Sinyal Megawati Sebut Ratu Kalinyamat, Puan kah? Capres Wanita PDI-P (1)

Kosmologi kepemimpinan Jawa sering dihubung-hubungkan dengan tanda-tanda alam, sejarah-sejarah masa lalu yang menyangkut peristiwa tertentu pada tokoh dan tempat peristiwa.

21 Agustus 2022, 13:06 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Polhukam — Sinyal Megawati Sebut Ratu Kalinyamat, Puan kah? Capres Wanita PDI-P

Megawati Soekarnoputri yang juga mewarisi gen Jawa, tumbuh dan kembang dilingkungan priyayi dan para pemimpin-pemimpin Jawa, tentu akan selalu menyiratkan segala sesuatunya melalui simbolisme. Bahwa, Ratu Kalinyamat yang wanita dan Puan Maharani yang juga wanita benar-benar pilihan dari Megawati (PDI-P) di pilpres 2024 adalah keniscayaan. Logis tidak simbolisasi Megawati tersebut dengan analisa logis dari road map seperti di atas?”

Tiket menuju Pilpres 2024, bagi Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P), tak lagi pusing memikirkan koalisi untuk mendapatkan tiket sesuai aturan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen suara kursi di DPR atau 25 persen suara nasional.

PDI-P dengan bekal suara Pemilu 2019 dengan data:
• Jumlah suara: 27.503.961 (19,33 persen)
• Status: Memenuhi ambang batas parlementary threshold dan presidential threshold
• Jumlah kursi: 128/575X100 = 22,26%

Jelas, bagi PDI-P urusan tiket klir. Namun demikian, justru ada beberapa kendala (problem) internal PDI-P yang dibaca oleh publik. Bila figur Megawati adalah paternalistik yang mencerminkan bentuk kekuasaan absolut di PDI-P. Itu sama saja dengan yang terjadi di partai lainnya, bahwa rata-rata organisasi partai politik (parpol) di Indonesia menganut kebijakan dan keputusan yang sentralistik. Prabowo dengan Gerindra, Golkar punya Airlangga, Nasdem dengan Surya Paloh, PKB ada Cak Imin (Muhaimin Iskandar), AHY/Agus Harimurti Yudhoyono dengan Demokrat, dan lainnya.

Nampaknya, keinginan sang ketua umum, Megawati agar calon presiden/capres dari PDI-P berasal dari trah Soekarno, setelah dua kali periode dipimpin oleh Jokowi, mengandung keniscayaan. Tetapi, di awal-awal, Puan Maharani dibaca bahwa elektabilitas dan popularitasnya tidak menunjukkan peta jalan untuk menang, apalagi ada pembandingan dengan tokoh-tokoh lainnya yang juga sama-sama sebagai kader PDI-P. Terciptanya poros-poros di tubuh PDI-P seperti nama Joko Widodo (presiden RI), Ganjar Pranowo (gubernur Jawa Tengah), dan Puan Maharani (Ketua DPR RI) sendiri, atau dengan poros “struktural mainded” telah benar-benar memaksa PDI-P untuk meracik formulasi yang tepat agar PDI-P menang capres dengan tetap mengusung calon dari PDI-P sendiri, khususnya Puan Maharani yang diharapkan.

Dari analisa tersebut, kini Puan Maharani pun bergerak untuk mencapai popularitas dan elektabilitas yang murni, bukan berasal dari mesin politik struktural. Seperti halnya, rangkaian manuver yang dilakukan Ganjar Pranowo atau Joko Widodo yang juga punya panggung eksekutif. Hubungan tidak harmonis pada poros-poros tersebut sering terjadi di internal, seperti “perseteruan” Ganjar vs Puan di Semarang setahun yang lalu.

Seiring berjalannya waktu, nama Puan pun dengan seribu potensi motor dan panggung yang dipunyai, perlahan-lahan sudah mulai terangkat, hingga terdapati sinyal dari Megawati bahwa Puan Maharani siap menjadi capres PDI-P. Saat ini sedang on progress menuju ke sana.

Di bagian lain, problem seperti di atas wajar dalam dinamika perpolitikan di Indonesia. Seperti koalisi Gerindra dan PKB atau Prabowo Subianto dengan Muhaimin Iskandar, bahwasanya koalisi tersebut belum berbicara pada kalkulasi kemenangan di pertarungan pilpres, namun poinnya adalah sebagai langkah pengamanan untuk mendapatkan tiket pilpres 2024. Perkara kemenangannya tentu sembari berjalan akan dirumuskan dalam strategi pemenangan. Mengingat, aturan presidential threshold benar-benar memusingkan semua partai, kecuali PDI-P.

Jadi, pertarungan pilpres 2024 tidak ada yang merasa “jumawa” bahwa peta jalan tersebut mudah dilalui, masing-masing parpol dan tokoh mempunyai kelebihan dan kekurangan, yang mana memaksanya harus dirumuskan secara matang, karena, bila salah perhitungan dampaknya akan fatal dalam menuju kemenangan.

Pada kesimpulannya bahwa pilpres 2024 akan menjadi pilpres ter-akbar sepanjang Indoneisa berdiri. Pasalnya, Megawati harus mampu mempertahankan kemenangan kekuasaan PDI-P melalui Puan Maharani, sedangkan Prabowo Subianto, inilah saatnya harus menang, setelah “dibela-belain” mau bergabung dengan pemerintah menunjukkan sebagai upaya memperoleh kemenangan itu.

Sementara Jokowi berfikir, siapa yang mampu melanjutkan proyek strategis nasional dalam target hilirisasi dan industrialisasi dalam negeri sebagaimana proyek-proyek tersebut akan rawan gagal bila tidak ada estafet kepemimpinan. Belum lagi poros-poros lainnya yang berkepentingan, meskipun tidak se-urgent di atas. Nama seperti Anies Baswedan, AHY, Ganjar Pranowo, dsb, adalah yang berkepentingan di 2024, tetapi tidak harus, mengingat potensinya masing-masing dan tentunya masih ada kesempatan sebagai pemimpin Indonesia masa depan.

Sinyal Megawati untuk Puan Maharani

Pengamat Politik Henry Satrio menilai, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sudah memberikan sinyal perihal capres yang akan diusung oleh PDI-P.

Henry dalam diskusi MNC Trijaya, Sabtu (20/8/2022), dikutip dari sindo.news mengatakan, “Itu sudah sinyal keras bahwa akan Puan Maharani juga ujungnya (diusung capres),” kata Henry.

Henry Satrio (pengamat politik) menilai, Megawati selaku ketua umum PDI-P memberikan sinyal keras terhadap calon presiden (capres) yang diusung dari PDIP. Sinyal tersebut akan berlabuh kepada Ketua DPR RI, Puan Maharani. Sinyal tersebut di tangkap kala Megawati menyebut nama “Ratu Kalinyamat” berhak mendapat julukan nasional.

Megawati menyebutkan nama “Ratu Kalinyamat” saat menjadi pembicara kunci di “Napak Tilas Ratu Kalinyamat, Pahlawan Maritim Nusantara,” yang digelar TNI Angkatan Laut di Jakarta beberapa waktu lalu.

Menurut Henry, Ratu Kalinyamat sebagai sosok pemimpuan perempuan. Dia juga sebagai pemimpin Jawa Tengah dan penguasa maritim.

“Pujian terhadap Ratu Kalinyamat, kan Ratu Kalinyamat itu adalah pemimpin perempuan, Jawa Tengah, juga dan penguasa maritim juga. Kalau saya yakin ya, kader-kader kuat atau militan pasti mengerti bahwa itu sinyal Ibu Mega untuk Mba Puan walaupun belum diumumkan,” kata Henry dikutip dari sindo.news.

Dengan demikian, masuk akal bahwa, suka tidak suka, Jawa adalah poros Indonesia yang tentu berperspektif nasional. Meskipun terdapati rasa yang jawa-sentris, tetapi memang itulah faktanya, bahwa kosmologi kepemimpinan Jawa sering dihubung-hubungkan dengan tanda-tanda alam, sejarah-sejarah masa lalu yang menyangkut peristiwa tertentu pada tokoh dan tempat peristiwa.

Sebagai contoh, upaya presiden Jokowi dalam membuka titik nol ibu kota nusantara (IKN), dengan menyatukan tanah sakral dari 34 provinsi di Indonesia mengandung harapan, bahwa Indonesia akan maju, sebagai makna simbolik persatuan dan kesatuan Indonesia. Pun dengan Megawati, kepemimpinan Puan Maharani diharapkan (harapan) laksana Ratu Kalinyamat sebagai pemimpin wanita yang berjiwa maritim dengan langkah geo-politik dan geo-strategi.

Megawati Soekarnoputri yang juga mewarisi gen Jawa, tumbuh dan kembang dilingkungan priyayi dan para pemimpin-pemimpin Jawa, tentu akan selalu menyiratkan segala sesuatunya melalui simbolisme. Bahwa, Ratu Kalinyamat yang wanita dan Puan Maharani yang juga wanita benar-benar pilihan dari Megawati (PDI-P) di pilpres 2024 adalah keniscayaan. Logis tidak simbolisasi Megawati tersebut dengan analisa logis dari road map seperti di atas?

(bersambung bagian 2)

Sinyal Megawati Sebut Ratu Kalinyamat, Puan kah? Capres Wanita PDI-P (2)
Prediksi 4 Koalisi Menuju Pilpres 2024, Daftar Lengkap Hasil Pemilu 2019 Parpol Sebagai Dasar Perhitungan dan Strategi 2024 (1)
18 Penguasa Wanita, Ratu Legendaris di Asia Tenggara, 8 dari Nusantara (1)
Tiket 2024 Sudah Di Kantong, Menanti Kembalinya Visi Misi Prabowo 2014 Menggaung di 2024 (1)
Geopolitik Negara dan Sumber Daya (1)
Fatahillah dalam Diskursus Sejarah Kelahiran Kota Jakarta (1)

Terkait

Terkini