Sedimen Laut Apa Pasir Laut? Terpenting Ekologi Selamat, Kedaulatan Pesisir Kepri Aman

19 September 2024, 11:44 WIB

Nusantarapedia.net | OPINI, LINGKUNGAN HIDUP — Sedimen Laut Apa Pasir Laut? Terpenting Ekologi Selamat, Kedaulatan Pesisir Kepri Aman

Oleh : B Ari Koeswanto ASM 

– Pemerintah berdalih, bahwa yang dikeruk bukan pasir laut, melainkan sedimen laut. Itu sah-sah saja argumentasinya. Tetapi logiskah, karena pasir laut itu sendiri adalah bagian dari sedimentasi laut yang alami –

“Nah, di sinilah entitas di Kepulauan Riau harus dilindungi, jangan sampai kasus ‘Batam-Rempang-Galang’ terjadi lagi, dengan alih-alih mengintegrasikan kawasan di Semenanjung Malaya untuk dijadikan kawasan terintegrasi antara Singapura, Malaysia dan Indonesia. Bukankah ini lebih ke kepentingan mereka saja?”

PEMERINTAH kembali membuka keran ekspor sedimen laut, yang secara logis di dalamnya juga terdapat pasir laut. Secara awam dimaknai sebagai ekspor pasir laut.

Aktifitas ekspor ini telah terhenti 20 tahun lamanya, sejak pelarangan ekspor pasir laut melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 33 Tahun 2002 Tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut, era Presiden Megawati. Kini ekspor telah dibuka kembali melalui dua aturan turunan dari dasar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 Tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, yakni: Permendag Nomor 20 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2023 Tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor, dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 Tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.

Apa urgensinya, yang mana pelarangan ekspor selama dua puluh tahun, tentu bertujuan untuk melindungi ekologi laut dan pesisir, bagaimana agar ekosistem/habitat di dalamnya lestari, bermanfaat bagi masyarakat pesisir yang terintegrasi secara kultural, yang di dalamnya terdapat aspek; teritorial, berwawasan ekologi dan keberlanjutan. Keberlanjutan dalam arti; ekosistem itu sendiri dan penghargaan akan entitas asli kelautan di dalamnya untuk dapat mengambil keuntungan secara berkelanjutan.

Ada kekhawatiran bila ekspor sedimen/pasir laut dieksploitasi secara besar-besaran, yakni akan menyisakan problem ekologi yang berantai, termasuk masyarakat di dalamnya. Kabar yang tersiar dengan nilai potensi ekonomi sebesar Rp600 triliun bakal didapatkan, apakah ada jaminan kembali untuk kemakmuran rakyat pesisir dan pemasukan APBN yang tidak bocor. Ya, kalau benar ada jaminan tidak ada kebocoran, kalau cuma menguntungkan beberapa kelompok dan negara pengimpor, untuk apa dilakukan, yang mana tidak sepadan dengan kerusakan lingkungan, hancurnya ekosistem dan mencerabut entitas kelautan secara kultural, yang mana mereka rerata adalah masyarakat nelayan atau petani garam atau usaha kerakyatan lainnya di bidang kebaharian (kelautan) dalam kategori tradisional, yang tentu tidak akan merusak ekosistem (ekologi).  

Pada umumnya, masyarakat asli pesisir yang turun-temurun, yang bagian ini perlu dilindungi, atau sering dilupakan dalam proyek-proyek kelautan, seperti reklamasi pantai utara Jakarta, contohnya, adalah kekawatiran nyata dari aktifitas pengerukan sedimen/pasir laut ini, bila praktiknya nanti sudah dalam kategori eksploitasi. Pasalnya, sebanyak 66 perusahaan telah mengantri untuk ambil bagian dari pengusahaan ini. Jelas ini industri yang menjanjikan sekaligus mengancam.

Belum lagi dampak secara teritori, yang mana aktifitas ini akan mengancam luas pesisir pantai (ancaman kedaulatan), karena, apakah ada jaminan kalau pesisir pantai tidak dikeruk, padahal zona pengerukan baik dalam kategori sedimen laut dan pasir laut tidak jauh dari zona pesisir. 

Terkait

Terkini