Sejarah Masjid “Tiban” Baitur Riyadloh Keposong, Tamansari Boyolali (1)

Situs bersejarah yang berada di Dukuh Keposong tersebut termasuk dalam kategori bangunan bersejarah yang masih dilestarikan dan digunakan sampai saat ini sebagai bangunan hidup (living monument).

1 Juni 2022, 20:23 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Sejarah — Sejarah Masjid “Tiban” Baitur Riyadloh Keposong, Tamansari Boyolali

“Bangunan tersebut adalah Masjid Jami Baitur Riyadloh. Dalam cerita tutur, legenda atau mitos masyarakat sekitar dinamakan sebagai Masjid “Tiban.” Masjid “Tiban” Jami Baitur Riyadloh ini terletak di Dukuh Keposong, Desa Keposong.”

Desa Keposong adalah kesatuan wilayah hukum dalam pembagian wilayah administratif di bawah Kecamatan Tamansari, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Tamansari merupakan kecamatan baru hasil dari pemekaran Kecamatan Musuk pada tanggal 4 Februari 2019.

Berdasarkan data monografi Pemerintah Desa Keposong dari sumber sensus 2020 boyolalikab.bps.go.id. Desa Keposong dengan luas wilayah 4.29 km², dengan jumlah KK 1.274 (Kartu Keluarga) atau 3.832 jiwa. Desa Keposong terdiri dari beberapa Padukuhan atau Dusun, seperti Dukuh Keposong, Dukuh Pulerejo, Karangrejo, Tegalsari, Kwarangan. Salah satu tempat pusat atau titik penting sejarah berdirinya Desa Keposong terletak di Dukuh Keposong yang saat ini sebagai tempat berdirinya Masjid Baitur Riyadloh.

Abstrak (Gambaran Umum)

Desa Keposong di sebelah timur yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Klaten (Desa Mundu) ini, menyimpan jejak peradaban kuno di dalamnya, yaitu adanya “Situs” bersejarah.

Situs bersejarah atau situs warisan merupakan sebuah lokasi resmi atau khusus, di mana terdapat bagian sejarahnya dari entitas kebudayaan atau sosial budaya masyarakat yang dilestarikan oleh masyarakat atau kelompok karena mengandung nilai-nilai warisan budaya atau peninggalan budaya.

Situs bersejarah biasanya dilindungi oleh hukum, diakui dan dilestarikan oleh masyarakat maupun pemerintah. Situs bersejarah dapat berupa bangunan, lanskap, struktur apapun yang memiliki makna dan nilai.

Situs bersejarah yang berada di Dukuh Keposong tersebut termasuk dalam kategori bangunan bersejarah yang masih dilestarikan dan digunakan sampai saat ini sebagai bangunan hidup (living monument).

Bangunan tersebut adalah Masjid Jami Baitur Riyadloh. Dalam cerita tutur, legenda atau mitos masyarakat sekitar dinamakan sebagai Masjid “Tiban.” Masjid “Tiban” Jami Baitur Riyadloh ini terletak di Dukuh Keposong, Desa Keposong.

Pemahaman Kata “Tiban” Dalam Penyebutan Masjid “Tiban” Baitur Riyadloh

Kata “tiban” dari kata “tiba” yang artinya jatuh, yaitu sesuatu benda yang jatuh dari atas. Atas yang dimaksud adalah langit. Dengan demikian, Masjid Baitur Riyadloh tersebut diyakini sebagai Masjid “Tiban” atau masjid yang berasal dari kehendak Tuhan (Allah), karena masjid ini secara tiba-tiba ada di tengah-tengah masyarakat, bersifat ajaib.

Secara filosofi dan spiritual masjid ini merupakan wahyu dari langit atas kehendak Tuhan sebagai perintah untuk didirikan masjid sebagai sarana dan prasarana ibadah umat Islam di Keposong dan sekitarnya.

Dengan demikian, Masjid “Tiban” Baitur Riyadloh yang dimaksud sebenarnya adalah perlambang filosofis atau simbolisasi sebagai perintah untuk mendirikan masjid atau perintah meng-Islamkan masyarakat dalam siar dan dakwah yang dilakukan oleh para Waliyullah, Sunan, Umaro atau Raja (kekuasaan pemerintahan).

Jelas sudah bahwa kata “Tiban” tersebut adalah perintah untuk mendirikan masjid. Timbul pertanyaan! kapan masjid tersebut dibangun? pada era pemerintahan/kerajaan siapa? dan atas perintah siapa?

Observasi Masjid “Tiban” Baitur Riyadloh

Dari liputan khusus tim media NPJ di lapangan, dengan mengumpulkan bukti-bukti literasi (catatan) yang ada dari keberadaan sejarah Kedatuan Ki Ageng Gribig Jatinom-Klaten, serta wawancara dengan narasumber masyarakat Dukuh Keposong, tim NPJ menganalisis sejarah berdirinya Masjid Baitur Riyadloh dari era sebelum dibangun masjid (situs kuno) hingga berdirinya masjid saat ini.

Dari pengamatan tersebut, dengan kesimpulan bahwa lokasi Masjid Baitur Riyadloh saat ini didefinisikan sebagai “Situs Sejarah.” Situs tempat didirikan masjid diduga sudah ada dan digunakan oleh “masyarakat/penduduk” sejak era kerajaan Mataram kuno sekitar abad ke-9 hingga 10 Masehi.

Namun sejarah yang paling dekat, keberadaan situs Masjid Baitur Riyadloh berkaitan erat dengan sejarah Kedatuan Ki Ageng Gribig Jatinom Klaten, yang saat ini tempat tersebut sebagai makam dari Ki Ageng Gribig.

Hubungan antara Masjid Baitur Riyadloh dengan Kedatuan Ki Ageng Gribig tidak terdapati bukti literasinya, namun dipercayai oleh masyarakat di sekitar poros Jatinom – Keposong, bahwa kedua tempat tersebut terdapati hubungan historis dalam rangka siar dan dakwah agama Islam.

Untuk diketahui bahwa, jarak lokasi dari makam Ki Ageng Gribig di Jatinom-Klaten dengan Masjid Baitur Riyadloh sekitar 9 kilometer.

Pada saat perayaan Grebeg Saparan Ya Qowiyyu atau Sebaran Apem, masyarakat dari jama’ah Masjid Baitur Riyadho berkunjung ke Jatinom untuk turut serta dalam peringatan tersebut hingga saat ini, salah satunya dilakukan dengan ber-Sodaqoh apem kepada Ki Ageng Gribig melalui pengurus Ya Qowiyyu untuk selanjutnya digunakan dalam prosesi sebaran apem.

Dalam liputan khusus kali ini, tim NPJ mewancarai narasumber dari tokoh masyarakat yang bisa menjelaskan sejarah berdirinya Masjid “Tiban” Baitur Riyadloh serta dalam hubungannya dengan Kedatuan Ki Ageng Gribig Jatinom dan berdirinya Dukuh Keposong, sejauh yang diketahuinya.

Narasumber tersebut yaitu, Hardo Tulabi (68) selaku sesepuh dan jama’ah masjid. Juwari (58) selaku takmir masjid Baitur Riyadloh. Nur Cholis Madjid (45) tokoh pemuda. Ketiganya beralamat di Dukuh Keposong.

Dalam telusur dan bedah sejarah berdirinya Masjid Baitur Riyadloh dan kaitannya dengan “Situs Masjid Keposong” ini, tidak terlepas dari sejarah berdirinya Dukuh Keposong. Karena, menelusuri jejak sejarah Masjid Baitur Riyadloh sama halnya dengan mengungkap sejarah berdirinya Dukuh Keposong. Hal ini dikarenakan, umur dari “Situs Masjid Keposong” lebih tua dari kelahiran Dusun Keposong. Artinya, sebelum Dukuh Keposong menjadi perkampungan modern, situs ini telah ada, baik dari masa kerajaan Hindu-Buddha, masa Islam Kewalian, era Hindia Belanda, maupun era menjelang kemerdekaan Indonesia hingga kini.

Hasil dari wawancara dan observasi tersebut, didapatkan data-data primer dan sekunder yang terbagi dalam beberapa klasifikasi, yaitu menyangkut waktu, tokoh atau aktor sentral, artefak atau benda-benda arkeologis, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi. Selain itu juga didapatkan data berupa nama-nama fiksi dan makhluk gaib, mitologi-mitologi, serta nama toponimi Keposong.

Dari data-data tersebut, narasumber bisa menceritakan kronologi peristiwa sejarah keberadaan “Situs Masjid Keposong/Baitur Riyadloh” dari informasi turun temurun yang diceritakan dari peristiwa nyata yang terketahui jelas sumber-sumbernya dan dapat dipercaya, maupun informasi yang sifatnya cerita tutur, legenda, mitos-mitos, bahkan tahayul. yang mana masih perlu diolah dan diverifikasi lebih lanjut.

Informasi yang dihimpun dalam klasifikasi waktu, seperti meletusnya Gunung Lawu di Karanganyar, Jawa Tengah pada tahun 1885 dan aktivitas masjid pada tahun 1930-an.

Untuk data menyangkut tokoh, ada nama Kyai Idris dan Kyai Irsyad. Ada nama-nama tokoh yang bias, seperti Bagus Kentoling Alas putra dari Ki Ageng Gribig.

Informasi yang didapat dalam klasifikasi artefak atau benda-benda peninggalan, ada Watu (batu) Kemlasa, Mustaka Tiban, Tongkat Khotib berbentuk Tombak.

Di samping itu ada nama-nama tempat (toponimi) yang terkait dengan nama Dukuh Keposong, yaitu nama Nge-Song dan Watu Singkal.

Untuk nama-nama tokoh fiksi atau tokoh alam gaib, yaitu ada nama Mbah Singajaya, Mbah Tuguwana, Jegangjoyo, Samsiyem, Begijik, dan Mbah Dangkewo.

Dari sumber informasi yang dihimpun, tim NPJ mencoba menganalisis sejarah berdirinya Masjid “Tiban” Baitur Riyadloh (situs) dengan pendekatan periodesasi waktu. Periodesasi waktu yang dimaksud didasarkan pada era dan masa pemerintahan yang berkuasa. dari era Mataram kuno (Medang i Mataram), politik global islam, Islam kewalian, Hindia Belanda, hingga era Indonesia merdeka.

Selain itu, menafsirkan makna simbolisasi, cerita tutur, legenda, mitos-mitos untuk dikonversikan ke dalam narasi-narasi yang logis dengan pencocokan angka keberlangsungan peristiwa.

Di luar metode-metode di atas, tim NPJ juga melakukan bedah peristiwa dengan metodologi “visi spiritual,” yakni dengan pendekatan olah spiritual dengan melihat keadaan masa lalu dengan menyusuri lorong waktu. Namun, teknik ini tidak termasuk ke dalam teknik metodologi sejarah berdasarkan pendekatan empirik. Tetapi, teknik ini cukup membantu sudut pandang tim penyusun dalam merumuskan narasi.

Mengungkap Keberadaan Situs Masjid “Tiban” Baitur Riyadloh Dengan Garis Waktu Keberadaan Kedatuan Ngibig Ki Ageng Gribig Jatinom

Esensinya, bedah sejarah berdirinya Masjid “Tiban” Baitur Riyadloh ini tidak terlepas dari keberadaan Kedatuan Ki Ageng Gribig Jatinom. Untuk itu, guna memudahkan dalam menyusun periodesasi waktu berdirinya masjid, berikut ini tim NPJ sajikan data-data ulama dan umaro yang memimpin di Kedatuan Ki Ageng Gribig Jatinom, yang juga hasil dari penyusunan tim NPJ di Kedatuan Ki Ageng Gribig Jatinom.

Kedatuan Al-Maghribi Ngibig (Kedatuan Ngibig) — Ki Ageng Gribig Jatinom

I Syeikh Maghribi (Ki Ageng Gribig I) tahun 1450
II Syeikh Gribig (Ki Ageng Gribig II) tahun 1475
III Syeikh Gribig II (Ki Ageng Gribig III) tahun 1500
IV Joko Dolog (Ki Ageng Gribig IV) tahun 1530
V Maulana Sulaiman (Ki Ageng Gribig V) tahun 1555
VI Maulana Sulaiman II (Ki Ageng Gribig VI) tahun 1580
VII Wasibagno Timur (Ki Ageng Gribig VII) tahun 1610
VIII Wasibagno Timur II (Ki Ageng Gribig VIII) tahun 1640
IX Wasibagno Timur III (Ki Ageng Gribig IX) tahun 1670
X Wasibagno Timur IV (Ki Ageng Gribig X) tahun 1700
XI Wasibagno Timur V (Ki Ageng Gribig XI) tahun 1725

Analisanya, Kedatuan Ki Ageng Gribig Jatinom yang terakhir berlangsung sekitar tahun 1725-an, atau diperkirakan pada pemerintahan Ki Ageng Gribig ke-XI. Pada tahun tersebut, Kedatuan Ki Ageng Gribig sengaja dimatikan (ditutup) oleh VOC Belanda, agar tidak mengganggu stabilitas politik kolonial Belanda di Jawa (Nusantara).

Setelah terketahui garis waktu Ki Ageng Gribig Jatinom seperti di atas, maka sejarah berdirinya Masjid “Tiban” Baitur Riyadloh dapat diverifikasi dengan nama-nama tokoh dan peristiwa yang terjadi di Jatinom dan di Keposong untuk mengetahui angka tahunnya.

Untuk menambah view lebih lebar mengenai Ki Ageng Gribig Jatinom, baca artikel dengan judul “Kedatuan Ki Ageng Gribig Jatinom Klaten dalam Historiografi Penyebaran Islam” dalam lima bagian artikel.

Berikut garis waktu sejarah situs berdirinya Masjid “Tiban” Baitur Riyadloh di Keposong.

(bersambung bagian 2)

Foto: ©2022/Npj/lipsus

Sejarah Masjid “Tiban” Baitur Riyadloh Keposong, Tamansari Boyolali (2)
Kedatuan Ki Ageng Gribig Jatinom Klaten dalam Historiografi Penyebaran Islam (1)
Pesanggrahan Pracimoharjo Paras Boyolali, Miniatur Keraton Surakarta
Simpang PB VI Selo, Patung Pakubuwono VI Simbol Perjuangan Melawan Belanda
Desa Wisata Lencoh Boyolali, Titik Pandang Indahnya Merapi
Ketep Pass, Paduan Sejuknya Wisata Alam dan Wisata Edukasi
Sejarah Kota Boyolali, Napak Tilas Perjalanan Ki Ageng Pandan Arang
Alun-alun dan Pergeseran Maknanya
Mudikku ke Klaten, Ke Mana Mudikmu? 60+ Rekomendasi Destinasi Wisata di Klaten Jawa Tengah (1)
Candi Sojiwan, How Beautiful Klaten’s Herritage!

Terkait

Terkini