Pj. Gubernur Harus Sat-set Wat-wet Das-des! Gak Bahaya, Ta? Harus Diganjel, To!
Mengutip dari kata mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, "Tuanku ya Rakyat, Gubernur cuma mandat"

Nusantarapedia.net | OPINI, PUSPAWARNA — Pj. Gubernur Harus Sat-set Wat-wet Das-des! Gak Bahaya, Ta? Harus Diganjel, To! (Sebuah Harapan)
“Jangan leda-lede ya, karena jenjang jabatan Anda sudah hampir mentok, Jabatan Pimpinan Tinggi Madya yang meliputi, seperti; sekretaris jenderal kementerian, sekretaris kementerian, sekretaris utama, dsb. Bergengsi bukan? Selangkah lagi bila beruntung bisa berkesempatan menjabat Jabatan Pimpinan Tinggi Utama, seperti Kepala Badan Otorita IKN dan lembaga lainnya non departemen.”
Mayan yang dimaksud di sini adalah (harus dimaknai), lumayan dalam mengabdi kepada bangsa dan negara (rakyat) di : sisa karier ASN, dan utamanya sisa umur.
SELASA (5/9/2023) pagi, 9 Penjabat Gubernur dilantik oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian di kantor Kemendagri Jakarta. Melalui Surat Keputusan (SK) Presiden Nomor 74/P Tahun 2023 Tentang Pengangkatan Penjabat Gubernur.
Kesembilan kepala daerah berstatus Penjabat (Pj.) resmi menjabat sebagai Pj. Gubernur hingga periode Pemilihan Kepala Daerah Serentak (Pilkada) di Indonesia yang digelar pada 27 November 2024 di sebanyak 548 pemerintahan daerah, dengan rincian 38 provinsi, 415 kabupaten, dan 98 kota.
Sebelumnya, dasar pengangkatan Pj. Gubernur melalui Keppres yang dikeluarkan oleh Presiden Jokowi pada 4 September 2023 yang lalu hal Pengangkatan Penjabat (Pj.) Gubernur, untuk penyesuaian konstruksi Pilkada Serentak 2024.
Dengan adanya sistem baru Pemilu, yaitu terdiri dari; Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden (Pileg-Pilpres), sebutlah sebagai Pemilu Nasional, yang akan digelar pada 14 Februari mendatang, dan Pilkada Serentak tersebut di atas (Pemilu Daerah), adalah pola baru sistem Pemilu Serentak 2024.
Keserentakan pemilu dengan pola baru sebagai haluan baru Indonesia dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan berimplikasi pada tujuan yang baik, yaitu peningkatan kualitas demokrasi yang otomatis meningkatkan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara.
Hemat penulis, harusnya Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah seyogyanya digelar bersamaan. Karena, keserentakan yang dimaksud sebagai (tujuan) bentuk sinkronisasi pembangunan antara pusat dan daerah, seperti yang tertuang dalam RPJMNas/Daerah (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan Daerah) bahkan jangka panjang, yaitu; serentaknya sistem perencanaan pembangunan yang tertuang dalam dokumen negara (pusat) yang diikuti oleh daerah sebagai garis-garis besar haluan negara/daerah yang sistematis dan integratif, juga pengadministrasian visi-misi presiden hingga kepala daerah dapat disinkronkan menjadi bentuk finalisasi dokumen perencanaan yang satu arah.
Setelah perencanaannya sinkron, tentu pelaksanaan pembangunan dalam tata kelola pemerintahan juga dilaksanakan bersamaan, hingga sistem pelaporannya juga dalam waktu yang bersamaan pula.
Satu arah pembangunan itulah yang diharapkan, agar desain pembangunan hingga ke daerah-daerah tidak dengan semangat yang menjauhkan ruh kedaulatan nasional yang integral. Relasi ini perlu ditinjau ulang dengan hadirnya pembangunan-isme yang menjadi tren daerah dengan semangat munculnya daerah otonomi baru (pemekaran). Karena dibaca, ini tak ubahnya menggelar Indonesia yang serba liberal. Seperti potensi besar terjadinya eksploitasi sumber daya alam, maupun eksploitasi sumber daya manusia dengan menciptakan buruh-buruh baru, seperti perlunya pembuktian bahwa Perppu (UU) Omnibus Law adalah tidak dalam rangka menggelar Indonesia untuk karpet merah kekuatan kapital-neo liberal global, tetapi benar-benar untuk memakmurkan rakyat.
Inilah maksud pembangunan yang terintegrasi dalam sistem integral NKRI, sekalipun daerah semi menyelenggarakan sistem otonomi daerah (OTDA), namun hanya semi saja, bukan sistem otda penuh seperti dalam penyelenggaraan oleh negara bagian atau sistem federal.
Dengan demikian, antara Pemilu Nasional dan Daerah praktiknya nanti tidak serempak. Artinya, untuk mendapatkan tujuan terintegrasi (pola pembangunan yang sama) dalam waktu yang serentak tetap tidak bisa bersamaan. Harusnya pelantikan dilakukan dengan serentak. Dalam konteks administrasi pengelolaan APBN dan APBD harusnya ditetapkan dalam waktu penganggaran-pelaksanaan-pelaporan yang bersamaan.
Dalam konteks pembangunan dalam hubungannya antara pemerintah pusat dan daerah, Pemilu Serentak yang harapannya seperti tersebut di atas, akhirnya tujuan dari keserentakan itu justru tidak tercapai. Dibaca, akhirnya relasi Pemilu Nasional dan Daerah tidak efektif, efisien dan integratif.
Ya, harapannya, lahirnya kekuasaan baru melalui Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 dari semangat demokrasi atas kedaulatan rakyat, pada pokoknya berimplikasi pada tujuan, tujuan berbangsa dan bernegara sesuai dengan amanat konstitusi dapat tercapai. Terselenggaranya kehidupan berbangsa dan bernegara yang berkeadilan, berkemanusiaan, maju, makmur, sejahtera. Seperti cita-cita terbentuknya Indonesia Emas 2045, salah satunya.