Quo Vadis Status Yayasan Nusa Nipa dan UNIPA di Nian Tana Sikka
- Jujur saja, kami sangat yakin ada dokumen pernyataan dari Kementrian Hukum dan HAM yang sekarang di tangan anggota DPRD Sikka. Tolong dokumen ini dibuka saat RDP (rapat dengar pendapat) dengan Bupati dan pihak Yayasan Nusa Nipa -

Nusantarapedia.net, Artikel | Opini — Quo Vadis Status Yayasan Nusa Nipa dan UNIPA di Nian Tana Sikka
Oleh: Marianus Gaharpung, dosen FH UBAYA Surabaya
CATATAN kritis terhadap pertemuan Bupati Sikka, Pembina, Ketua Yayasan, Rektor dan WR (Wakil Rektor) 1 UNIPA Indonesia (Nusa Tenggara Timur) dengan Komisi X DPR dan Pramono Anung Menteri Sekretaris Kabinet dalam upaya status penegerian UNIPA, ada beberapa pertanyaan hukum terhadap upaya penegerian dan eksistensi Yayasan Nusa Nipa Indonesia ini.
Beberapa catatan tersebut, seperti:
1. Bagaimana status Yayasan Nusa Nipa?
2. Apa saja isi dari AD Yayasan Nusa Nipa?
3. Apa dasar hukum pendirian Yayasan Nusa Nipa?
4. Apakah dengan dalam upaya penegerian UNIPA, maka Pemerintah dan DPRD Sikka tidak wajib melakukan RDP dengan pembina dan pengurus yayasan?
5. Apakah dengan upaya penegerian UNIPA, maka tanggungjawab hukum masa lalu yang belum klir dianggap selesai atau dinihilkan saja?
Kajian hukum ini bukan soal suka atau tidak suka, tetapi wajib meletakkan sejarah dan hukum, berkaitan dengan pendirian UNIPA yang “bener“, walaupun membuat oknum-oknum di Nian Tana merasa emosi dan tidak nyaman dengan kajian hukum ini. Ada adagium latin “lex dura, sed tamen scripta” (hukum memang keras tetapi memang demikianlah tertulis).
Ada beberapa hal catatan dari kronologi dan kajian aspek hukumnya, seperti diantaranya:
Pertama, Pertemuan Roby Idong bersama istri, pembina, ketua yayasan, rektor serta wakil rektor UNIPA dengan menteri Pramono Anung sebagai terekam dalam foto yang beredar di Nian Tana dan pertemuan dengan Komisi X DPR, adalah langkah yang sangat baik dan perlu diapresiasi warga Nian Tana Sikka. Namanya berusaha itu hal yang pasti baik. Tetapi apakah dengan kepergian orang-orang “hebat” ini ke ibu kota negara, maka moratorium penegerian UNIPA lancar (wallahualam). Semua kita hanya berharap-harap cemas.
Suka atau tidak, secara de jure dan de facto Yayasan Nusa Nipa dan UNIPA adalah dalam penguasaan Pemkab Sikka. Artinya tetap dan wajib dalam kontrol dan pengawasan Bupati /Wakil Bupati serta DPRD Sikka. Apalagi dipertegas dengan LHP BPK, UNIPA adalah aset atau barang milik pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan yang sampai hari ini belum diroya atau dicoret dari daftar inventaris Pemkab Sikka.
Di sini awal adanya dugaan melawan hukum, karena tidak pernah ada laporan tentang perjalanan pengelolaan UNIPA khususnya keuangannya sejak berdiri sampai dengan saat ini (temuan BPK). Apalagi UU Yayasan mewajibkan (imperatif) bahwa setiap yayasan diaudit oleh auditor eksternal atas pengelolaan dana publik kepada Pemkab Sikka? Jika dugaan tidak pernah dipraktikkan oleh ketua yayasan dan pembina, maka dugaan yang dikualifikasi dengan penggelapan dana (Pasal 374 KUHP). Nantikan saja rekomendasi para anggota dewan yg cerdas, logik dan argumentatif ini. Kami sangat yakin semua anggota dewan punya hati putih, jujur, pasti tidak diganggu dan mau terima “rayuan amplop” demi warga dan Pemkab Sikka.
Kedua, AD (Anggaran Dasar) Yayasan ibarat UUD dari negara. Yang mana isinya memuat modal dasar atau modal awal, maksud tujuan usaha, pengurus pembina jangka waktu berdiri yayasan serta berakhirnya, dll. Jika dilihat dari modal memang jelas dikatakan bahwa modal adalah berasal dari inisiator atau sumbangan pihak ketiga. Disinilah celah hukum yang terkadang dimainkan oleh oknum-oknum inisiator yayasan untuk diduga kearah “memperkaya diri dan kroni kroninya”. Dalam konteks Yayasan Nusa Nipa, apakah dengan berdirinya Yayasan Nusa Nipa di atas aset Dinas Kesehatan, maka otomatis menjadi milik Yayasan Nusa Nipa? Sehingga ada oknum-oknum dengan logika berpikir hukum sederhana mengatakan UNIPA sudah “klir” adalah sangat keliru. Alasannya, jika aset itu adalah Dinas Kesehatan (aset negara) tidak otomatis menjadi milik yayasan.
Mengapa kembali kepada asas hukum “lex specialis deroga legi generali” (hukum khusus mengenyampingkan hukum umum (Yayasan Nusa Nipa). Artinya kaitan dengan aset Dinas Kesehatan, maka wajib berpedoman pada peraturan menteri keuangan, bagaimana mekanisme hibah atau penghapusan aset. Jika dalam pertemuan DPRD dan Pemkab Sikka ketika awal pendirian UNIPA tidak ada memory van tochlichting atas semua perbuatan hukum pengaliahan aset Dinas Kesehatan kepada Yayasan Nusa Nipa, maka secara de jure dan de facto Yayasan dikuasai Pemkab Sikka sampai saat ini.
Contoh konkrit Yayasan Taman Mini Indonesia Indah, Suharto memberikan kepada anak-anaknya yang mengelola, akhirnya di jaman menteri keuangan Sri Mulyani dan presiden Joko Widodo, aset TMII sudah diambil alih negara, dan masih banyak contoh yayasan jaman Suharto yang diambil kembali oleh negara.
Ketiga, Dasar berdirinya Yayasan Nusa Nipa tertera di dalam Akta No. 5 dan sudah pasti terdaftar disahkan Kementrian Hukum dan HAM RI. Kami sangat paham bahwa ketika konsultasi ke Kementrian Hukum dan HAM disarankan agar Akta No. 5 direvisi ke Akta No. 21 dengan hanya menyebut nama pribadi Pembina serta Ketua Yayasan dan lain lain. Pertanyaannya, apakah tidak ada sama sekali penjelasan Kementerian Hukum dan HAM, bahwa di samping nama-nama pribadi dimaksud diarahkan agar tetap memasukkan selama yang bersangkutan masih menjabat sebagai Pejabat Tata Usaha Negara di Pemkab Sikka? Ini harus jelas terlebih dahulu.
Jujur saja, kami sangat yakin ada dokumen pernyataan dari Kementrian Hukum dan HAM yang sekarang di tangan anggota DPRD Sikka. Tolong dokumen ini dibuka saat RDP (rapat dengar pendapat) dengan Bupati dan pihak Yayasan Nusa Nipa. Dan jika serius tuntaskan ini, dewan wajib hadirkan oknum-oknum pejabat tata usaha negara ketika itu pergi ke Jakarta berkonsultasi pada hal perubahan Akta No. 5 ke Akta No. 21 tersebut. Hukum itu fakta bukan asumsi saja, sebab hal ini serius tidak bisa dianggap sepele. Justru di sini letak adanya dugaan memasukkan keterangan palsu dalam akta dan menggunakan akta tersebut (Pasal 263 dan 266 KUHP).