Primbon Komprehensif, 4 Tingkatan Hari Naas dan Cara Menghitungnya

Rahasia dari Tuhan dipecahkannya sebagai maksud menjadi pribadi yang mau mengasah ketajaman berpikir, berperasaan dan bertindak dalam konsep ilmu pengetahuan hidup

13 April 2022, 23:16 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Iptek — Primbon Komprehensif, 4 Tingkatan Hari Naas dan Cara Menghitungnya

“Derajat naas di atas tentu berbeda, khusus untuk “dina was gede,” dianjurkan untuk beristirahat total, sedangkan Was 3, 5 dan 7 bisa ditolerir dalam melakukan aktivitas berupa rutinitas yang tidak bisa ditinggalkan, asalkan tetap berhati-hati dengan penuh kesadaran.”

MASYARAKAT dalam wilayah kebudayaan Jawa umumnya dan khususnya kebudayaan Mataraman sebagai pembentuk budaya Jawa warisan saat ini, mempunyai perhitungan kusus untuk mengetahui hari naas atau hari yang tidak baik alias sial pada diri seseorang.

Ya, masyarakat Jawa mempunyai tata keilmuan sebagai ilmu pengetahuan dari proses waktu yang panjang, disebut dengan ilmu “titen,” atau “niteni.” Ilmu titen merupakan ilmu dari hubungan sebab akibat berdasarkan pengalaman (empiris). Dari kumpulan pengalaman tersebut menjadi suatu kesimpulan yang akhirnya menjadi keniscayaan.

Pengalaman tersebut terdokumentasi dalam rumusan ilmu pengetahuan sebagai “primbon.” Primbon atau buku panduan yang digunakan oleh masyarakat Jawa untuk banyak kepentingan dalam tata laksana hidup. Seperti mengetahui watak dan karakter seseorang, mengetahui hari baik untuk membangun rumah, melaksanakan hajat, ataupun sebagai fungsi mengukur kekuatan diri sebagai analisa potensi. Bisa juga analisa SWOT pada diri seseorang.

SWOT merupakan analisa untuk mengukur sumber daya, sumber daya dalam konteks ini yaitu untuk menganalisa diri (human) dari sisi; strengths (kekuatan), weaknesses (kelemahan), opportunities (peluang) dan threats (ancaman).

Bagaimana primbon sebagai suatu rumusan ilmu, bekerja? Hal yang paling pokok sebagai analisa dasar tersebut menggunakan bahan hari kelahiran.

Hari kelahiran adalah suatu peristiwa penting, yang mana Tuhan telah menakdirkan seseorang terlahir di dunia. Dengan demikian, kelahiran yang dimaksud sebagai takdir penciptaan mengandung PR bagi umat sebagai jalan menuju kebaikan hidup (sinau/belajar).

Rahasia dari Tuhan dipecahkannya sebagai maksud menjadi pribadi yang mau mengasah ketajaman berpikir, berperasaan dan bertindak dalam konsep ilmu pengetahuan hidup. (Sangkan Paraning Dumadi). Sejatinya merupakan upaya berkomunikasi dengan sang pencipta.

Endingnya, terciptanya kehidupan diri dalam kehidupan sosial yang harmonis (hamemayu hayuning diri-hamemayu hayuning bawana).

Dalam hal ini, kita bahas khusus sisi kelemahan manusia yang merupakan bawaan sejak lahir yang tidak dibentuk oleh lingkungan, tetapi atas takdir. Takdir yang dimaksud bisa disiasati bagi kaum atau golongan manusia yang berfikir. Bukan sesuatu yang dianggap melawan kodrat Tuhan. Justru Tuhan memberikan kelebihan dan kemudahan, tentu juga diberikan kekurangan dan kelemahan.

Disitulah akan tercipta sebuah keseimbangan hidup. Bagi yang melanggar akan cilaka, sebaliknya akan selamat. Dan, tugas manusia memecahkan itu semua dengan ilmu pengetahuan dari bekal diberikannya akal.

Primbon bekerja dari bahan dasar hari kelahiran. Budaya Jawa mempunyai sistem perhitungan hari bulan dan tahun yang saat ini hasil dari periode formativ budaya Mataraman berupa kalender Jawa, yaitu gabungan tahun Saka dan Islam sebagai tahun Jawa.

Jumlah hari terdapat 7 hari, sedangkan hari pasaran berjumlah 5. Sebenarnya hari dan hari pasaran itu sama, tetapi karena pengaruh akulturasi kebudayaan akhirnya menjadikan Jawa menggunakan sistem hari keduanya. Namun hari pasaran yang berjumlah lima, lebih pada kearifan lokal yang terpengaruh budaya Hindu. Sedangkan hari yang berjumlah 7 lebih dipengaruhi oleh perhitungan kalender dunia, baik Masehi ataupun Hijriah.

Nah, Jawa mengkomposisikan keduanya dengan melahirkan sistem Neptu. Neptu didapatkan dari perhitungan hari (siklus 7) dan hari pasaran (siklus 5). Neptu tersebut sebagai dasar untuk mengidentifikasi analisis SWOT seseorang tadi dari hari kelahiran atau weton.

Jadi, neptu merupakan nilai dari suatu weton yang diperoleh dengan menjumlahkan nilai hari dan hari pasaran. Berarti setiap orang akan mempunyai weton atau hari kelahiran. Weton tersebut mempunyai nilai yang disebut neptu, yang tentu setiap orang nilainya berbeda-beda.

7 hari yang digunakan adalah Senin (Senen/Soma) sampai Minggu (Ahad/Radite). Dimulai dari hari Minggu yang bernilai 5, Senin nilainya 4, Selasa 3, Rabu 7, Kamis 8, Jumuah 6, dan Sabtu 9.

Sedangkan hari pasaran yang berjumlah 5 hari, dimulai dari pasaran Legi yang bernilai 5, Paing 9, Pon 7, Wage 4, dan Kliwon 8.

Jadi, misalnya seseorang lahir pada hari Jum’at Kliwon maka neptunya: 6 + 8 = 14. Dengan demikian, seseorang tersebut dengan hari kelahiran Jumat Kliwon dengan jumlah neptu 14 (nilainya 14).

Kemudian, manusia tentu mempunyai kelemahan. Manusia mempunyai titik terendah dalam urusan energi sebagai titik terendah spiritual. Titik terendah tersebut berupa menurunnya daya kekuatan pada fungsi fisik yang terkorelasi dengan energi manusia. Bisa dibayangkan, bila energi tersebut berada pada titik terendah, berarti keadaan diri manusia tidak normal kekuatannya. Bisa kondisi emosionalnya labil, daya konsentrasi menurun, insting menurun, dan segala fungsi indera menurun, atau dalam keadaan yang blank atau stuck baik lahir maupun bathin.

Kondisi tersebut dinamakan sebagai “dina pengapesan,” atau hari sial, hari buruk, hari apes, naas, atau “dina was.” Pada umumnya, sewaktu orang berada pada hari apes banyak halangan pada dirinya. Bila berdagang tidak laku, bila bepergian kecelakaan berpotensi tinggi, bila berkelahi kalah, bila main judi kalah, ataupun sewaktu bernegosiasi alot atau buntu.

Solusinya, pas hari naas seseorang dianjurkan untuk beristirahat dan digunakan untuk berdoa. Hari naas yang dimaksud sebenarnya sebagai rambu-rambu agar manusia banyak beristirahat untuk keseimbangan. Agar tidak serakah, tamak, ambisius, menang sendiri, ego, dsb. Itulah fungsi yang sebenarnya, bukan justifikasi klenik atau nujum, tetapi justru upaya pendekatan spiritual antara manusia dengan sang pencipta.

Terkait

Terkini