Seruan Kampus Selamatkan Demokrasi dan Hukum
Nusantarapedia.net | OPINI — Seruan Kampus Selamatkan Demokrasi dan Hukum
Oleh : Marianus Gaharpung
PROSES demokrasi pemilihan presiden dan wakil presiden 2024, diduga paling buruk di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan sama sekali tidak menunjukkan seorang negarawan sejati yang wajib berdiri di atas etika publik dan hukum. Etika publik dalam hal ini adalah Konstitusi UUD NKRI, serta berbagai peraturan yang ditabrak dengan berbagai argumentasi pembenaran demi mendukung paslon capres-cawapres nomor urut 2.
Etika publik dalam diri seorang pejabat publik dalam menjalankan demokrasi melalui tutur kata dan perbuatannya, diduga tidak ada lagi dalam diri presiden ke-7 ini. Menjelang hari H pencoblosan pada 14 Pebruari mendatang, tutur kata Joko Widodo “mencla-mencle” yang membuat kegaduhan warga tanah air. Misalnya, memberikan statemen di hadapan para penjabat gubernur, bupati dan wali kota bahwa pejabat publik harus memegang prinsip netralitas. Tidak lama kemudian berselang tiga minggu hari pencoblosan Pilres, keluar lagi pernyataan bahwa pejabat publik presiden-wakil presiden termasuk menteri dan lain-lain boleh berkampanye dan memihak kepada calon tertentu berdasarkan Undang Undang No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.
Ketika timbul reaksi publik luar biasa menentang pernyataan presiden ke-7 yang diduga asbun, diubah dengan strategi kampanye “terselubung”; penggelontoran dana bansos. Pembagian bantuan langsung tunai kepada rakyat oleh presiden adalah sesuatu yang aneh menjelang pilpres. Publik sungguh menduga demi pemenangan paslon nomor 2. Bagi-bagi bansos di depan Istana Negara, adalah tindakan yang merendahkan martabat dan kredibilitas Joko Widodo sebagai orang nomor 1 di republik ini. Sampai Wakil Presiden ke-10 Jusuf Kalla geregetan, mengkritik terhadap mantan walikota Solo ini, adalah tindakan yang memalukan. Sangat memalukan, kemiskinan rakyat dipertontonkan kepada dunia. Ada juga yang mengatakan, bagi-bagi bansos adalah kerja seorang camat bukan presiden. Dugaan publik, Joko Widodo sudah “absurd” etika publiknya dalam berdemokrasi demi memenangkan anaknya Gibran Rakabuming Raka merebut kursi wakil presiden berpasangan dengan Prabowo Subianto.
Para pejabat publik, Menteri, Gubernur-Wakil Gubernur yang tergabung di paslon nomor 2, etika publik, nalar serta logika hukumnya dibuat kerdil, terbukti dari statemen dan tingkah laku mereka. Ketua Umum Golkar Airlanggar Hartarto, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Menteri BUMN Erick Thohir, Gubernur Jatim Khoffifah Indar Parawansa, Wagub Jatim Emil E. Dardak, dan masih banyak oknum pejabat, semuanya terpasung hak politiknya, wajib dukung paslon nomor 2 atau dugaan korupsinya diproses hukum. Pemerintahan Presiden Joko Widodo sudah jauh menyimpang dari demokrasi dengan menyimpangi konstitusi serta perundang- undangan lainnya. Hal ini membuat civitas akademika perguruan tinggi seperti UGM, UI, Padjadjaran Bandung, UII, Unibraw Malang dan lain- lain melakukan petisi kritik terhadap pemerintahan Joko Widodo.
Tindakan-tindakan menyimpang yang dimaksud sebagaimana dalam petisi itu di antaranya pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi, keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam proses demokrasi, serta pernyataan Jokowi tentang presiden dan menteri boleh kampanye Pemilu 2024.