Saat ini sisa-sisa struktur dan pagar keliling hanya menyisakan sekitar 15 persen.


Pesanggrahan Pracimoharjo Masa Revolusi Nasional Indonesia (1945 – 1949)

Pada masa pendudukan Jepang, Tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang dipimpin oleh Slamet Riyadi pernah menjadikan pesanggrahan tersebut sebagai markas pada tahun 1947 – 1948. Saat agresi militer Belanda, kompleks pesanggrahan dibakar karena dikhawatirkan markas tersebut direbut oleh Belanda.

Peristiwa pembakaran tersebut yang menjadikan faktor utama dari rusaknya pesanggrahan Pracimoharjo, terutama bangunan inti ndalem ageng.

Pada tahun 1946, Perdana Menteri pertama Indonesia, Sutan Sjahrir, pernah menggunakan pesanggaran ini untuk kegiatan rapat dan markas mengatur strategi untuk menghadapi Jepang dan Belanda, pasca kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Tahun 1947, digunakan sebagai markas TNI oleh Brigadir Jenderal TNI Slamet Riyadi untuk menyusun kekuatan menghadapi Jepang.

Tahun 1948 – 1949, pesanggrahan ini diambil alih oleh Belanda dengan menjadikan sebagai pos militer.

Tahun 1949, ketika Belanda semakin terdesak posisinya, pesanggrahan kembali dikuasai oleh tentara, pejuang maupun milisi Indonesia sebagai Pusat Komando Gerilya Cepogo.

Upaya Pelestarian Pesanggrahan Pracimoharjo

Tahun 2012, dibentuk Komite Pembangunan Pesanggrahan Pracimoharjo, merupakan kerjasama antara pihak Keraton Kasunanan Surakarta selaku pemilik lahan, Pemda Kabupaten Boyolali, dan Kementerian BUMN selaku fasilitator. Tujuan dari komite tersebut untuk mewacanakan revitalisasi pesanggrahan dengan membangun tempat wisata pendidikan.

Master plan-nya direncanakan untuk membangun pendapa, tempat kesenian, workshop untuk galeri seni dan kerajinan, taman, serta berbagai fasilitas pendukung lainnya. Atas perencanaan tersebut ijin kepada BPCB Jawa Tengah telah dilakukan Tes Pit pada tanggal 12 – 13 Juli 2012 dan 16 – 17 Juli 2012. Namun sampai saat ini (2022), wacana revitalisasi pesanggrahan Pracimoharjo belum terlaksana.

Sebagai informasi, bahwa kebiasaan para raja dari trah Mataram (Surakarta dan Yogyakarta), masing-masing membangun pesanggrahan di beberapa daerah, seperti Pesanggrahan Sunyaragi milik Kasultanan Cirebon. Pesanggrahan Tamansari, Pesanggrahan Ambarbinangun, Pesanggrahan Ambarukma pada masa HB I – VII milik Kasultanan Yogyakarta.

Sedangkan beberapa pesanggrahan milik Kasunanan Surakarta di antaranya Pesanggrahan Langenharjo (PB IX), selain pesanggrahan Pracimoharjo sendiri.

Budaya pelesir hingga membangun pesanggrahan, tidak terlepas dari gaya hidup para pejabat Hindia Belanda yang juga membangun pesanggrahan dibeberapa tempat, seperti; Pesanggrahan (kawasan) Kaliurang Yogyakarta, Tawangmangu – Telaga Sarangan, Pesanggrahan Bung Karno di Danau Toba, Pesanggrahan di Bukittinggi, serta banyak kawasan di Indonesia yang sekarang menjadi kota dari awal tempat istirahat berupa villa-villa yang diawali oleh pejabat Hindia Belanda.

Juru Kunci Pesanggrahan Pracimoharjo

Saat ini, kawasan Pesanggrahan Pracimoharjo oleh Kasunanan Surakarta menunjuk juru kunci untuk mengawasi dan merawat keberadaan situs, yaitu Bapak Sardi (77).

Sardi, beralamat di dukuh Krapyak, desa Paras. rumahnya di depan kompleks stadion Kebo Giro Paras Cepogo. Sehari-hari Sardi mengawasi dan merawat kompleks pesanggrahan.

Menurutnya, banyak tamu yang datang dari berbagai daerah, seperti dari Jakarta, Bogor, Semarang, Bandung, dlsb, untuk melakukan tirakat di Sanggar Pamelengan pada batu tempat sembahyang Sinuhun. Tirakat tersebut dengan aneka hajat yang diminta kepada Tuhan melalui perantara di Sanggar Pamelengan yang rata-rata berhasil dikabulkan.

Lebih lanjut Sardi mengatakan, bahwa energi supranatural yang ada di kompleks ini masih sangat tinggi. Sardi mempersilahkan kepada setiap tamunya untuk bersikap sopan. percaya dan tidaknya dikembalikan kepada para tamu.

Bangunan joglo (pendapa baru) saat ini dapat digunakan oleh umum, khususnya masyarakat setempat, tanpa biaya yang berlebihan. hanya saja untuk dijaga kebersihan dan ketertibannya.


Menjadi harapan kita semua atas kesejarahan perjalanan bangsa Indonesia dengan warisan budayanya dengan wujud fisik kebudayaannya berupa bangunan cagar budaya maupun infrastruktur.

Kasus penjebolan Benteng Mataram Kartasura, jangan sampai terulang lagi. Inventarisasi keberadaan bangunan cagar budaya harus diidentifikasi secara cepat dan terpadu oleh pemangku kepentingan yang menaungi dan masyarakat.

Persoalan administratif dan birokratif harusnya sudah selesai, apalagi untuk urusan status. PR-Nya adalah, bagaimana bangunan cagar budaya dapat terus lestari sebagai bagian penting dari kesadaran asal-usul sejarah bangsa.

Alasan klasik macetnya revitalisasi obyek bersejarah dengan tidak adanya dana, status hukum, administrasi wilayah, kewenangan, dlsb, itu sudah kuno, di manapun itu berada.

foto: ©2022/Npj/lipsus

Sumber informasi ;
• wawancara dengan Juru Kunci
• BPCB Jawa Tengah

Simpang PB VI, Patung Pakubuwono VI Di Selo Boyolali, Simbol Perjuangan Melawan Belanda
Sendang Senjoyo, dari Fakta Kerajaan, Folklor hingga Sumber Kehidupan
Alun-alun dan Pergeseran Maknanya
Mataram Kartasura, Lahir dan Tumbuh dengan Pecah Belah (1)
Candi Sambisari, Jejak Peradaban yang Terkubur
Wangsa Mataram, Cabang Ningrat Baru

Terkait

Terkini