Siapa? Calon Pj Gubernur DKI Jakarta (1)
Para penjabat daerah tersebut akan menjabat selama/hingga November 2024 atau sampai ada Kepala Daerah definitif hasil dari Pilkada 2024. Masa-masa ini dinamakan dengan istilah "waktu tunggu"
Nusantarapedia.net, Jurnal | Polhukam — Siapa? Calon Pj Gubernur DKI Jakarta
SEBANYAK 101 kepala daerah akan berakhir masa jabatannya tahun 2022, dan 170 kepala daerah lagi berakhir masa jabatannya pada tahun 2023.
Yang menarik, sejumlah 7 Gubernur habis masa jabatannya pada tahun 2022 ini, sejumlah 6 gubernur telah ditunjuk sebagai Penjabat (Pj) Gubernur. Tinggal 1 provinsi yang masa jabatannya belum berakhir, yaitu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, masa jabatan 16 Oktober 2017 – 16 Oktober 2022.
Seperti diketahui, penunjukan pengganti Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berdasarkan usulan yang diajukan oleh pihak Kemendagri dan DPRD DKI Jakarta masing-masing dengan tiga nama usulan, telah menyita perhatian publik dibanding pengisian Penjabat Gubernur lainnya. Tentu dalam sudut pandang politik strategis, Jakarta adalah poros hingga nama Anies Baswedan yang berada dalam bursa Pilpres 2024.
Berikut flash back 6 provinsi yang telah ditunjuk sebagai Penjabat Gubernur:
1) Gubernur Provinsi Aceh, Nova Iriansyah
(5 November 2020 – 5 Juli 2022)
Pj Gubernur: Mayor Jenderal (Purn) Achmad Marzuki.
Sebelumnya: Asisten Teritorial Kasad (17 November 2021 – 25 Maret 2022).
2) Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Erzaldi Rosman Djohan
(12 Mei 2017 – 15 Mei 2022)
Pj Gubernur: Dr. Ir. Ridwan Djamaludin, M.Sc.
Sebelumnya: Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sejak tahun 2020.
3) Gubernur Provinsi Banten, Wahidin Halim
Wahidin Halim.
(12 Mei 2017 – 15 Mei 2022)
Pj Gubernur: Dr. Al Muktabar, M.Sc.
Sebelumnya: Sekretaris Daerah Banten (27 Mei 2019 – 22 Mei 2022).
4) Gubernur Provinsi Gorontalo, Rusli Habibie
(12 Mei 2017 – 15 Mei 2022)
Pj Gubernur: Ir. Hamka Hendra Noer, M.Si., Ph.D.
Sebelumnya: Birokrat dan dosen Indonesia dari Gorontalo.
5) Gubernur Provinsi Sulawesi Barat, Muhammad Ali Baal Masdar.
(12 Mei 2017 – 15 Mei 2022)
Pj Gubernur: Dr. Drs. Akmal Malik, M.Si.
Sebelumnya: Direktur Jenderal Otonomi Daerah, sejak 9 September 2019.
6) Gubernur Provinsi Papua Barat, Dominggus Mandacan
(12 Mei 2017 – 15 Mei 2022)
Pj Gubernur: Komisaris Jenderal Polisi (Purn.) Drs. Paulus Waterpauw, M.Si.
Sebelumnya: Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan BNPP, sejak
21 Oktober 2021.
Sebagai catatan, dalam hal pengisian penjabat (Pj) seperti di atas telah terjadi polemik. Banyak dugaan bertendensi politik, meski aturan hukumnya sudah cukup jelas perihal pengisiannya. Namun tetap saja muncul dugaan-dugaan bahwa aroma “politiknya” sangat kental demi kepentingan strategis Pemilu/Pilkada Serentak 2024. Mengingat, tahun 2024 akan ada gelaran Pilkada di 33 Provinsi dan 415 Kabupaten/Kota se-Indonesia.
Kepentingan dalam hal ini tentu terkait dengan hubungan kekuasaan dan partai politik, baik pemerintah maupun oposisi, yang mana partai politik tetap berperan strategis sebagai jembatan dalam upaya pemenangan setiap parpol pada Pemilihan Umum Serentak 2024. DPRD sebagai representasi parpol meskipun tidak punya kewenangan memilih melalui mekanisme pemilihan di DPR/parlemen dalam pemilihan kepala daerah, karena sudah dengan mekanisme pemilihan langsung, namun tetap strategis sebagai pintu masuk tiket pilkada. Selain itu, ditangkap sebagai kepentingan elektoral mendongkrak suara partai untuk target pemenangan.
Mengapa harus ada Penjabat Gubernur atau Bupati/Walikota? Ya, secara pemerintahan, pengisian Pj agar seluruh fungsi penyelenggaraan pemerintahan berjalan sebagaimana mestinya. Sederhananya, karena terjadi kekosongan jabatan (kekuasaan) pada pemerintahan daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota) karena sesuatu hal, atau yang bersangkutan cuti karena sebagai kontestan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah), tersandung kasus, dsb. Dalam konteks ini karena absennya Pilkada 2022 dan 2023 karena diberlakukan Pemilu Serentak 2024.
Hal tersebut karena keseluruhan sistem Pemilihan Umum, baik Pemilu memilih anggota DPR/DPD/DPRD dan Pemilihan Langsung Presiden akan digelar secara serentak pada 14 Februari 2024 mendatang. Sedangkan keseluruhan Pilkada juga digelar serentak pada 27 November 2024. Dengan demikian, para penjabat daerah tersebut akan menjabat selama/hingga November 2024 atau sampai ada Kepala Daerah definitif hasil dari Pilkada 2024. Masa-masa ini dinamakan dengan istilah “waktu tunggu”.
Catatannya; selama lebih kurang dua tahun, banyak pemimpin daerah yang berasal dari mekanisme penunjukan atau pengisian. Masalahnya, roda pelaksanaan tata kelola pemerintahan disinyalir tidak maksimal. Dan segala konsentrasi “diduga” akan mengarah pada kepentingan politik dan strategis Pemilu 2024 oleh semua pihak. Dalam hal ini tentunya, peran serta dari partai-partai politik sangat besar pengaruhnya.