Rumah di Jalan Buntu, Cerita Pendek MAHESH BHARGAVA

MAHESH BHARGAVA, cerpenis India. Cerpen versi asli dimuat dalam Majalah India Perspectives, February 1994

17 November 2022, 19:12 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Sastra — Rumah di Jalan Buntu, Cerita Pendek MAHESH BHARGAVA

KEEMPAT orang anak muda ini ialah Biman Guha, Paritosh Sen, Mayank Chatterji, dan Surajit Gangguly, sering tampak bersama-sama. Di kampus, mereka dikenal dengan julukan ”Empat Sekawan”. Minat mereka yang sama terhadap sastra, seni, dan cerita-cerita petualangan rupanya telah menjalin suatu ikatan yang sangat kuat di antara mereka. Seperti anak-anak muda lainnya yang sebaya dengan mereka, mereka tidak pernah terlihat ikut berebutan dan berdesak-desakan membeli karcis untuk menonton pertunjukan perdana sebuah film hits atau bergerombol di sebuah restoran. Keempat orang ini lebih suka naik sepeda ke danau pada sore hari untuk menikmati keindahan pemandangan tatkala sang mentari mulai beranjak ke peraduannya sehingga langit yang biru itu berangsur-angsur berubah warnanya menjadi merah keemas-emasan. Karena merasa bosan dengan rutinitas kehidupan sehari-hari selama liburan panjang musim panas dalam tahun 1950 itu, keempat anak muda ini lalu memutuskan untuk bertualang ke Allahabad dengan sepeda. Pada waktu itu, Allahabad dijuluki sebagai Mekkah-nya kegiatan politik dan intelektual di India. Satu lagi yang menambah daya tarik kota ini, terutama bagi keempat sekawan ini ialah kesempatan untuk mandi suci di sanggam (tempat bertemunya sungai-sungai Gangga, Yamuna, dan Saraswati yang dianggap suci).

Mereka langsung mempersiapkan segala sesuatunya untuk melakukan perjalanan yang panjang itu dan akhirnya mereka berangkat pada minggu pertama bulan Mei. Pada umumnya, perjalanan mereka lancar dan tanpa gangguan apa-apa. Di setiap tempat, mereka mendapat sambutan hangat sehingga tidak sulit bagi mereka untuk mendapatkan tempat menginap di rumah-rumah penduduk di tempat-tempat yang mereka lewati. Dari Mughalsarai, mereka membelok ke arah Benaras untuk mengunjungi kuil Vishwanath yang tersohor itu serta Universitas Benaras dan tempat-tempat lainnya yang menarik. Mereka juga mencoba naik perahu di Sungai Gangga dan pengalaman yang mengasyikkan ini lama terpatri dalam ingatan mereka.

Dari Benaras, mereka terus berkayuh ke Allahabad. Setelah bermalam satu malam di sebuah desa tidak jauh dari kota tersebut, mereka sampai ke Allahabad pada sore harinya dan mampir di daerah Sheo Kuti di seberang jembatan dekat Phamhamau. Hari sudah mulai gelap sehingga mereka harus mencari tempat bermalam. Tetapi, di situ tidak banyak tempat untuk menginap. Dengan terus berkayuh sepeda akhirnya mereka sampai ke sebuah jalan yang tampaknya buntu. Akan tetapi, di tengah-tengah kegelapan itu mereka melihat dengan jelas sebuah bayangan bangunan tua yang terletak di ujung jalan tersebut. Rumah tersebut tampaknya seolah-olah memanggil-manggil mereka dan mereka sendiri merasakan adanya suatu dorongan yang sangat besar untuk menuju ke sebuah rumah di jalan itu. Jalan yang mereka tempuh itu tiba-tiba berakhir pada sebuah pintu gerbang besar terbuat dari besi. Di kedua sisi jalan itu tidak ada rumah-rumah, kecuali sebuah tembok yang sudah roboh. Jadi, jelaslah bahwa jalan itu sengaja dibuat untuk rumah yang satu ini. Pada papan nama yang terbuat dari marmer yang terpajang di pintu gerbang tersebut tertulis nama ”Raj Griha” dan Raja Prasanna Kumar Roy, Pengacara. Mereka gembira karena telah menemukan sebuah rumah milik orang Bengala sehingga mereka dapat menumpang bermalam di sana. Pada mulanya, mereka ragu-ragu untuk memasuki pintu gerbang itu karena rumah tersebut tampaknya sepi dan tidak ada penghuninya. Halamannya cukup luas, tetapi telah disemaki oleh rumput-rumput panjang dan tanaman-tanaman liar. Hampir semua patung-patung kecil yang terbuat dari marmer yang dipajang di jalan masuk ke rumah itu telah pecah-pecah. Kolamnya pun sudah kering. Hanya di suatu sudut terdapat tumpukan air yang sudah lama tidak disapu sehingga tumpukan debunya sudah menebal. Ketika mereka mengintip ke dalam rumah melalui celah-celah pintu, mereka seolah-olah mendengar suara yang mempersilakan mereka masuk.

Terkait

Terkini