Sejarah DPR RI (1)

Sehubungan dengan maraknya unjuk rasa yang disebabkan kebijakan kenaikan BBM oleh pemerintah, maka tidak salah bila para pengunjuk rasa menyampaikan aspirasinya kepada lembaga DPR. Meski keputusan naik dan turunnya BBM ada dalam ranah eksekutif.

7 September 2022, 10:33 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Polhukam — Sejarah DPR RI (1)

PADA hari Selasa, 6 September 2022 kemarin, berlangsung di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), menggelar Rapat Paripurna dengan agenda, Rapat Paripurna Peringatan HUT ke-77 DPR RI dan Rapat Paripurna DPR RI ke-4 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022-2023 beragendakan pengambilan keputusan RUU tentang pertanggungjawaban APBN TA 2021.

Rapat paripurna tersebut sangat spesial, pasalnya di tengah Sidang/Rapat Paripurna dengan agenda peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) DPR RI yang ke-77, pun dengan Ketua DPR RI Puan Maharani yang juga ber-Ulang tahun. Puan, genap berusia 49 tahun yang lahir pada 6 September 1973. Ulang tahun Puan dan peringatan HUT DPR ke-77 tersebut menjadi sangat spesial karena bersamaan dengan maraknya unjuk rasa kenaikan BBM di Tanah Air.

DPR sebagai lembaga representasi dari rakyat, yang dianggap mewakili aspirasi dari rakyat, adalah tempat untuk menyambungkan kehendak rakyat melalui wakil-wakilnya yang duduk di DPR yang berangkat dari wadah ideologi partai politik. Namun demikian, pelaksanaan dari roda pembangunan (tata kelola pemerintahan), tetap berada di lembaga eksekutif, dalam hal ini adalah Presiden. Secara fungsi, DPR adalah lembaga pengawasan pemerintah, selain juga sebagai bagian dari pelaksanaan pemerintahan.

Sehubungan dengan maraknya unjuk rasa yang disebabkan kebijakan kenaikan BBM oleh pemerintah, maka tidak salah bila para pengunjuk rasa menyampaikan aspirasinya kepada lembaga DPR. Meski keputusan naik dan turunnya BBM ada dalam ranah eksekutif.

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), adalah salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat, terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum.

Negara dalam menjalankan tata kelola penyelenggaraan bernegara (pemerintahan) dilakukan pembagian kekuasaan dalam pemerintahan. Alasannya tentu agar tidak timbul kekuasaan yang absolut, atau mencegah pemerintahan yang absolut.

Pembagian kekuasaan yang dimaksud adalah pembagian pada institusi, menyangkut fungsi, dan personal dari pemerintahan, pendek kata sistem ketatanegaraan.

Indonesia yang mengenal dan menerapkan sistem “Trias Politika,” yaitu pembagian kekuasaan ke dalam kekuasaan eksekutif (pelaksana hukum), legislatif (pembuat hukum), dan yudikatif (pengaji hukum). (Pembagian kekuasaan tradisional menurut Montesquieu).

Namun demikian, Indonesia mengacu pada sistem presidensiil bukan parlementer, atau gabungan dari keduanya, terlebih ketika sudah dilakukannya perubahan konstitusi melalui amandemen UUD 1945 sebanyak 4 kali. Terutama pada poin pemilihan anggota DPR, Presiden dan Pemilihan lainnya dilakukan dengan pilihan langsung dan suara terbanyak. Pileg, Pilpres dan Pilkada langsung adalah produk amandemen UUD 1945, yang mana dimaknai sebagai berkurangnya peran dan fungsi legislatif (DPR), seperti; Presiden tidak lagi dipilih oleh DPR. Alasan sebaliknya adalah, guna tumbuhnya semangat demokrasi dan pemenuhan hak asasi.

Menurut Prof. Albert, di laman unair.ac.id, pembagian kekuasaan an yang ada di dunia dapat dikelompokkan menjadi 5 jenis, yaitu: Tradisional, Federal, Supranational, Foundational, dan Teoritis.

Pembagian kekuasaan dalam sistem Federal adalah ketika pemerintah daerah memiliki sistem trias politika sendiri yang berdaulat walaupun derajatnya masih dibawah pemerintahan nasional.

Supranational adalah sistem pembagian kekuasaan di Uni Eropa dimana mereka mempunyai sistem hukum yang berlaku untuk semua negara anggotanya, walaupun negara anggota mempunyai sistem hukum yang berdaulat sendiri.

Foundational adalah pembagian kekuasaan antara negara dengan agama, seperti pemisahan antara Pengadilan Umum dan Pengadilan Agama.

Teoritis menyatakan teori bahwa rakyat memegang kekuasaan tertinggi dan pemerintah hanya memiliki kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan keinginan rakyat

Sistem pembagian kekuasaan diharapkan sebagai check and balance antar sesama lembaga untuk alasan transparansi, good government, dsb.

Fungsi DPR

Lembaga DPR di Indonesia mempunyai 3 fungsi utama, yakni; fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan.

1) Fungsi legislasi, DPR memiliki tugas dan wewenang:
• Menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
• Menyusun dan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU)
• Menerima RUU yang diajukan oleh DPD (terkait otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; pengelolaan SDA dan SDE lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah)
• Membahas RUU yang diusulkan oleh Presiden ataupun DPD
• Menetapkan UU bersama dengan Presiden
Menyetujui atau tidak menyetujui peraturan pemerintah pengganti UU (yang diajukan Presiden) untuk ditetapkan menjadi UU

2) Fungsi anggaran, DPR memiliki tugas dan wewenang:
• Memberikan persetujuan atas RUU tentang APBN (yang diajukan Presiden)
• Memperhatikan pertimbangan DPD atas RUU tentang APBN dan RUU terkait pajak, pendidikan dan agama
• Menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang disampaikan oleh BPK
• Memberikan persetujuan terhadap pemindahtanganan aset negara maupun terhadap perjanjian yang berdampak luas bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara

3) Fungsi pengawasan, DPR memiliki tugas dan wewenang:
• Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN dan kebijakan pemerintah
• Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang disampaikan oleh DPD (terkait pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan SDE lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan agama)

Tugas dan wewenang DPR lainnya secara umum dan khusus, antara lain:
• Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi rakyat
• Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk: (1) menyatakan perang ataupun membuat perdamaian dengan Negara lain; (2) mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial.
• Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam hal: (1) pemberian amnesti dan abolisi; (2) mengangkat duta besar dan menerima penempatan duta besar lain
• Memilih Anggota BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD
Memberikan persetujuan kepada Komisi Yudisial terkait calon hakim agung yang akan ditetapkan menjadi hakim agung oleh Presiden
• Memilih 3 (tiga) orang hakim konstitusi untuk selanjutnya diajukan ke Presiden

Sejarah Berdirinya DPR RI

Sejarah HUT ke-77 DPR RI yang baru saja diparipurnakan tersebut, dihitung sejak Indonesia merdeka 1945, dalam masa Periode KNIP. Pasca sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang dikenal sebagai Undang-undang Dasar 1945. Maka mulai saat ini, penyelenggara negara didasarkan pada ketentuan-ketentuan menurut Undang-undang Dasar 1945.

Sesuai dengan ketentuan dalam Aturan Peralihan, tanggal 29 Agustus 1945, dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat atau KNIP beranggotakan 137 orang. Komite Nasional Pusat ini diakui sebagai cikal bakal badan Legislatif di Indonesia, dan tanggal pembentukan KNIP yaitu 29 Agustus 1945 diresmikan sebagai hari jadi DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA.

Sejarah terbentuknya DPR RI secara garis besar dapat dibagi menjadi empat periode:
I Volksraad (1916-1943)
II Masa perjuangan Kemerdekaan (1943-1945)
III Dibentuknya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) (1945-1950)
IV Masa Peralihan UUDS 50 (1950 – saat ini)

Bersambung bagian 2

Sejarah DPR RI (2)
Indonesia Negara Demokrasi, Sampaikan (Unjuk Rasa) dengan Baik
Ulang Tahun di Tengah Peringatan Ulang Tahun dan Demo BBM
11 April Potret Sosial Teks Indonesia (1)
Beras Setra I Premium Rp.14.522, Harga Sembako di Jakarta Hari Ini 6 September
Prediksi 4 Koalisi Menuju Pilpres 2024, Daftar Lengkap Hasil Pemilu 2019 Parpol Sebagai Dasar Perhitungan dan Strategi 2024 (1)

Terkait

Terkini