Sampah dan Tantangan Daur Ulangnya (Catatan Perjalanan)
Menurut Wilson Pandhika, Sekjen Indonesian Plastics Recyclers (IPR), keterbatasan perlengkapan canggih untuk daur ulang masih jadi kendala. Selain itu, pasar bahan plastik daur ulang dinilai produk kualitas relatif rendah hingga tuntutan kualitas jadi rendah.
Nusantarapedia.net, Jurnal | Lingkungan Hidup — Sampah dan Tantangan Daur Ulangnya (Catatan Perjalanan)
” ‘Plastic Credit’ yang sudah diterbitkan kemudian dijual kepada pihak industri, baik industri hulu penghasil bijih atau produk plastik maupun industri hilir pengguna plastik, sebagai bagian dari tanggung jawab mereka dalam pencegahan dan pengendalian plastic pollution.”
Sampah tidak hanya merupakan masalah lingkungan, tetapi juga masalah sosial. Di Hari Lingkungan Hidup ini, penulis sempatkan diri mengunjungi Tempat Pembuangan Sampah (TPS) terbesar di Kabupaten Klaten, yang bertempat di Desa Troketon, Kecamatan Pedan Kabupaten Klaten.
Sempat tercengang, kurang lebih setahun lalu, saat memasuki area TPS, lahan TPS masih begitu luas. Seolah masih bisa menampung sampah 10 tahun lagi, dari jauh menatap tumpukan sampah yang meninggi.
Beberapa waktu lalu, menapakkan kaki di TPS yang sama ini, seolah sudah tak ada tempat. Harus menepi minggir ke tepian jalan yang berbatasan dengan lahan petani setempat agar truk-truk pengangkut sampah bisa lewat.
Bau busuk sampah seperti menempel di hidung saking dekatnya gunung sampah dengan tempat saya berdiri.
Syahroni (39), koordinator pengelola TPS Troketon, begitu semangat menyambut kedatangan saya. Seolah ia tahu apa yang ada di pikiran saya?
“Bingung, ya, Mbak? Ya, beginilah,” kelakarnya
“Wah … wah! Tempatnya sudah habis ya, Bang?” Pertanyaan retoris terlontar ringan dari mulut saya.
“Padahal baru setahun lalu, ya, Mbak, kita ketemu di sini. Ngobrol tempatnya masih luas banget,”
Setiap hari timbunan sampah diangkut truk-truk dari seluruh daerah di Kabupaten Klaten. Ada 180 – 200 kubik perharinya TPS ini menampung sampah. Lahan seluas kira-kira 7 hektar ini diperkirakan akan habis oleh timbunan sampah sekitar 2 hingga 3 tahun lagi.
Pemerintah telah menyiapkan lahan baru tak jauh dari area itu untuk ke depannya menampung sampah setelah area penuh. Di dekat TPS sudah di bangun petak-petak bercekung-cekung, guna menampung air lindi (air sampah) agar bisa didaur kembali, entah menjadi pupuk atau olahan lain yang bermanfaat nantinya.
Mendaur ulang sampah anorganik, tidak semudah membicarakannya. Indonesia adalah penghasil sampah plastik terbesar setelah Tiongkok. Kesadaran masyarakat tentang pengelolaan masih begitu rendah. Begitu juga tanggung jawab perusahaan-perusahaan terhadap sampah pun masih minim.
Data Sustainable Waste Indonesia (SWI), kurang dari 10% sampah plastik terdaur ulang dan lebih 50% tetap berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA).
Kemampuan masyarakat Indonesia dalam mendaur ulang sampah plastik tak sebanding dengan guyuran sampah yang masif terus menerus setiap waktu.
Kita melihat, belakangan bermunculan entitas-entitas peduli lingkungan yang mencoba melakukan terobosan pemanfaatan sampah organik dan anorganik. Seperti usaha budi daya maggots yang memanfaatkan sampah organik sebagai media pertumbuhan dan bahan makanan untuk maggotnya. Namun, upaya ini belumlah optimal. Kebutuhan atau permintaan maggot masih relatif rendah.
Kesadaran akan alternatif sumber pangan yang lebih berkualitas masih rendah, sehingga mempengaruhi tingkat produksinya dan konsumsinya.
Kata Wilson Pandhika, Sekjen Indonesian Plastics Recyclers (IPR), daur ulang, selain efektif mengurangi timbunan sampah, juga memulihkan material serta menghemat energi karena hanya membutuhkan sekitar 15-25% dari pada energi yang perlu untuk produksi produk berbahan plastik murni.
Namun, daur ulang plastik punya imej buruk karena kualitas rendah, kotor, bau dan dinilai murah. Karena itu penting ada edukasi masyarakat mengubah pandangan terhadap pendaur ulang plastik di Indonesia dan peran circular economy.
Tantangan Daur Ulang
Menurut Wilson Pandhika, Sekjen Indonesian Plastics Recyclers (IPR), keterbatasan perlengkapan canggih untuk daur ulang masih jadi kendala. Selain itu, pasar bahan plastik daur ulang dinilai produk kualitas relatif rendah hingga tuntutan kualitas jadi rendah.
Dari segi harga, karena sampah tak terpilah dari sumber, biaya pemilahan dan pembersihan jadi mahal, juga bergantung sektor informal yang kurang efisien.
Rantai pasokan panjang dari sumber sampah sampai ke pendaur ulang juga bikin biaya transportasi tinggi dan melibatkan perantara.
Tantangan yang paling mendasar adalah kesadaran intrinsik masyarakat itu sendiri dalam memperlakukan sampah plastik
Jenis plastik paling banyak didaur ulang saat ini adalah rHDPE, rPET dan rPP. Pasar utama rPET Indonesia adalah diber, kemasan, dan karung.
Tanggal 1 Maret 2022 lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dalam rangkaian Hari Peduli Sampah Nasional Tahun 2022 menggelar webinar yang bertajuk “Plastic Credit, Gagasan Baru Solusi Pengurangan Sampah Plastik.
Mengutip dari laman resmi Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Secara ringkas, plastic credit adalah kredit yang bernilai 1 ton sampah plastik yang sebelumnya belum terkumpul atau terdaur ulang, kemudian dapat dikumpulkan atau didaur ulang oleh pihak tertentu yang terdaftar dalam platform khusus.
Sampah plastik yang berhasil dikumpulkan dan dicegah bocor ke lingkungan akan mendapat Waste Collection Credits (WCCs) dan sampah plastik yang berhasil didaur ulang akan mendapat Waste Recyling Credits (WRCs).
Plastic Credit yang sudah diterbitkan kemudian dijual kepada pihak industri, baik industri hulu penghasil bijih atau produk plastik maupun industri hilir pengguna plastik, sebagai bagian dari tanggung jawab mereka dalam pencegahan dan pengendalian plastic pollution.
Plastic Credit yang dibeli oleh pihak industri kemudian dicairkan dananya dan diserahkan kepada pemilik Project atau pihak produsen untuk “mengganti” seluruh atau sebagian biaya investasi dan operasional pengumpulan dan/atau pendauran ulang yang sudah dilaksanakan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, dalam webinarnya mengatakan bahwa dengan munculnya gagasan-gagasan baru untuk mendukung pengurangan sampah oleh produsen, akan semakin banyak produsen yang melaksanakan kewajiban untuk mengurangi sampah kemasannya melalui pelaksanaan peta jalan.
Sebagai sebuah gagasan baru saya berharap plastic credit dapat menjadi pilihan solusi pengurangan sampah plastik tidak sebatas “fantasy”.
Yuk, bijak mengelola sampah!
#Refleksi Hari Lingkungan Hidup 2022
Mobil Listrik, Kelebihan dan Kekurangan Menyambut Transformasi Energi
Bengawan Solo, Melintas Area dan Lini Masa (1)
Jelang Senja Menuju Samudra
Gelayut Mendung di Parangtritis
Sampah Masyarakat, Kata Siapa? Tak Berguna