Poin-poin Konstruksi APBN 2023 (1)
Dengan demikian, bagi negara-negara yang sebelumnya amburadul dalam tata kelola dalam negerinya akan mudah ambruk. Terlebih bagi negara yang terseret (tersandera) ke dalam permainan geo-politik dan geo-strategi global, seperti jerat utang, deal proyek-proyek, dsb.

Nusantarapedia.net, Jurnal | Polhukam — Poin-poin Konstruksi APBN 2023 (1)
“Dalam hal ini, APBN Indonesia yang berjalan di tahun anggaran 2022 dan proyeksi APBN 2023 dalam kerangka satu kesatuan politik anggaran terdapati sinkronisasi. Aneka paket kebijakan diambil guna berjalannya APBN berjalan dengan seimbang. Seimbang dalam konteks pemenuhan hajat hidup masyarakat, kebutuhan rutin negara, maupun kebutuhan pembangunan fisik dan non fisik untuk jangka panjang.”
Penyampaian keterangan pemerintah atas Nota Keuangan RAPBN Tahun Anggaran 2023 atau RUU APBN 2023 pada Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR RI Tahun Sidang 2022-2023, berlangsung di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa (16/08/2022).
Dalam keterangannya, terdapat beberapa poin yang kemudian menjadi perhatian untuk dibaca secara detail pada sektor-sektor krusial, seperti terkait dengan jaring pengaman sosial berupa aneka bantuan sosial untuk masyarakat, isu kenaikan harga BBM, proyek pembangunan infrastruktur, sektor kesehatan, pendidikan, dsb. Kesemuanya perlu dipandang dalam kesatuan APBN yang mengandung tujuan kestabilan ekonomi dan keuangan dalam perhitungan APBN.
Untuk hal utama dalam APBN tentu berkaitan dengan alokasi belanja negara dan penerimaan (pendapatan).
Presiden Joko Widodo menargetkan belanja negara sebesar Rp 3.041,7 triliun. Angka tersebut terbagi dalam dua klasifikasi belanja, yaitu; (1) Belanja pemerintah pusat sebesar Rp2.230,0 triliun. (2) Transfer ke daerah sebesar Rp811,7 triliun. Total Rp3.041,7 triliun.
Anggaran Rp811,7 triliun untuk transfer daerah seperti dana perimbangan atau dana alokasi umum dan khusus, tentu harapannya agar terserap oleh daerah dengan sesegera mungkin pemerintah daerah membelanjakannya, agar dana tidak ngendon di bank. Tujuannya tentu agar penggeliatan ekonomi di daerah maksimal. Sebelumnya, menurut Sri Mulyani (Menkeu), banyak daerah-daerah yang kurang maksimal dalam menyerap anggaran transfer daerah.
Untuk belanja pemerintah pusat sebesar Rp2.230,0 triliun dalam proyeksi dialokasikan untuk dua kategori, yaitu;
1) Rp993 T anggaran pemerintah pusat Kementerian/Lembaga (K/L), sebelumnya Rp764 triliun.
2) Rp1.236 T anggaran belanja non K/L Rp 1.236 triliun.
Untuk alokasi belanja pada sektor krusial, seperti diantaranya;
1) Rp169,8 T anggaran kesehatan
2) Rp479,1 T anggaran perlindungan sosial
3) Rp608,3 anggaran pendidikan
4) Rp392 T anggaran infrastruktur 5) Rp131,9 T anggaran pertahanan
Dalam situasi ketidakpastian global yang mana telah membawa banyak negara-negara dunia dalam ancaman kebangkrutan. Isu global dalam hal yang paling krusial adalah hal resesi ekonomi dan keuangan. Hal tersebut pengaruh mempengaruhi dengan adanya isu-isu seperti: krisis pangan, krisis energi, dsb, dampak dari perubahan lingkungan (ekologi: global warming), juga hal pokoknya atas konflik kepentingan geo-politik antar negara. Perang Rusia vs Ukraina, perseteruan China-Taiwan-Amerika, contohnya.
Dengan demikian, bagi negara-negara yang sebelumnya amburadul dalam tata kelola dalam negerinya akan mudah ambruk. Terlebih bagi negara yang terseret (tersandera) ke dalam permainan geo-politik dan geo-strategi global, seperti jerat utang, deal proyek-proyek, dsb.
Dalam hal ini, APBN Indonesia yang berjalan di tahun anggaran 2022 dan proyeksi APBN 2023 dalam kerangka satu kesatuan politik anggaran terdapati sinkronisasi. Aneka paket kebijakan diambil guna berjalannya APBN berjalan dengan seimbang. Seimbang dalam konteks pemenuhan hajat hidup masyarakat, kebutuhan rutin negara, maupun kebutuhan pembangunan fisik dan non fisik untuk jangka panjang.
Seperti misalnya, anggaran-anggaran krusial yang bersinggungan langsung terhadap hajat hidup rakyat dan proyeksi pembangunan jangka menengah dan panjang negara.
1) Rp336,7 anggaran subsidi energi yang sebelumnya (2022) sebesar Rp502,4 triliun.
2) Rp23 triliun untuk proyek Ibu Kota Nusantara (IKN)
Untuk sektor penerimaan (pendapatan) negara tahun 2023, diproyeksikan sebesar Rp2.443,6 triliun dalam proyeksi, terdiri dari dua penerimaan, yaitu;
1) Rp2.016,9 triliun sektor pajak
2) Rp426,3 triliun dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Melihat anggaran pada sektor krusial seperti di atas, banyak spekulasi publik maupun tokoh-tokoh dalam membaca konstruksi dasar APBN tersebut mengandung kekhawatiran. Dalam hal ini, bagaimana upaya pemerintah agar semua sektor berjalan dengan baik, dengan melakukan berbagai skema, skenario, maupun intervensi kebijakan, yang mana proyeksi APBN 2023 berhasil dan tidaknya didasarkan atas pelaksanaan APBN 2022 berjalan ini. Tentu perhitungan dan kalkulasinya sudah dihitung matang.
Seperti misalnya, menurut Sri Mulyani, kenaikan anggaran Rp993 triliun dari tahun sebelumnya yang hanya Rp764 triliun, naik drastis, bahkan angka tersebut di luar dana penanganan COVID-19, dan tanpa adanya Program Pemulihan Ekonomi (PEN).
“Angkanya Rp 993 triliun tanpa ada COVID lagi, tanpa ada Program Pemulihan Ekonomi (PEN), naik sangat tajam dari Rp764 triliun, yang di luar COVID dan PEN,” katanya dalam konferensi pers RAPBN di Jakarta, Selasa (16/8/2022), dikutip dari detik.com.
Dengan signal tersebut, bagaimana nanti di 2023 masihkah ada program-program seperti bantuan sosial masyarakat (BST), yang mana itu berguna sekali untuk ketahanan kelompok rentan miskin, di tengah tingkat produktivitas yang rendah.
Sudirman Said, Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan komentarnya. Bahwa, pemerintah perlu lebih memfokuskan dana negara tahun depan untuk kelompok masyarakat yang rentan miskin.
Sudirman mengatakan, masih ada 40% rakyat bawah yang kondisinya rentan. Meski tidak seluruhnya dalam kategori miskin absolute, tapi termasuk dalam kategori rentan miskin, yang mana bila terkena guncangan sedikit saja mudah jatuh.
“Kalau ngomong bagaimana harapan masyarakat, kalau bicara anggaran berkeadilan sosial, sejauh mungkin prioritasnya pada kelompok-kelompok paling paling rentan. Saya yakin pemerintah sudah mengkonkretkan itu,” katanya, dikutip dari detik.com, Rabu (17/8/2022).
Sudirman mencontohkan, agar memprioritaskan terhadap anggaran bantuan sosial (Bansos) dan juga subsidi kebutuhan pangan sehari-hari. Hal itu lebih tepat sasaran dibandingkan dengan memberi anggaran sangat besar pada subsidi BBM.
Pada bidang lainnya, penurunan anggaran subsidi energi sebesar Rp336,7 yang sebelumnya (2022) sebesar Rp502,4 triliun, dikhawatirkan akan terjadi kenaikan harga-harga energi, seperti BBM bersubsidi, listrik, bahkan gas LPG. Kenaikan tersebut sebagai penyesuaian tidak berarti naik di tahun 2023, tetapi kenaikan tersebut bisa dimulai di tahun 2022 ini di semester II dengan skenario kenaikan bertahap.
Pendapat lain datang dari Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. Bahwa, perkiraannya akan terjadi kenaikan harga Pertalite menjadi Rp10 ribu per liter dari sebelumnya Rp 7.650 per liter.
Artinya, inflasi di 2022 bisa menembus 6-6,5 persen secara year on year. Dengan demikian, bila kenaikan harga BBM diterapkan untuk menjaga keseimbangan, akan berdampak pada daya beli masyarakat menurun, mendorong bertambahnya jumlah orang miskin baru.
Sinyal kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut lantaran anggaran subsidi dan kompensasi energi membengkak hingga Rp502 triliun.
“Karena konteksnya masyarakat saat ini sudah menghadapi kenaikan harga pangan, dengan inflasi mendekati 5 persen,” kata Bhima saat dihubungi pada Rabu, 17 Agustus 2022, dikutip dari tempo.co.
Menurut Bhima, terdapat 40 persen kelompok rumah tangga terbawah akan semakin rawan, hal tersebut didasari pada beberapa fakta di lapangan, bahwa terdapat 64 juta UMKM yang bergantung dari BBM subsidi, ada 11 juta lebih pekerja yang kehilangan pekerjaan, jam kerja dan gaji dipotong, hingga dirumahkan, akibat pandemi Covid-19.
Menurutnya, pilihan pemerintah cukup sulit dalam memutuskan kebijakan BBM bersubsidi. Jika kenaikan harga BBM di tengah risiko kenaikan harga barang secara global, kondisi tersebut akan membuat inflasi Indonesia semakin tidak terkendali. Saat ini, inflasi Indonesia mencapai 4,94 persen.
“Jika ada kenaikan BBM akan membuat inflasi akan semakin tinggi. Bisa mencapai lebih dari 7 persen bila Pertalite dinaikkan,” kata Nailul, dikutip dari tempo.co.
Apabila BBM bersubsidi tidak dinaikkan, maka beban APBN semakin berat, langkah paling pas adalah menaikkan harga BBM non pertalite.
Solusinya, jika pemerintah tidak menaikkan harga BBM bersubsidi, negara perlu merealokasi anggaran tidak produktif, seperti anggaran pertahanan dan infrastruktur yang terlalu besar bisa dialihkan ke belanja subsidi maupun bantuan sosial.
“Anggaran untuk food estate, IKN, ataupun KCJB (Kereta Cepat Jakarta Bandung) bisa dialihkan ke subsidi. Tapi masalahnya apakah pemerintah mau untuk realokasi anggaran tersebut? Tentu tantangan realokasi anggaran ini sangat berat,” ujar Nailul, dikutip dari tempo.co.
(bersambung bagian 2)
Poin-poin Konstruksi APBN 2023 (2)
Optimalisasi Pajak dan PNBP Genjot Penerimaan Pendapatan Negara 2023 Rp2.443,6 Triliun dalam Proyeksi
Indonesia Mampu Hadapi Krisis Global, Bangun Indonesia Maju dengan 4 Kekuatan
Lima Langkah Menikmati Waktu Bersama
APBN 2023 Dirancang Fleksibel Guna Redam Guncangan Ekonomi Global
PSN Rampung Semester I 2024, hingga Skenario Pemangkasan Jumlah PSN dan Relasinya dengan IPM (1)