Rawa Jombor Klaten ‘Bedugul van Java’, Pesona Wisata Air di Tengah Perbukitan
Di Sendang Jimbung ada dua buah sendang, yakni Sendang Lanang dan Sendang Putri, di situlah hidup dua kura-kura atau bulus (amyada cartilaginea) yang bernama Kyai Poleng dan Nyai Remeng.

Nusantarapedia.net, Jurnal | Tourism — Rawa Jombor Klaten, Pesona Wisata Air di Tengah Perbukitan
“Di sekitar Rawa Jombor yang posisinya berupa cekungan, di apit oleh ceceran perbukitan gunung Sewu atau pegunungan Seribu, di antaranya Bukit Sidoguro. Dari atas bukit Sidoguro merupakan titik terindah menikmati pemandangan alam di kawasan Rowo Jombor dan sekitarnya.”
NAMA Jombor diambil dari daerah rawa itu berada, yakni Desa Jombor, yang sekarang berubah menjadi Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Sebagian dari kawasan ini masuk ke dalam wilayah Desa Jimbung, Kecamatan Kalikotes.
Kawasan Rawa Jombor memiliki luas 198 hektar dengan dikelilingi perbukitan. Sejarah Rawa Jombor begitu kompleks diawali dari sifat daerah jombor sendiri yang semula berupa dataran rendah yang membentuk cekungan.
Ketika musim hujan tiba, daerah itu selalu tergenang air hingga meluber ke rumah penduduk di Desa Jombor. Diperparah lagi sebelah barat laut terdapat sungai besar, yaitu Sungai Dengkeng dan Kali Ujung. Kedua sungai tersebut, ketika curah hujan tinggi luapannya hingga memenuhi cekungan Jombor dan meluap pula hingga rumah dan persawahan penduduk.
Berawal pada tahun 1901, saat Paku Buwono ke-X membangun pabrik gula di Manisharjo, Pedan, Klaten. Ia berencana membangun saluran irigasi dengan memanfaatkan limpahan air Rowo Jombor. Hal ini disebabkan oleh dibangunnya pabrik gula yang mengakibatkan semua lahan pertanian milik rakyat akhirnya ditanami tebu.
Akhirnya saluran irigasi dibangun pada tahun 1917 dengan membuat terowongan sepanjang 1 km menembus pegunungan di sekeliling rawa di atas Kali Dengkeng.
Nah, kemudian dari sinilah mitos Bulus Jimbung yang dijadikan pesugihan berkembang. Di Sendang Jimbung ada dua buah sendang, yakni Sendang Lanang dan Sendang Putri, di situlah hidup dua kura-kura atau bulus (amyada cartilaginea) yang bernama Kyai Poleng dan Nyai Remeng. Kedua bulus tersebut dikeramatkan oleh warga dan menjadi legenda sampai saat ini.
Pembangunan irigasi selesai pada tahun 1921. Tahap selanjutnya, penyempurnaan pembangunan, pengelolaan dan perawatan dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda bersama dengan pemerintah kerajaan Nagari Kasunanan Surakarta, terutama pada saat kekuasaan Raja Pakubuwono X hingga jaman Jepang.
Dalam proses pembangunannya, Paku Buwono ke-X sering datang mengontrol pekerjaan dengan berkeliling rawa mengendarai perahu.
Pabrik gula yang dikelola oleh Belanda akhirnya bangkrut, seiring masuknya Jepang ke Indonesia. Akhirnya Rawa Jombor dijadikan waduk yang dibangun tanggul oleh pemerintah Jepang pada tahun 1943-1944 memanfaatkan rakyat dengan sistem kerja paksa.
Setelah tahun 1968, pemerintah Klaten dengan memanfaatkan tahanan politik untuk perbaikan Rawa Jombor. Perbaikan dengan memperlebar tanggul yang semula hanya 5 m ditambah menjadi 12 m. pekerjaan selesai dalam waktu 7 bulan oleh 1.700 pekerja.
Kini Rawa Jombor sudah direvitalisasi. Sebelumnya terdapat warung apung sebagai ikon popular wisata air di Kecamatan Bayat ini.




