Simple Inner Awakening (Pencerahan Batin Yang Sederhana)

Berangkat dari pergumulan pengetahuan Timur dan Barat itulah, saya kemudian memahami bahwa eksplorasi spiritual teoritis yang ndakik-ndakik tentang “dunia batin saja” tidak akan pernah memadai untuk menyentuh esensi spiritualitas dan melakoni hidup. Saya kemudian sampai pada pemahaman, bahwa ada juga titik dalam hidup ketika seorang penghayat dan pembelajar spiritual (segila apapun) mencapai fase kelelahan dalam pencarian spiritual, semua omong-omong literasi dan wacana spiritual yang muluk-muluk menjadi tidak lagi begitu berarti. Tumpukan buku-buku spiritual dan khotbah-khotbah para guru spiritual pun tidak lagi menjadi sebuah hal yang seksi dalam algoritma batinnya.
Pemberhalaan terhadap segala ornamen spiritual yang teoritis benar-benar runtuh. Lalu akhirnya dunia batinnya menjadi polos sederhana — benar-benar sederhana seperti dunia batin seorang anak kecil yang belum tercemari oleh hipnosis massal dari masyarakat dan bangku sekolah. Laku-laku spiritual dan tindakan kesehariannya pun menjadi lebih spontan, murni tanpa overdosis penafsiran-penafsiran pemikiran abstrak nan melangit.
Maka kiranya pada saat itu juga lah perlunya secara eksistensialis untuk kembali menata orientasi kehidupan spiritual yang lebih “material” atau “membumi”, untuk menerjemahkan meditasi dalam laku keseharian dan dalam bentuk kepedulian sosial, untuk madeg laku pandita dalam tafsir yang tidak mengawang-awang dan anti duniawi, atau ngelmoni ilmu kasampurnan secara konkret sederhana, menubuhkan ilmu spiritual melalui tindakan-tindakan nyata yang empiristik.
Sesederhana itu. Ya sekali lagi, praktiknya hanya akan tinggal sesederhana itu! Berupa menerjemahkan segala tetek bengek wacana abstrak spiritualistik menjadi laku sadar/eling/mindfulness di dalam tindakan konkret di medan sosial. Sehingga kemudian bisa mengejawantah apa yang dinamakan dengan “gerak lahir luluh oleh gerak batin, dan gerak batin tercermin oleh gerak lahir”.
Dan tatkala sudah sampai pada tahapan seperti itu, maka sesungguhnya penderitaan karena penyakit, usia tua, waktu luang, atau adanya hari-hari suci tertentu bukanlah menjadi syarat mutlak atau satu-satunya alasan yang mendorong munculnya panggilan batin untuk melakoni spiritualitas. (Ve)

Vian Ekaggatā
| Martial Arts Enthusiast – Lover of Literature – Meditation Practitioner | tinggal di Ngawi Jawa Timur, suka menulis tentang kebudayaan dan spiritualitas. Memiliki hobi membaca, berdiskusi, dan pencak silat
Agama Hanyalah Tafsir Kehidupan