Proyeksi Indonesia Tahun 2100 dalam Perspektif Demografi dan Isu Pangan, Jangan Rugi 3 Kali!

Cilakanya, energi sumber daya mineral (ESDM) habis, lingkungan rusak, rugi dan akhirnya mengancam bubarnya Indonesia. Sesuatu yang tidak diinginkan. Dan rakyat pun kadung tidak dipersiapkan menjadi bangsa yang produktif. Telat!

10 Oktober 2022, 17:53 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Polhukam — Proyeksi Indonesia Tahun 2100 dalam Perspektif Demografi dan Isu Pangan, Jangan Rugi 3 Kali!

“Jumlah penduduk dunia akan terus meledak hingga tahun 2100. Populasi dunia akan mencapai puncaknya dengan jumlah 10,4 milyar jiwa. Apabila sudah mencapai angka tersebut, jumlah penduduk dunia akan stagnan atau linier, yaitu laju pertumbuhan penduduk mencapai nol (persamaan jumlah kelahiran dan kematian), hal itu diperkirakan terjadi pada tahun 2100.”

DALAM proyeksi negara-negara di seluruh dunia, demografi adalah potensi dan ancaman, maka mengungkap demografi dalam kesatuan pandang proyeksi di masa depan akan menjadi kunci untuk agenda pembangunan baru, hingga bukan lagi ditangkap menjadikan masalah, justru menjadi lahan bisnis baru dengan segala transformasinya.

Indonesia, bila mau berfikir lebih jauh lagi sebagai bagian dalam geopolitik, strategi dan proyeksi, ledakan jumlah penduduk dunia adalah berkah, yang terkorelasi dengan potensi sumber daya alam berupa potensi pertanian sebagai produsen pangan global. Dari situlah tambang ekonomi akan didapatkan tanpa harus mengeruk isi bumi yang ujung-ujungnya dampak kerusakan lingkungan semakin menjadi, dan menciptakan kemiskinan gaya baru.

Meski akhir-akhir ini trending dengan istilah “hilirisasi industri dalam negeri,” meski tak jelas seberapa besar keuntungan yang didapatkan oleh Indonesia pun dengan rakyat. Lebih-lebih skema dan skenarionya lebih pada pendekatan investasi yang tentu para investornya dengan kalkulasi untung rugi, namun tidak untuk kedaulatan negeri.

Bagi para kapitalis global, lagi-lagi jumlah demografi yang besar dunia juga dimaknai sebagai berkah, ketika berhasil mencetak manusia-manusia sebagai buruh, telah menjadikan dan menempatkannya di ruang yang tidak berkemanusiaan dan berkeadilan. Tikus mati di lumbung padi!

Alih-alih dengan alasan tujuan yang berperikemanusiaan untuk cita-cita keadilan dan kemakmuran, dengan mencetak lapangan pekerjaan untuk rakyatnya, namun esensi yang didapat adalah rugi. Rugi kehilangan energi sumber daya mineral (alam) yang telah dicacah, dan rakyat yang telah dibentuk menjadi buruh (rugi dua kali).

Alih-alihnya lagi menciptakan potensi dan peluang pasar, dengan menggelar Indonesia sebagai pasar dunia untuk menghidupi dunia (rugi ketiga). Padahal rangkaian tersebut adalah kerugian yang terstruktur. Bagaimana tidak, bahan baku dari dalam negeri, buruh dalam negeri, pasar pun dalam negeri, bahkan uang rakyat turut disumbangkan, tetapi keuntungannya untuk mereka, yang memberi harga mereka. Itulah sejatinya monopoli yang telah merampas dan menginfiltrasi tujuan dari amanat konstitusi untuk menjadikan rakyat yang maju adil dan makmur.

Kembali pada topik, keberkahan akan ledakan populasi dunia dengan menangkap peluang di sektor industri pertanian, disitulah korelasinya, disitulah pengembangan Indonesia sebagai produsen pangan global dunia akan terwujud, tentu melalui pembangunan dari hulu dan hilir. Hulunya adalah menciptakan kapitalisasi industri pertanian mandiri Indonesia (KIPMI).

Hal itu juga sebagai maksud menghemat cadangan sumber daya mineral Indonesia. Kekayaan mineral Indonesia yang salah satunya adalah sektor energi, perlu adanya kajian yang jujur untuk benar-benar di hemat dan dikuasai oleh negara dan untuk rakyat dalam proyeksi jangka panjang Indonesia, jika masih ingin Indonesia tetap ada sebagai sebuah negara. Cilakanya, energi sumber daya mineral (ESDM) habis, lingkungan rusak, rugi dan akhirnya mengancam bubarnya Indonesia. Sesuatu yang tidak diinginkan. Dan rakyat pun kadung tidak dipersiapkan menjadi bangsa yang produktif. Telat!

Terkait

Terkini