Seteru Ideologi Abadi Di Tanah Jawa

15 Juni 2024, 13:43 WIB

Nusantarapedia.net | SOSBUD — Seteru Ideologi Abadi Di Tanah Jawa

Oleh : Alvian Fachrurrozi

“Apakah kelompok fundamentalis, intoleran, dan vandalis yang disebutkan dalam Serat Darmagandul tidak lain adalah kelompok mereka itu? Apakah kaum pemuja kulit agama dan kosong dalam esensi spiritualitas yang dilukiskan dalam Serat Gatholoco itu tidak lain adalah mereka? Apakah kaum yang berhasrat menyeragamkan penduduk Jawa menjadi satu golongan dalam berkeyakinan, berpakaian, berbudaya, dan berperilaku yang dianalisis dalam The Religion Of Java adalah mereka, sehingga mereka harus bersungut-sungut marah pada Clifford Geertz yang menulis penelitian bahwa di tanah Jawa ini ada seteru 3 ideologi yang tidak bisa dielakkan?”

– Sesungguhnya manusia Jawa atau Nusantara itu memang tidak pernah anti terhadap agama apapun, manusia Jawa tidak berpikiran picik mendambakan “kemurnian” dengan tidak mau bersinergi dengan unsur ajaran lain. Tetapi ingat, manusia Jawa di satu sisi juga tidak lantas sukarela menjadi “bangsa follower”, –

MEMBACA buku The Religion Of Java (Clifford Geertz), Serat Wedhatama (Mangkunegara IV), Serat Darmagandul (Anonim), dan Serat Gatholoco (Anonim) kita sebagai pembaca terang-terang disuguhi sebuah lakon “seteru ideologi abadi” yang eksis bercokol di tanah Jawa. Dan barangkali di antara pembaca referensi-referensi itu ada yang tidak saja menjadikannya sebagai sebatas pengetahuan dalam tempurung ingatan atau referensi ilmiah dalam kajian ilmu sosial belaka. Tetapi alih-alih ada juga yang menjadikan referensi-referensi bacaan itu sebagai pustaka penting untuk “analisa diri” dan “analisa sosial” yang menyangkut jati diri kulturalnya, mahzab perilaku dan berpikirnya, serta preferensi dalam olah laku spiritualnya. Bahkan saya pun menerka-nerka, bagi jiwa-jiwa yang begitu ideologis dan lebih radikal akan menjadikannya referensi-referensi bacaan itu tadi sebagai pisau analisis penting untuk mengidentifikasi “siapa kawan” dan “siapa lawan” dalam palagan sosial.

Saya sebagai salah satu pembaca referensi-refensi bacaan itu tentu tidak ketinggalan pula memetik banyak manfaat darinya. Saya menjadi lebih “peka” dengan jati diri kultural saya. Menjadi lebih terang kepada siapa saya harus memiliki keperpihakan, kepada siapa saya harus “mikul duwur mendhem jero”, menjunjung tinggi kelebihan dan mengoreksi kelemahannya. Tentu saya tidak menutup mata pada polemik sengit yang dibangun oleh beberapa pribadi dan kelompok yang terbukti sangat “ketakutan” kepada referensi-referensi bacaan tadi. Terutama dua buah karya yang dibuat oleh penulis anonim, Serat Darmagandul dan Serat Gatholoco itu. Dua serat itu dituduh dengan tudingan macam-macam yang saling tumpang tindih. Ada yang menuduhnya buatan orientalis Belanda demi kepentingan kolonialisasi, ada yang menuduhnya buatan misionaris Kristen Jawa demi penyebaran kekristenan, ada pula yang menuduhnya buatan pujangga Kebatinan Jawa, yang mana sakit hati karena ditindas ruang sosial dan ruang ekspresi keyakinannya oleh fundamentalisme Islam. Begitu pula dengan The Religion Of Java, sekelompok orang ketakutan tadi pun mengecam Clifford Geertz sebagai pengusung “polarisasi” yang memecah belah kehidupan spiritual dan politik di bumi Jawa. Cuma Serat Wedhatama saja yang benar-benar luput dari “komentar-komentar ketakutan” sekelompok orang tadi. Barangkali, ya barangkali narasi bahasa Serat Wedhatama itu sangat sopan dan halus meskipun sama tajamnya dengan Serat Darmagandul dan Serat Gatholoco dalam “menusuk” kelompok Sontoloyo yang sama itu.

Menanggapi orang-orang dan kelompok yang ketakutan dan denial pada kandungan isi Serat Gatholoco, Serat Darmagandul, dan The Religion Of Java itu kok alih-alih saya menjadi percaya pada mereka. Sebaliknya saya kok malah justru mencurigai mereka, ada kepentingan apa mereka sebenarnya itu sehingga begitu takutnya pada narasi-narasi yang ada di dalam referensi-referensi bacaan itu? Apakah kelompok fundamentalis, intoleran, dan vandalis yang disebutkan dalam Serat Darmagandul tidak lain adalah kelompok mereka itu? Apakah kaum pemuja kulit agama dan kosong dalam esensi spiritualitas yang dilukiskan dalam Serat Gatholoco itu tidak lain adalah mereka? Apakah kaum yang berhasrat menyeragamkan penduduk Jawa menjadi satu golongan dalam berkeyakinan, berpakaian, berbudaya, dan berperilaku yang dianalisis dalam The Religion Of Java adalah mereka, sehingga mereka harus bersungut-sungut marah pada Clifford Geertz yang menulis penelitian bahwa di tanah Jawa ini ada seteru 3 ideologi yang tidak bisa dielakkan?

Terkait

Terkini