Sengkarut Pasar Wuring, Pj Bupati Sikka Akan Tutup Pasar Wuring Terkesan Sewenang-wenang
Nusantarapedia.net | OPINI, POLHUKAM — Sengkarut Pasar Wuring, Pj Bupati Sikka Akan Tutup Pasar Wuring Terkesan Sewenang-wenang
Oleh : Marianus Gaharpung
“Pemkab Sikka tidak boleh terlalu saklek (tidak bisa ditawar-tawar) terhadap Pasar Wuring. Sengkarut Pasar Wuring pasti ada jalan penyelesaiannya. Kepastian hukum adalah suatu keharusan bagi warga masyarakat dengan berbagai aktivitas di suatu wilayah tetapi pemerintah harus lebih persuasif, cermat, transparan, berikan pelayanan yang baik agar tidak terkesan sewenang-wenang akan mengeksekusi Pasar Wuring.”
PASAR Wuring menjadi trending topik beberapa hari belakangan ini di Kota Maumere, Sikka-NTT. Perlu dikaji bahwa hukum administrasi (negara) adalah hukum publik sama seperti hukum pidana. Perbedaannya adalah hukum pidana sifatnya imperatif (mengikat/memaksa). Sehingga sanksinya adalah badan (penjara dll). Hukum administrasi sifatnya regulerent (mengatur).
Sanksi administrasi ditujukan kepada perbuatan pelanggarannya, sedangkan sanksi pidana ditujukan kepada si pelanggar dengan memberi hukuman berupa nestapa. Sanksi administrasi dimaksud agar perbuatan pelanggaran itu dihentikan. Sifat sanksinya “reparatoir”, artinya memulihkan pada keadaan semula.
Sanksi administratif adalah sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran administrasi atau ketentuan undang-undang yang bersifat administratif. Sanksi administratif dapat berupa denda, peringatan tertulis, pencabutan izin tertentu, dan lain-lain.
Dari sini sangat jelas bahwa ratio legis hukum administrasi (negara) untuk melindungi warga negara dari tindakan kesewenang-wenangan pejabat atau badan tata usaha negara. Oleh karena itu, dibuat Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara dan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan. Ada asas kepastian hukum; kemanfaatan; ketidakberpihakan; kecermatan; tidak menyalahgunakan kewenangan; keterbukaan; kepentingan umum; serta pelayanan yang baik. Dan penambahan satu asas adalah pengharapan yang pasti (legitimate expectation).
Dari asas-asas tersebut timbul pertanyaan kepada Pemkab Sikka, apakah selama ini Pemkab Sikka sudah memberikan sosialisasi Perda dan Peraturan Pemerintah tentang pengelolaan pasar dengan berbagai kriterianya? Jika dilihat dari aspek ketidakberpihakan, apakah selama ini orang-orang yang berjualan berseliweran di jalan-jalan membuat pemandangan kota Maumere kotor melanggar ketentuan atau tidak? Apakah para pedagang Pasar Geliting yang sering “mokong” sudah ditertibkan dengan pengenaan sanksi administrasi?
Dari asas kecermatan apakah selama ini sering pejabat Pemkab Sikka melakukan komunikasi serta kontrol yang cermat tentang berbagai ketentuan terkait pengelolaan Pasar Wuring dan pasar-pasar “kaget” di Kota Maumere?.
Untuk asas kemanfaatan, berapa besar retribusi Pasar wuring bagi Pemkab Sikka? Berapa jumlah pedagang yang mendapat penghasilan dari Pasar Wuring yang pasti mengurangi beban negara (pemerintah)?