Sepotong Sayap Ayam

12 September 2022, 16:33 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Sastra, Cerpen Sepotong Sayap Ayam

“Mak, dedek pengen makan sama sayap ayam kayak punya Elmira,” kata Hanah, anak bungsuku yang baru saja masuk TK tiga bulan lalu.

“Emang dedek lihatnya kapan?”

“Kemarin, di sekolah.”

Aku menelan ludah untuk membasahi kerongkongan yang terasa kering, setelah seharian ini bergelut di sawah untuk ikut membantu menanam cabai.

Aku tersenyum memandangi dedek. Kuelus puncak kepalanya lembut. Ada pahit yang seketika merayapi hati.
Nasib Hanah tak seberuntung Elmira, yang ayahnya bekerja di sebuah kapal pesiar. Apa yang Elmira mau, sudah pasti akan terpenuhi.

Berbeda dengan Hanah, anak bungsuku itu. Aku sering menolak permintaannya karena memang kondisi yang tidak memungkinkan untuk memenuhi segala keinginan Hanah.

“Besok ya, dek, kalau emak dapat rejeki. Atau nunggu bapak kirim uang.”

Aku jawab sekenanya untuk menghibur putri kecilku itu. Entahlah, jangankan untuk membeli sayap ayam, beli kebutuhan pokok lainnya saja sudah serampangan. Kondisi keuanganku memang sedang morat-marit pasca pandemi menghantam negeri ini. Belum pulih sampai saat ini.

Tak jarang ngutang dulu ke warung tetangga, agar tetap bisa masak sehari-harinya. Tentu saja dengan dalih akan membayar bila nanti Mas Karyadi, suamiku ngirim uang. Sementara, baru dua minggu lalu dia pergi merantau ke tanah sebrang untuk menjadi buruh di sebuah perkebunan sawit. Beruntung, ada yang mengajaknya bekerja. Meski untuk itu harus menjalani LDR. Sampai saat ini pun belum mendapatkan gaji, karena jika sesuai perjanjian, gajinya akan dibayar tiap bulan sekali.

Elmira adalah teman dekat Hanah. Meski orang kaya dia tak pernah milih teman. Namun, satu hal yang tak begitu aku suka, Elmira sering pamer tentang yang dia miliki tanpa pernah mau berbagi. Dan itu cukup membuatku kerepotan, jika Hanah minta sesuatu yang seperti Elmira. Seperti cerita tentang sayap ayam tadi. Itu baru satu, belum cerita lainnya tentang baju, sepatu, boneka, dan masih banyak barang lain yang Elmira miliki.


“Mak, kata Elmira, dedek nggak bisa makan dengan sayap ayam.”

“Kenapa begitu?”

“Kata Elmira, dedek nggak akan bisa beli karena nggak punya uang. Benarkah, Mak? Dedek Harus punya uang banyak untuk beli sayap, ya? “

Laporan Hanah siang ini selepas sekolah yang membuatku tersenyum kecut. Wajah gadis kecilku itu disapu mendung. Mulutnya sedikit mengerucut. Cemberut.

“Bisa, Dek. Minta sama Alloh, pasti bisa.”

Aku menjawabnya dengan pasti. Tentu saja, nggak ada yang nggak mungkin bagi Allah. Apalagi hanya sekadar sayap ayam, seperti yang diinginkan Hanah.

“Ya, Allah, dedek pengen makan sama sayap ayam. Kabulkan permintaan dedek, ya? Aamiin.” Hanah berdoa sambil menengadahkan tangan. Kemudian mengusapnya ke muka.

Aku terharu melihat tingkahnya. Namun, tak ayal, dalam hati ada perih yang merepih.

‘Maafkan emakmu ini, Dek, yang nggak selalu bisa memenuhi apa-apa yang kau ingini, meski sebuah keinginan sederhana?’

Aku bermonolog dalam hati. Sedikit melepas apa yang memang harus dilepaskan. Biar pun hanya sekadar ucapan, agar tak jadi penyakit di dalam hati nantinya.


Seminggu kemudian.

“Mak, lihat, akhirnya hari ini Dedek bisa makan dengan sayap ayam,” katanya sumringah sepulang sekolah, sambil menenteng kardus yang bergambar ayam kentucky bermerek lokal.

“Alhamdulillah, Dek. Allah menjawab doa dedek kan. Emang dapat dari mana?” tanyaku penasaran.

“Tadi ada teman dedek yang berulang tahun, dia membagikan makanan ini untuk teman satu kelas.”

Hanah pun membuka kardus makanan itu, terlihat isinya sekepal nasi, sepotong sayap krispi yang dilengkapi dengan saus sambal plus saus tomat.

“Ayo, Mak, makan bareng dedek,” katanya sambil mencuil sayap menjadi dua bagian. Lalu, tak lupa mulutnya melafazkan doa mau makan.

“Nggak, buat dedek aja. Mak udah kenyang,” jawabku.

Terlihat Hanah sangat menikmatinya. Suap demi suap makanan itu masuk ke mulutnya hingga habis tak tersisa.

Sesederhana itu bahagia ala dedek Hanah, putri kecilku. Ketika keinginannya terpenuhi, maka senyum pun akan terkembang.

‘Bahagiakan selalu putriku dengan cara-Mu, ya, Allah. Di tengah keterbatasan dan kekuranganku sebagai emaknya.’

Ada bening yang menyeruak di sudut mataku. Bersama dengan itu kurasakan juga perut ini keroncongan minta diisi.

Magelang, 12 September 2022

Selembut Tangan Ibuku, Cerita Pendek ROBERT FONTAINE
Serupa, tetapi tidak Sama
Sebagai Bahan Renungan
Menikmati Luka tanpa Kesakitan
Sehidup Sesurga

Terkait

Terkini