Simple Inner Awakening (Pencerahan Batin Yang Sederhana)

12 September 2024, 08:15 WIB

Nusantarapedia.net | RELIGI — Simple Inner Awakening (Pencerahan Batin Yang Sederhana)

Oleh : Vian Ekaggatā

– Berangkat dari pergumulan pengetahuan Timur dan Barat itulah, saya kemudian memahami bahwa eksplorasi spiritual teoritis yang ndakik-ndakik tentang “dunia batin saja” tidak akan pernah memadai untuk menyentuh esensi spiritualitas dan melakoni hidup –

– bahwa ada juga titik dalam hidup ketika seorang penghayat dan pembelajar spiritual (segila apapun) mencapai fase kelelahan dalam pencarian spiritual, semua omong-omong literasi dan wacana spiritual yang muluk-muluk menjadi tidak lagi begitu berarti. Tumpukan buku-buku spiritual dan khotbah-khotbah para guru spiritual pun tidak lagi menjadi sebuah hal yang seksi dalam algoritma batinnya –

“tatkala sudah sampai pada tahapan seperti itu, maka sesungguhnya penderitaan karena penyakit, usia tua, waktu luang, atau adanya hari-hari suci tertentu bukanlah menjadi syarat mutlak atau satu-satunya alasan yang mendorong munculnya panggilan batin untuk melakoni spiritualitas”

SEBAGAIMANA mayoritas masyarakat di Jawa Timur, saya lahir dalam sosial kultur religius islam nahdliyyin (NU), tetapi seiring beranjak dewasa saya tidak hanya sebagai “penerima pasif” atas asupan nilai-nilai dari lingkup nahdliyyin itu, dalam perjalanan batin/spiritual saya begitu eksploratif dan petualang, saya banyak mencari alternatif pembelajaran spiritual lain di luar lingkup nahdliyyin.

Saya pernah melakukan passing over atau pengembaran ke islam muhammadiyah yang bercorak modernis, kemudian ke islam liberal yang banyak membuka cakrawala alam berpikir, lantas passing over ke kebatinan kejawen yang merupakan akar kejawaan saya, dan kemudian ke hindu yang waktu itu saya duga “agama paling asli Nusantara” (tetapi ternyata bukan) dan selanjutnya ke buddhisme theravada (pewaris ajaran Buddha Gaotama yang paling otentik), setelah itu baru kemudian saya mengenal aliran spiritual yang lebih universal dan non institusional, seperti teosofi dan tokoh-tokoh spiritual nyentrik seperti J Krishnamurti maupun yang eklektik seperti Osho.

Pasca petualangan lintas tradisi spiritual dunia Timur itu, baru kemudian saya berkenalan dengan teori-teori sosial politik dan kajian filsafat dari dunia Barat seperti marxisme dan eksistensialisme. Bagaimanapun seperti marxisme walaupun bukan merupakan ajaran spiritual, tetapi tentu saja memberi suatu sumbangan sangat penting dalam pemahaman spiritual saya, dari sudut pandang marxisme lah saya menjadi bisa “mengapresiasi kembali” agama-agama semitik dan mengakui jika mereka lebih memiliki aspek revolusioner dan kontribusi sosial yang lebih konkret daripada agama-agama Timur yang lebih terkonsentrasi hanya mengurusi aspek batin individual.

Terkait

Terkini