Sejarah Klaten

- Tahun 1950, pasca Indonesia merdeka, melalui UU No.13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Tengah, maka lahirlah Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Klaten -

8 Agustus 2022, 23:56 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Sejarah — Sejarah Klaten

“Pada tahun ini, diciptakanlah motto-motto setiap daerah sebagai identitas Kabupaten. Untuk Klaten dengan motto: ‘Tumenga tata anggatra rahardja’ yang artinya “Menatap keharmonisan demi membangun kesejahteraan.”

SELAMAT untuk Kabupaten Klaten yang genap berusia 218 tahun sejak kelahirannya tanggal 28 Juli 1804 – 28 Juli 2022 Masehi. Harapannya, Klaten yang “Toto Tentrem Kerta Raharja.”

Sejarah Berdirinya Klaten dari Masa ke Masa

Sejarah Klaten tercantum dalam:
Babad Tanah Jawi dan Babad Sindula
Babad Giyanti
Babad Bedhahipun Karaton Negari Ing Ngayogyakarta
Soerakarta Brieven van Buiten Posten, Brieven van den Soesoehoenan tahun 1784-1810
Reporten 1787-1816.
Daghregister van den Residentie Soerakarta 1819
Rijksblad Soerakarta dan Staatblad van Nederlandsche Indie.

Catatan mengenai daerah Klaten terdapat dalam Serat Perjanjian Dalem Nata, Serat Ebuk Anyar, Serat Siti Dusun, Sekar Nawala Pradata, Serat Angger Gunung, Serat Angger Sedasa dan Serat Angger Gladag.

Daerah Klaten pada masa pemerintahan Mataram Kuna abad ke-8 hingga 10, merupakan perkampungan yang sudah maju. Mengingat geografi tanah di Klaten yang datar, subur dan relatif aman dari jalur lahar Merapi, karena berada di utara dan timur aliran sungai tersebut.

Diduga, kedaton atau rumah raja-raja Mataram kuna ada di sekitar daerah Klaten, seperti Jogonalan, Prambanan, Manisrenggo.

Desa seperti Upit, sekarang Ngupit telah dibangun sekitar tahun 11 November 866 M, di masa pemerintahan Rakai Kayuwangi di Medang Mataram. Kemudian tahun 748 Saka, istri Rakai Bawan membatasi sima berupa sawah seluas 4 tampah, yang mana sawah tersebut hasilnya untuk Vihara Abhayananda, sekarang menjadi desa Bawan. Kedua desa tersebut merupakan desa yang ada di Klaten.

Mataram kuna sebagai kota seribu candi digambarkan dengan istilah “kelathi:kelathian” yaitu puncak-puncak candi. Selanjutnya istilah kelathian menjadi Klaten, karena banyaknya candi dengan atap-atap atau puncak candi yang terlihat indah sebagai tempat pemujaan.

Pada saat pemerintahan kerajaan-kerajaan di Jawa telah menjadi Islam, wilayah Klaten berdiri dua kedatuan besar, yaitu Kedatuan Bayat atau Sunan Pandanaran di Bayat, dan Kedatuan Maghribi atau Ki Ageng Gribig di Jatinom.

Selanjutnya dari masa ke masa, Klaten terus tumbuh. Meski tidak banyak ditemukan catatan pada periode Mataram poros Prambanan maupun Medang Jawa Timuran, namun diduga telah berlangsung mobilitas yang tinggi di daerah tersebut, karena letaknya yang strategis. Dekat dengan Prambanan, Magelang, Kota Gede/Kerta, Pleret, Pajang, Kartasura, hingga Surakarta dan Yogyakarta.

Pada tahun 1749, Hindia Belanda belum terbentuk, masih berupa pemerintahan kerajaan yang sudah diintervensi oleh pihak Belanda (VOC), yang mana terjadi perubahan susunan penguasa di Kabupaten (Kadipaten) dan Distrik. Untuk Jawa dan Madura, semua provinsi dibagi atas kabupaten-kabupaten, kabupaten terbagi atas distrik-distrik, dan setiap distrik dikepalai oleh seorang wedana.

Sistem provinsi tersebut, Belanda melanjutkan sistem pembentukan daerah-daerah provinsi yang diinisiasi oleh Sultan Agung Mataram.

Selanjutnya, pada masa pemerintahan Nagari Keraton Kasunanan Surakarta, melakukan peletakan batu pertama pembangunan Benteng atau Loji di Klaten di masa pemerintahan Sunan Paku Buwana IV, dimulai pada hari sabtu Kliwon, 12 Rabiulakir, Langkir, Alit 1731, atau tahun Masehi 28 Juli 1804 dengan sengkalan “Rupa Mantri Swaraning Jalak“.

Ditetapkan dengan dasar hukum Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2007 sebagai Hari Jadi Kabupaten Klaten yang diperingati setiap tahun.

Sumber sejarah ini dapat ditemukan dalam Babad Bedhaning Ngayogyakarata dan Geger Sepehi (1812), peristiwa penyerangan Keraton Yogyakarta oleh tentara Inggris.

Setelah pemerintahan Hindia Belanda terbentuk sebagai pemerintahan yang rapi, tahun 1847 bentuk Kabupaten diubah menjadi Kabupaten Pulisi.

Kabupaten Pulisi terbentuk pada Senin Legi 23 Jumadilakhir Tahun Dal 1775 atau 5 Juni 1847, berdasarkan Nawala Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwana Senopati Ing Alaga Abdul Rahman Sayidin Panata Gama VII, dalam bab 13, di antaranya disebutkan:

“Kraton Dalem Surakarta Adiningrat Nganakake Kabupaten cacah enem. Kabupaten cacah enem iku Nagara Surakarta, Kartosuro, Klaten, Boyolali, Ampel, lan Sragen.”

Pada tahun 1914 pembentukan Kelurahan, merupakan penggabungan dari beberapa Dukuh. Merupakan tahun penting pengalihan tanah pituas yang semula untuk gaji Bekel, Demang, Ronggo, dan Ngabei, diberikan pada kelurahan sebagai milik desa yang kemudian menjadi lungguh pamong desa. Struktur organisasi Kelurahan terdiri dari Lurah, Kamituwa, Carik, Kebayan, Modin, dan Ulu-ulu.

Tahun 1917, merupakan masa kompleks di beberapa onderdistrik, penggabungan Kelurahan, karena ada beberapa Kelurahan yang tidak mempunyai tanah untuk kas desa maupun untuk lungguh pada pegawainya.

Tahun 1950, pasca Indonesia merdeka, melalui UU No.13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Tengah, maka lahirlah Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Klaten.

Pada tahun ini, diciptakanlah motto-motto setiap daerah sebagai identitas Kabupaten. Untuk Klaten dengan motto: “Tumenga tata anggatra rahardja” yang artinya “Menatap keharmonisan demi membangun kesejahteraan.”

Selanjutnya, pada tahun 1957, beberapa Kelurahan digabungkan bahwa setiap Kelurahan paling sedikit harus berpenduduk 1300 orang untuk daerah perkotaan.

Terkait

Terkini