Refleksi HARI ANAK NASIONAL, Simpel Saja: 80 Juta Anak Indonesia Butuh Keteladanan dan Emas Putih
Sudahkah pemenuhan hak dan perlindungan anak yang diberikan oleh negara kepada rakyatnya nyata adanya
Nusantarapedia.net | JURNAL – POLHUKAM — Refleksi HARI ANAK NASIONAL, Simpel Saja: 80 Juta Anak Indonesia Butuh Keteladanan dan Emas Putih
“Selamat Hari Anak Nasional, anak Indonesia harus menguasai bukan terkuasai,”
DATA BPS (Badan Pusat Statistik), jumlah penduduk Indonesia tahun 2022 dalam proyeksi sebanyak 275,77 juta jiwa. Pengelompokan penduduk berdasarkan usianya untuk kategori anak, yaitu usia 0-4 tahun, usia 5-9 tahun, 10-14 tahun, dan 15-19 tahun. Dalam setiap kelompok usia rerata sebanyak 22 juta jiwa. Total penduduk Indonesia usia 0-19 tahun sejumlah 88 juta jiwa atau 32 persen dari total penduduk Indonesia adalah anak-anak. Wow, demografi yang besar dalam korelasinya dengan generasi z.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Tentang Hak Asasi Manusia dan UU Tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud dengan anak ditetapkan batasan usia, adalah seseorang yang belum mencapai usia 18 tahun, belum pernah menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Tanggal 23 Juli 2023 adalah peringatan Hari Anak Nasional (HAN) Ke-39 Tahun, sejak Keputusan Presiden (Keppres) No. 44 Tahun 1984, yaitu tanggal pengesahan UU Tentang Kesejahteraan Anak pada 23 Juli 1979. Atas dasar tersebut ditetapkan sebagai Hari Anak Nasional.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dan lembaga terkait, tentu sudah sedemikian detail merumuskan narasi peringatan Hari Anak Nasional tahun 2023 ini, kebiasaan dengan langgam yang “tirik-tirik” dan “dakik-dakik” dalam setiap kegiatan peringatan apapun yang itu lebih ke seremonial.
Tema HAN kali ini adalah “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”, dengan beberapa sub-tema yang dapat digunakan, seperti; “Cerdas Bermedia Sosial Menuju Generasi Emas”, “Dare to Lead and Speak Up: Anak Pelopor dan Pelapor”, “Pengasuhan Layak Untuk Anak Indonesia”, “Wujudkan Lingkungan Yang Aman untuk Anak”, “Stop Kekerasan, Perkawinan Anak, dan Pekerja Anak”. Selain sub-tema di atas, HAN tahun ini dengan tagline #BeraniKarenaPeduli, yang bermakna anak menjadi agen perubahan dalam menyuarakan hak-haknya.
Tentu, anak-anak Indonesia adalah aset bagi bangsa ini, negara tentunya “hadir” untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara yang ramah dan peduli anak. Negara mempunyai tujuan agar anak ditempatkan pada bentuk penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak anak.
Secara khusus negara bertujuan untuk meningkatan peran Pelapor dan Pelopor (2P) dalam rangka menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman untuk anak, seperti; (1) Penciptaan ruang berkualitas dalam rangka meningkatkan pengasuhan keluarga sebagai upaya pencegahan kekerasan dan eksploitasi terhadap anak. (2) Pemberian edukasi kepada anak maupun orang tua (lingkungan) mengenai pencegahan perkawinan anak dan pekerja anak, (3) Pemberdayaan ekonomi keluarga dalam upaya peningkatan kualitas anak.
Tujuan tersebut dihimbaukan oleh pemerintah kepada masyarakat luas untuk diaplikasikan dalam realita sosial, khususnya dalam peringatan HAN kali ini, yaitu; (1) Melakukan webinar dengan dengan mengangkat tema soal hak-hak anak, seperti kesehatan mental anak di era digital, pola asuh yang layak untuk anak, serta mewujudkan lingkungan yang aman dan nyaman untuk anak, (2) Melakukan Focus Group Discussion (FGD), (3) Bakti sosial atau kesehatan, (4) Mengadakan lomba-lomba dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional, (5) Kampanye Dare to Lead and Speak Up, (6) Sosialiasi tentang makanan sehat (pengenalan stunting atau 10 makanan pendamping beras).
Nah, di atas adalah tujuan umum dan khusus, serta penerapannya dalam konteks peringatan HAN 2023 ini, yang mana jelas “tirik-tirik” alias “dakik-dakik.” Senada dengan apa yang telah tertuang dalam segudang regulasi menyangkut ruang lingkup anak, terutama peran dan kedudukan negara terhadap penyelenggaraan urusan anak, artinya sejauh mana negara hadir untuk anak-anak Indonesia sebagai bentuk komitmen dan tanggung jawab, pun melalui mandatory spending (anggaran) yang berpihak.