PSI, “Berlabuhnya” Jokowi Setelah Lengser Presiden

29 September 2023, 08:14 WIB

Nusantarapedia.net | OPINI, POLHUKAM — PSI, “Berlabuhnya” Jokowi Setelah Lengser Presiden

Oleh : Marianus Gaharpung

PSI sedang memainkan adrenalin politik PDIP. Ini semacam sarkasme yang dilemparkan PSI terhadap PDIP. Di sinilah kita melihat kehebatan politik seorang Jokowi.”

POTRET politik PSI hari ini menggetarkan panggung perpolitikan Tanah Air. Banyak pengurus partai lain bahkan peneliti politik angkat bicara dengan berbagai versi, ya, namanya juga pengamat. Pertama, ada yang mengatakan masuknya Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum PSI adalah sebuah dagelan politik murahan yang hanya menunjukkan degradasi moral perpolitikan. Kedua, yang lebih menarik dalam benak politik partai yang berlogo bunga mawar ini. “Mengapa PDIP bisa, kami tidak bisa?”

Publik melihat dalam tubuh PDIP sendiri sedang terjadi polarisasi pengaruh antara Megawati vs Jokowi.

Ada dugaan akibat blunder berulang-ulang yang diciptakan Megawati melalui pernyataan-pernyataan yang menggerahkan nurani publik seperti istilah “petugas partai”, diantaranya.

Jokowi pada awal mau naik jadi presiden, mungkin tutup mata saja terhadap istilah “petugas partai”, tetapi seiring berjalannya waktu, dimana Jokowi sudah memiliki pamor dan power yang mumpuni, tentu akan merasa tidak nyaman dengan istilah itu yang didengungkan terus menerus di area publik. Bagi Jokowi, ini persoalan “siapa lebih kuat dari siapa”.

Signal “mbalelonya” Jokowi itu sudah terbaca sejak Jokowi mengumpulkan para ketua umum partai, untuk memfasilitasi terbentuknya koalisi gemuk yang akhirnya merapat ke lokomotif Gerindra.

Merapatnya Kaesang, putra bungsu Jokowi ke PSI itu, tidak berdiri di ruang hampa juga. Ini juga signal “mbalelo” yang sedang dipamerkan Jokowi kepada publik, ini dugaan saja. Karena berpolitik semuanya bisa terjadi. Apalagi mengingat ada kesepakatan tidak tertulis bahwa “sekeluarga harus separtai”. Jokowi melawan aturan itu.

Di sisi lain, trah Soekarno itu sebetulnya lama-kelamaan kurang bergema lagi. Generasi milenial sudah kurang merasakan hal-hal demikian. Justru ada di depan mata dan pikiranmya adalah kecerdasan, persaingan fair, terbuka, serta kualitas. Apalagi di bawah kolong langit ini semua ada waktu dan masanya. Jadi tradisi politik, jika bapak atau ibu ketua umum partai, maka otomatis anaknya ketua menggantikan orangtuanya. Hal seperti ini PSI mau memberikan pendidikan politik yang dewasa hari ini dan ke depen.

Tergambar dari pilpres saat Jokowi periode pertama, dimana Megawati harus mengakui elektabilitas Jokowi yang tidak terbendung angkanya, hingga memaksa Megawati mundur dari capres untuk digantikan Jokowi. Kali ini menjelang Pilpres 2024 ini, Puan Maharani didukung setinggi langit oleh PDIP atas nama trah Soekarno. Apa yang terjadi, lagi-lagi di injury time, Puan harus mundur teratur, tahu diri tidak laku di mata publik sebagai capres, karena angka elektabilitas Ganjar Pranowo yang di atas angin.

Terkait

Terkini