“Problem Internal” yang Disimplifikasi
Bisa kemudian, Ganjar Pranowo benar-benar akan menjadi capres tidak dengan kendaraan PDIP, mengingat potensi yang besar saat ini (peluang) akan sia-sia bila tidak diambilnya. Seperti halnya marak baliho-baliho pasangan capres-cawapres Ganjar Pranowo - Erick Thohir.
Di sisi lain, sikap hormat Joko Widodo kepada Megawati tetap ditampakkan (tegak lurus), mengingat Jokowi tiba dari Solo ke Jakarta, dari Walikota, Gubernur, hingga menjadi Presiden, tetaplah faktor utama Megawati. Seperti halnya faktor Puan ketika berhasil membawa Ganjar sebagai Gubernur Jawa Tengah.
Atas sikap Jokowi yang menjaga terhadap Megawati tersebut, agar suasana PDIP tidak riuh di kubu internal, adalah tepat, namun secara tidak langsung upaya-upaya agar Ganjar akan menjadi capres pilihan Megawati terlihat nyata dalam agenda membangun opini publik untuk mempengaruhi PDIP. Hal yang wajar oleh seorang Jokowi, yang mana adalah Presiden yang punya kuasa dan tentu pengaruh. Nyatanya, hampir mayoritas partai tunduk pada Jokowi. Nampaknya, Jokowi mampu membuat “mainan” partai-partai yang salah satu kader di dalamnya diduga tersandera dalam kasus atau deal tertentu. Inilah kekuatan Jokowi dan “Ganjar”, meski terlihat tidak punya kendaraan partai, namun Jokowi mampu menata partai-partai nurut padanya, hingga Jokowi disimpulkan sebagai kekuatan politik yang besar dengan seolah-olah tidak punya parpol, namun menguasai.
Di bagian tertentu, meski Jokowi juga memberikan kode bahwa presiden selanjutnya adalah Prabowo, namun demikian, peta jalan yang dilewatinya adalah tetap dengan penumpang Ganjar Pranowo. Artinya, pilihan Jokowi sampai saat ini tetaplah Ganjar, meski di detik-detik akhir juga tidak menutup kemungkinan Jokowi memilih Prabowo atau capres lainnya, dengan catatan mampu, bersedia dan berkomitmen melanjutkan proyek kebijakan Jokowi. Di sinilah misi yang kontras antara Jokowi dan Megawati, meski juga banyak agenda yang sama.
Masihkah Anda percaya bila PDIP baik-baik saja, tidak ada persoalan, tidak ada faksi atau poros? Tidak bingung milih capres. Jelas, ini menyangkut kepentingan yang besar, yang di setiap kepentingan mutlak dipertaruhkan. Dan kepentingan itu sulit diracik untuk mencapai titik temu.
Bisa kemudian, Ganjar Pranowo benar-benar akan menjadi capres tidak dengan kendaraan PDIP, mengingat potensi yang besar saat ini (peluang) akan sia-sia bila tidak diambilnya. Seperti halnya marak baliho-baliho pasangan capres-cawapres Ganjar Pranowo – Erick Thohir.
Pun dengan proyeksi politik Puan yang ditata oleh ibunya dan tim elit PDIP, bahwa bassis massa Jawa Tengah akan disemprit melalui struktural partai hingga mempersiapkan elektabilitas dan popularitas Puan di pulau Sumatera yang notabene budaya Melayu, dan Puan punya landasan kultural Melayu. Baca saja bagaimana narasi Mega/PDIP ketika melempar topik pahlawan perempuan dari Aceh, Laksamana Malahayati yang diwujudkan dengan diluncurkannya Kapal berjalan Rumah Sakit Malahayati.
Kita simak dan tunggu dinamika selanjutnya, yaitu pergerakan dari sang Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, dan sang kader PDIP Joko Widodo yang menjabat sebagai presiden Indonesia.
Jelas sudah, siapa dalang dan siapa wayang adalah wajar.
B Ari Koeswanto ASM | pemerhati budaya Nusantara
Pidato Mega Tak Ada Kode untuk Ganjar, Mega Bicara Perempuan (Puan Last Minute, Ganjar Opsi Terakhir)
HUT Emas PDIP, Pidato Megawati Diawali Salam Pancasila hingga Ingatkan Kader Taat Aturan
Jokowi: Jangan Sembrono, Hati-hati dan Pilih Capres Yang Benar (HUT Golkar ke-58)
Megawati Belum Umumkan Capres “Ini Urusan Gue”, Jokowi: Tidak “Grusa Grusu”
“Boyong Kedaton” IKN Harus Terwujud, Revisi UU IKN Harga Mati (1)