“Rewang” Sebagai Solidaritas Mekanik hingga Distribusi Kohesi Sosial
- Tetapi terkadang muncul gerakan-gerakan yang menyerang bahwa itu bentuk feodalisme dan budaya patriarki -
Kearifan Lokal & Keseimbangan
Dalam pembahasan kebudayaan dan terkait sosial, istilah kearifan lokal merupakan usaha manusia untuk menjunjung tinggi nila-nilai kebijaksanaan dengan akal budinya. Kemudian kearifan lokal juga sebagai bentuk penafsiran manusia yang panjang secara bersama-sama, dan secara substansi, nilai-nilai tadi dipraktikkan dalam berkehidupan bermasyarakat. (Hasbullah, 2012)
Tradisi rewang juga begitu, ia memiliki kearifan lokal, seperti menjunjung tinggi persaudaraan, simpati – empati, integrasi yang menciptakan kohesi sosial. Analoginya begini, jika ada seseorang ingin memiliki hajat tetapi tidak memiliki biaya yang cukup, maka hajat tersebut tidak akan berjalan dengan baik. Atau bahkan seseorang itu meminjam dari bank yang bisa jadi mengakibatkan penekanan pinjaman luar biasa dan justru mengalami terus degradasi akan kemiskinan. Maka dari itu konsep rewang merupakan konsep yang menciptakan keseimbangan entah secara ekonomi maupun integrasi, dari itu jika tradisi ini tidak dijaga, masyarakat akan mengalami ketimpangan sosial.
Sebab itu juga agama berperan sangat penting untuk kontrol sosial dan penyeimbangan ekonomi di wilayah itu. Tetapi mungkin istilah rewang ini sebenarnya ada di kepulauan lain selain Jawa, tetapi mungkin dengan bentuk, nilai, esensi yang berbeda.
Tradisi yang Harus Dijaga
Ketika globalisasi datang dan digitalisasi menyerbu, tantangan tentang individualism, konsumerisme, atau anti sosial, membuat konstruksi masyarakat tidak seimbang, perlunya menjaga tradisi sebagai bentuk simbolik menghargai historis tradisi atau sebagai guardian equilibrium. Karena dalam tradisi ada unsur-unsur yang penting dalam bermasyarakat, yakni “saleh sosial”(kesalehan). Hal yang pertama untuk menjaga tradisi dari nilai-nilai barat yang negatif, yakni dengan cara srawung, memasyarakatkan diri dengan interaksi sekitarnya dan mencoba menggali esensi – eksistensi setiap tradisi.
Karena jika kita melihat Indonesia adalah negara kepulauan yang besar, kesadaran akan tradisi adalah yang paling fundamental untuk menjaga identitas suatu bangsa. Karena mundurnya suatu negara adalah hilangnya ciri khas dari negara tersebut. Dan sebaiknya juga pemerintah harus membangun SDM yang mumpuni untuk menampung segala sesuatu yang terkait dengan budaya lokal dan tradisi unik per daerah. Karena individu itu bisa belajar dan terpengaruhi karena faktor lingkungan sekitar, makanya jika ingin mencetak individu tersebut perbanyaklah lingkungan yang melestarikan budaya dan tradisi tersebut.
Mengulik lagi rasa ini harus dimulai dari diri sendiri, karena kita tidak bisa meninggalkan murni kebiasaan kita terkait lingkungan. Pasti ada suatu rasa bentuk menyukai budaya atau tradisi setempat. Dan usaha masyarakat menunjukkan eksistensinya, misal adanya lembaga adat desa, atau peraturan pemerintah yang menekan bahwa budaya dan tradisi harus dijaga. Kemudian disosialisasikan kepada penerus-penerus generasi negeri ini, bahwa budaya lokal bukan budaya kuna. Penilaian kuna akan sebuah budaya lokal adalah bentuk imperialism terselubung untuk menghilangkan jati diri kita. Maka ada semboyan dari Islam Nusantara yakni “minal turats ilal jadid”: dari tradisi ke pembaharuan.
Mungkin menurut saya, tradisi dan budaya kita sudah seharusnya diperbaharui tetapi tidak menghilangkan keautentikan tradisi atau budaya tersebut. Karena hibridisasi dari luar tidak mungkin bisa dihindarkan.
Referensi:
Dewi, S. P. (2015). TRADISI REWANG DALAM ADAT PERKAWINAN KOMUNITAS JAWA DI DESA PETAPAHAN JAYA SP-1, KECAMATAN TAPUNG KABUPATEN KAMPAR. Jom Fisip, 2.
Hasbullah. (2012). REWANG: Kearifan Lokal dalam Membangun Solidaritas dan Integrasi Sosial Masyarakat di Desa Bukit Batu Kabupaten Bengkalis. Jurnal Sosial Budaya, 232.
Syukur, M. (2018). Dasar-Dasar Teori Sosiologi. Depok: PT Raja Grafindo Persada.
Suku Jawa, dari Antropologi, Etimologi, Asumsi sampai Pengaruh Hindia
Sejarah Pesantren dan Kaitannya Dengan Ajaran Siwa-Budha
Jaranan, Usaha Eksistensial Ajaran Budi Luhur Bangsa Nusantara
Tembang Pangkur Sindiran untuk Manusia Modern
Perjalanan Pencarian Jati Diri dan Cinta Sejati
Membingungkan! Gagal Sebagai Tuan Rumah PD U-20, Makanya yang Kompak! Kok, Sembrana!