Silahkan! UU Cipta Kerja Jalan Terus, Bakal Untung, kok, Nggak Buntung!
-bagi rakyat yang tidak setuju dengan keputusan tersebut (UU Cipta Kerja) bisa mengajukan permohonan gugatan judicial review ke MK -
Nusantarapedia.net, Jurnal | Polhukam — Silahkan! UU Cipta Kerja Jalan Terus, Bakal Untung, kok, Nggak Buntung!
“Takutnya lagi, sumber daya alam terkuras, rakyat melarat, dan legacy masa depan bukan lagi legacy pikiran, namun legacy kerusakan lingkungan, kemiskinan dan legacy Indonesia berupa puing-puing industrialisasi sebagai ajang pundi-pundi kapital global.”
AKHIRNYA, DPR melalui Rapat Paripurna ke-19 masa sidang IV tahun sidang 2022-2023, Selasa (21/3/2023) di gedung parlemen mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja.
Mayoritas fraksi di DPR yang berjumlah 9 menyetujui penetapan tersebut, kecuali fraksi PKS dan Demokrat. Dalam rapat tersebut, fraksi PKS juga melakukan aksi walk out. Selain itu, juga diwarnai kejadian mikrofon mati saat fraksi Demokrat menyatakan sikap (protes) nota keberatan.
Pengesahan ini sebagai kado istimewa menjelang puasa Ramadan 1444H/2023 M, yang mana sebelumnya, terbitnya Perppu No. 2 Tahun 2022 juga terbit sebagai kado istimewa pula saat pergantian tahun 2022-2023.
Dengan terbitnya Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja ini, yang mana sebelumnya dari peta jalan terbitnya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Artinya UU Cipta Kerja yang disahkan dan berangkat dari Perppu Cipta Kerja ini secara substansi sama atau bentuk aplikasi dari UU No. 11 Tahun 2020, namun UU ini dikoreksi MK (Mahkamah Konstitusi) pada 25 November 2021 lalu, karena digugat oleh pemohon dan dikabulkan oleh MK. MK menyatakan bahwa UU No. 11 Tahun 2020 ber-status Inkonstitusional Bersyarat setelah dikoreksi secara formil melalui Putusan No. 91/PUU-XVIII/2020.
Dalam putusan tersebut, MK memerintahkan kepada Pemerintah dan DPR untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan ditetapkan. Apabila dalam tenggang waktu yang diberikan oleh MK tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen (tidak berlaku lagi).
Dengan demikian, dari peta jalan tersebut Pemerintah dan DPR mengabaikan perintah MK dan disimpulkan sebagai bentuk pembangkangan terhadap konstitusi. Alih-alih memperbaiki UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, namun justru menerbitkan Perppu Cipta Kerja pada 30 Desember 2022 yang lalu. Dengan demikian, anggap saja tak pernah ada putusan MK berkaitan dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pun tak pernah ada UU tersebut, meskipun secara substansi bentuk aplikasi dari UU yang sama.
Pemerintah punya argumentasi, dengan tidak pernah menganggap ada baik putusan MK maupun UU yang dimaksud, nyatanya tidak dilakukan upaya perbaikan. Namun justru mencari celah (mengakali) agar bagaimana UU Ciptaker tetap legal, yaitu menetapkan UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang perubahan Kedua Atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, hingga penerbitan Perppu.
Dengan demikian, penerbitan Perppu ini adalah bentuk pembangkangan, pengkhianatan atau juga kudeta terhadap konstitusi. Disinilah mengarah pada gejala otoritarianisme, yang mana tidak dilakukan pembahasan secara demokratis (terbuka) melalui partisipasi (meaningful participation) sebagaimana diperintahkan oleh MK.
Selain itu, penerbitan Perppu juga tidak memenuhi syarat diterbitkannya Perppu, yaitu: adanya hal ihwal kegentingan yang memaksa atau kekosongan hukum. Sehingga proses pembuatan tidak bisa dengan proses pembentukan UU seperti biasa, bersifat kedaruratan. Pertanyaannya? Apakah penerbitan Perppu ini Indonesia dalam keadaan yang darurat (hal ihwal kegentingan yang memaksa).