Sejarah Singkat Pemalang
Selain nanas terdapat patung pahlawan sebagai simbol perjuangan rakyat dalam rangka melawan segala bentuk penjajahan. Hal yang umum ada di ruang publik kota-kota lainnya sebagai spirit perjuangan menuju kemerdekaan.

Nusantarapedia.net, Jurnal | Sejarah — Sejarah Singkat Kabupaten Pemalang
“Raden Sida Wini kemudian diangkat oleh entitas Pemalang menjadi Adipati Pemalang yang pertama, kemudian dilanjutkan oleh Kanjeng Jinogo Hanyokro Kusumo atau Darul Ambyah pada 24 Januari 1575. Peristiwa tersebut dijadikan sebagai hari jadi Kabupaten Pemalang.”
ALUN-ALUN merupakan ruang publik untuk aneka fungsi dan kepentingan. Menjadi tempat keramaian umum berkumpulnya warga masyarakat. Alun-alun juga berfungsi sebagai ruang terbuka hijau (Green Open Space).
Menurut Van Romondt (Haryoto, 1986:386), Alun-alun merupakan suatu lapangan terbuka yang luas dan berumput yang dikelilingi oleh jalan. Alun-alun digunakan untuk kegiatan masyarakat yang beragam. Pada dasarnya alun-alun itu merupakan halaman depan rumah, tetapi dalam ukuran yang lebih besar.
Alun-alun merupakan halaman rumah para penguasa, seperti raja, bupati, wedana, dan camat bahkan lurah. Halaman yang sangat luas di depan istana atau pendopo tempat kediamannya. Dijadikan sebagai pusat kegiatan masyarakat sehari-hari dalam kepentingan pemerintahan, militer, perdagangan, pendidikan, dan saat ini lebih sebagai ruang publik dan ruang terbuka hijau.


Seperti kebanyakan Alun-alun lainnya pada kota-kota di Indonesia, Alun-alun di tengah kota Grombyang (Pemalang) ini, selalu menjadi daya tarik masyarakatnya dengan segala hiruk pikuk dan pernak perniknya melakukan aktifitas dagang dan hiburan murah bagi masyarakatnya.
Tak ada yang luar biasa sebenarnya dari Alun-Alun Pemalang ini. Terdapat dua ikon “brand,” yang mencirikannya, yakni patung di tengah-tengah bangunan air mancur berupa patung buah nanas madu. Diketahui, Pemalang merupakan sentra produksi nanas, “Nanas Madu Belik,” namanya.
Selain nanas terdapat patung pahlawan sebagai simbol perjuangan rakyat dalam rangka melawan segala bentuk penjajahan. Hal yang umum ada di ruang publik kota-kota lainnya sebagai spirit perjuangan menuju kemerdekaan.
Di Alun-alun Pemalang ini, para pengunjung dapat merefresh pikiran sejenak bersama keluarga sambil menikmati kuliner yang dijajakan warga sekitar.
Kebanyakan pengunjungnya dari warga sekitar kota Pemalang saja, selebihnya para pengendara lintas antar kota, baik dari arah Jakarta ke Surabaya atau sebaliknya. Banyak yang beristirahat mampir sejenak untuk melanjutkan perjalanannya kembali. Tentu yang tidak melalui akses jalan tol.
Pantauan awak NPJ di sekitar Alun-alun pada Jum’at (08/04/2022), menjumpai seorang pengendara yang mampir di Alun-alun.
Ari, pengendara asal Solo, bersama istri dan tiga anaknya sengaja berhenti di Alun-alun ini, karena pas waktunya berbuka puasa ketika memasuki kota Pemalang. Ari beristirahat sejenak bersama keluarganya untuk berbuka puasa dengan menu makanan khas kota Pemalang, yaitu Nasi Grombyang dan Kupat Glabed.
Alun-alun Pemalang diwaktu malam, dipenuhi kerlap-kerlip lampu kereta kelinci dan odong-odong, sebuah pemandangan yang menjadikan khas dari ciri Alun-Alun di Indonesia.




Sejarah Singkat Kabupaten Pemalang
Pemalang pada masa kuno merupakan jalur perdagangan dengan bandar-bandar dagang pelabuhan di pesisir utara. Era ini berlangsung saat pemerintahan Ratu Sima di kerajaan Kalingga pada abad ke-5.
Sebelum pusat pemerintahan dipecah oleh keluarga Sanjaya ke Mataram (selatan) ke daerah poros Kedu-Yogyakarta. Wilayah pesisir utara Jawa sudah menjadi kota dengan keberadaan pelabuhan yang tersebar di pesisir utara Jawa dari Banten hingga Sidoarjo.
Pada era kerajaan Medang Jawa Timuran, wilayah Pemalang digunakan untuk pangkalan militer kerajaan Majapahit.
Pemalang menjadi bagian dari kerajaan Demak Bintoro sebagai jalur perdagangan yang penting di laut Jawa, terutama tumbuhnya kebudayaan muslim yang terus menghegemoni di pesisiran.
Sejak runtuhnya Demak dengan berpindahnya pusat pemerintahan ke Pajang (Surakarta), banyak daerah-daerah menjadi bebas. Pasca keruntuhan Demak menjadikan rebutan banyak kekuasaan. Jawa menjadi benar-benar pecah.
Pada waktu pemerintahan Pajang, Pajang sering gaduh, akibatnya banyak pejabat istana yang pergi meninggalkan keraton dan mencari tujuan baru ke banyak tempat.
Raden Sida Wini, adalah bangsawan asal Pajang yang sampai di wilayah Pemalang hingga kemudian dapat menanamkan pengaruhnya di bidang pemerintahan dan aspek kultural.
Raden Sida Wini kemudian diangkat oleh entitas Pemalang menjadi Adipati Pemalang yang pertama, kemudian dilanjutkan oleh Kanjeng Jinogo Hanyokro Kusumo atau Darul Ambyah pada 24 Januari 1575. Peristiwa tersebut dijadikan sebagai hari jadi Kabupaten Pemalang.
Dari catatan Rijklof Van Goens dalam buku W Fruin Mees, pada tahun 1575 Pemalang merupakan salah satu dari 14 daerah merdeka di Pulau Jawa, berarti tidak di bawah kekuasaan Pajang maupun persekutuan Surabaya juga kekuasaan Cirebon maupun Banten.
Namun akhirnya Pemalang tunduk pada Kesultanan Mataram setelah Mataram berhasil mengambilalih Pajang, dan Pemalang menjadi vasal dari Kesultanan Mataram. Tahun 1622, Pemalang menjadi apanase (daerah kekuasaan) Pangeran Purbaya dari Mataram.
Kemudian kekuasaan dilanjutkan oleh Raden Mangoneng atau Mangunoneng. Kekuasaannya berpusat di sekitar Dukuh Oneng, Desa Bojongbata saat ini. Raden Mangoneng merupakan pimpinan daerah yang anti VOC dan sepakat dengan pola kebijakan Sultan Agung.
Pada tahun 1652, Amangkurat II di Kartasura mengangkat Ingabehi Subajaya menjadi Bupati Pemalang.
Catatan selanjutnya oleh Hindia Belanda, tahun 1820 Pemalang diperintah oleh Bupati Mas Tumenggung Suralaya. Pada era ini Pemalang melalui Kanjeng Swargi atau Kanjeng Pontang terlibat dalam Perang Diponegoro mendukung pergerakannya.
Tahun 1832, ketika pemerintahan administratif Hindia Belanda semakin sempurna, Pemalang dijabat oleh Bupati Raden Tumenggung Sumo Negoro. Periode ini merupakan masa keemasan Pemalang dengan hasil pertanian di selatan meliputi padi, kopi, tembakau, dan kacang. Selain hasil laut di wilayah utara tentunya.
Perkembangan selanjutnya, Pemalang sudah membentuk semakin jelas sebagai daerah bentukan Hindia Belanda yang membagi ke dalam lima distrik.
Titik penting sebagai situs-situs berdirinya kekuasaan di Pemalang sebagai pusat kota berada di Desa Oneng atau Dukuh Oneng Desa Bojongbata, selanjutnya berada di daerah Ketandan merupakan pusat kabupaten yang kedua.
Pusat kabupaten yang sekarang ini berada di seputaran Alun-Alun Pemalang merupakan pusat kabupaten Pemalang yang ketiga.
(disarikan dari beberapa sumber)
Geopolitik dan Strategi Sultan Agung Menuju Kejayaan Nusantara di Pentas Dunia (1)
Widuri
Mataram Kartasura, Lahir dan Tumbuh dengan Pecah Belah (1)
Pantai Joko Tingkir, Di Bawah Pohon Cemara Ada Teh Poci dan Mendoan
Sejarah Perahu Kuna Punjulharjo dan Pantai Karang Jahe, Wisata Bahari di Rembang