Polemik Aswanto, Siapa Yang Memulai? Siapa Yang Mengakhiri? (1)
Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen
Nusantarapedia.net, Jurnal | Polhukam — Polemik Aswanto, Siapa Yang Memulai? Siapa Yang Mengakhiri?
“Harapannya saat ini, di semua bidang tata kelola kehidupan berbangsa dan bernegara yang diselenggarakan oleh kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif hendaknya tidak berorientasi pada standar 2024.”
NAMA dan gelar lengkapnya adalah Prof. Dr. Aswanto, S.H., M.Si., D.F.M., lahir 17 Juli 1964 di Luwu, Sulawesi Selatan. Aswanto adalah salah satu dari sembilan hakim konstitusi di lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) yang bekerja di MK mulai 21 Maret 2014. Posisi Aswanto sebagai Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi sejak 2 April 2018. Saat ini Ketua Mahkamah Konstitusi dijabat oleh Anwar Usman.
Semenjak era reformasi dimulai dari sistem Pemilu 1999 hingga kini, sistem konstitusi dan ketatanegaraan sudah banyak berubah, di antaranya lahirnya lembaga tinggi negara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI).
Perubahan konstitusi atau aturan dasar tersebut yang mana konstitusi diatur melalui Undang-undang dasar (UUD 1945), maka UUD 1945 saat ini adalah UUD yang telah diamandemen sebanyak empat kali. Dari situlah lahir lembaga MK.
MK adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung.
Payung hukum dari MK berdasarkan pada amanat Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Lebih dari itu karena keberadaannya sebagai lembaga tinggi negara, secara konstitusi/aturan dasar maka MK diatur dalam UUD 1945.
Fungsi dan peran MK telah dilembagakan dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang menentukan bahwa MK mempunyai empat kewenangan konstitusional atau conctitutionally entrusted powers dan satu kewajiban konstitusional constitusional obligation.
Ketentuan itu dipertegas dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Empat kewenangan MK adalah:
1) Menguji undang-undang terhadap UUD 1945
2) Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945
3) Memutus pembubaran partai politik
5) Memutus perselisihan tentang hasil pemilu
Sementara, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) sampai dengan (5) dan Pasal 24 C ayat (2) UUD 1945 yang ditegaskan dalam Pasal 10 ayat (2) UU Nomor 24 Tahun 2003, kewajiban MK adalah memberi keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Proses pengisian personil MK sebagai hakim konstitusi dengan komposisi, diajukan 3 orang oleh DPR, 3 orang oleh Presiden, dan 3 orang oleh MA dengan penetapan Presiden. Total anggota MK berjumlah 9 hakim konstitusi.