Prinsip “SPECIAL and DIFFERENTIAL TREATMENT” Dalam Sengketa Perdagangan Uni Eropa dan Indonesia

Keputusan Pemerintah Indonesia membawa kasus ini ke Badan Banding merupakan langkah tepat untuk memberikan waktu bagi pertumbuhan industri nikel menjadi lebih matang dan menghasilkan profit signifikan

22 September 2023, 14:32 WIB

Nusantarapedia.net | JURNAL-EKBIS — Prinsip “SPECIAL and DIFFERENTIAL TREATMENT” Dalam Sengketa Perdagangan Uni Eropa dan Indonesia

Oleh : Davianus Hartoni Edy

“Prinsip special and differential treatment dalam organisasi perdagangan dunia (WTO) sangat memungkinkan negara berkembang seperti Indonesia mempertahankan hak demi mencapai tingkat kesejahteraan negara yang lebih baik.”

STRAREGI pembangunan Indonesia merupakan on going process yang terus beradaptasi dengan perkembangan dan kemajuan dunia internasional. Sumber daya alam yang sangat potensial, memberikan jaminan kesejahteraan yang lebih baik bagi rakyat Indonesia asalkan dapat diolah dan dikemas dengan hasil produksi yang lebih baik. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan nilai komoditas tersebut adalah melalui langkah hilirisasi yang belakangan bergaung kuat, yakni hilirisasi industri nikel. Konsekuensi logis atas proses meningkatkan nilai tambah industri nikel adalah kebijakan pemerintah untuk menghentikan ekspor bahan mentah mineral bijih nikel sejak 1 Januari 2022, sambil membangun smelter nikel agar kompetitif pada market segment yang optimal.

Dalam Dispute Settlement (DS) 592, Uni Eropa menggugat Indonesia ke WTO dengan mengajukan 3 gugatan, antara lain; 1) pembatasan ekspor nikel tidak sesuai dengan Pasal XI ayat (1) GATT 1947, 2) pelarangan skema subsidi yang melanggar Pasal III ayat (1) (b) perjanjian SCM (Subsidies and Countervailing Measures 1995, dan 3) keterlambatan mengumumkan larangan ekspor nikel yang melanggar Pasal XI ayat (1) GATT 1947. Meskipun perwakilan Indonesia dalam penyelesaian sengketa tersebut menggunakan pembelaan berdasarkan Pasal XI ayat (2) (a) GATT yang berkaitan dengan penghentian ekspor yang disebabkan oleh alasan pencegahan kekurangan produk mineral dan Pasal XX (d) GATT 1994 yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap undang-undang yang tidak bertentangan dengan perjanjian, namun tetap saja WTO memenangkan Uni Eropa dalam case DS 592. Apa pun pertimbangan WTO, putusan tersebut jelas merugikan Indonesia di masa yang akan datang, dan hemat penulis Indonesia telah mengambil langkah yang tepat dengan mengajukan banding kepada Badan Banding (Appellate Body) WTO yang berkedudukan di Jenewa, Swiss.

Special and Differential Treatment
Perjanjian perdagangan multilateral di WTO dalam interaksinya menciptakan ketidakseimbangan antara negara-negara maju dan negara-negara yang sedang berkembang. Sejak bergabung pada tahun 1995 dan meratifikasi perjanjian WTO dengan UU No. 7 tahun 1994, maka Indonesia wajib tunduk dan taat pada keseluruhan perjanjian perdagangan dunia di bawah WTO. Namun Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya menyadari kondisi ketimpangan tersebut dan mendesak WTO untuk membuat Kesepahaman Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Understanding (DSU). Dalam DSU dikenal adanya ketentuan special and differential treatment yang secara khusus diberikan kepada negara-negara berkembang yang mengalami sengketa di WTO.

Pada tingkatan implementasinya, special and differential treatment berarti perhatian khusus terhadap hal-hal yang mempengaruhi kepentingan negara berkembang (article 21.2 DSU). Dan jika ada negara berkembang yang mengangkat sebuah permasalahan maka badan penyelesaian sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) akan mengkaji peermasalahan tersebut serta mengambil langkah penyelesaian yang tepat serta melakukan pengawasan yang diperlukan (article 21.7 DSU). Bahkan dalam article 21.8 DSU, ditegaskan bahwa pertimbangannya adalah bahwa DSB memperhatikan dampak permasalahan tersebut bagi perekonomian negara berkembang.

Ketentuan special and differential treatment merupakan layer pelindung bagi negara-negara berkembang terhadap kemungkinan timbulnya ketidakadilan dalam penerapan perjanjian perdagangan dunia dengan negara-negara maju seperti Uni Eropa. Jika semua negara diperlakukan sama dalam perdagangan dunia maka akan sulit menemukan harmonisasi perdagangan multilateral yang selaras dengan fungsi dan tujuan didirikannya WTO yang disepakati sebelumnya dalam Marakesh Agreement, yakni peningkatan standar hidup, menjamin terciptanya lapangan kerja, dan meningkatkan produksi dan perdagangan serta mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya dunia.

Terkait

Terkini