Sinyal Megawati Sebut Ratu Kalinyamat, Puan kah? Capres Wanita PDI-P (2)

Bahkan Portugis mencatatnya sebagai rainha de Japara, senhora poderosa e rica, de kranige Dame, yang berarti "Ratu Jepara seorang wanita yang kaya dan berkuasa, seorang perempuan pemberani".

21 Agustus 2022, 14:54 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Polhukam — Sinyal Megawati Sebut Ratu Kalinyamat, Puan kah? Capres Wanita PDI-P

“Sebegitu besar peran perjuangan dari seorang Ratu Kalinyamat telah menginspirasi para pemimpin wanita Indonesia, termasuk Megawati. Maka, harapannya, meskipun Puan adalah seorang wanita, diharapkan keberaniannya bagai Ratu Kalinyamat.”

Megawati Soekarnoputri yang juga mewarisi gen Jawa, tumbuh dan kembang dilingkungan priyayi dan para pemimpin-pemimpin Jawa, tentu akan selalu menyiratkan segala sesuatunya melalui simbolisme. Bahwa, Ratu Kalinyamat yang wanita dan Puan Maharani yang juga wanita benar-benar pilihan dari Megawati (PDI-P) di pilpres 2024 adalah keniscayaan. Logis tidak simbolisasi Megawati tersebut dengan analisa logis dari road map seperti di atas?

(bagian 1)


Siapa Ratu Kalinyamat?

RATU Kalinyamat atau Ratna Kencana
Kalinyamat, adalah ratu dari Jepara Indonesia, pada tahun 1549-1579 M. Anak dari Sultan Trenggana raja kedua atau ketiga Demak setelah Pati Unus. Ratu Kalinyamat menjadi bupati di Jepara setelah kematian suaminya, Sultan Hadlirin Adipati Jepara yang dibunuh oleh kelompok Arya Penangsang.

Kanjeng Ratu Kalinyamat naik tahta ditandai dengan surya sengkala “Terus Karya Tataning Bumi” atau sekitar tahun 1549 M.

Semasa pemerintahannya, stabilitas politik gaduh akibat perebutan takhta kekuasaan dari kerajaan Demak yang runtuh. Dalam masa suram tersebut melibatkan nama-nama seperti Arya Penangsang, Joko Tingkir dan selanjutnya menjadi Raja Pajang (Hadiwijaya).

Ia terkenal di kalangan Portugis sebagai sosok wanita pemberani. Ratu Kalinyamat, bersikap anti terhadap Portugis. Pada tahun 1550 ia mengirim 4.000 tentara Jepara dalam 40 buah kapal memenuhi permintaan sultan Johor untuk membebaskan Malaka dari kekuasaan bangsa Eropa itu. Pasukan Jepara kemudian bergabung dengan pasukan Persekutuan Melayu hingga mencapai 200 kapal perang. Pasukan gabungan tersebut menyerang dari utara dan berhasil merebut sebagian Malaka. Namun Portugis berhasil membalasnya. Pasukan Persekutuan Melayu dapat dipukul mundur, sementara pasukan Jepara masih bertahan.

Baru setelah pemimpinnya gugur, pasukan Jepara ditarik mundur. Pertempuran selanjutnya masih terjadi di pantai dan laut yang menewaskan 2.000 prajurit Jepara. Badai datang menerjang sehingga dua buah kapal Jepara terdampar kembali ke pantai Malaka, dan menjadi mangsa bangsa Portugis. Prajurit Jepara yang berhasil kembali ke Jawa tidak lebih dari setengah dari yang berhasil meninggalkan Malaka.

Ratu Kalinyamat tidak pernah jera. Pada tahun 1565 ia memenuhi permintaan orang-orang Hitu di Ambon untuk menghadapi gangguan bangsa Portugis dan kaum Hative.

Selanjutnya, pada tahun 1573, sultan Aceh meminta bantuan Ratu Kalinyamat untuk menyerang Malaka kembali. Ratu mengirimkan 300 kapal berisi 15.000 prajurit Jepara. Pasukan yang dipimpin oleh Ki Demang Laksamana itu baru tiba di Malaka bulan Oktober 1574. Padahal saat itu pasukan Aceh sudah dipukul mundur oleh Portugis.

Pasukan Jepara yang terlambat datang itu langsung menembaki Malaka dari Selat Malaka. Esoknya, mereka mendarat dan membangun pertahanan. Tapi akhirnya, pertahanan itu dapat ditembus pihak Portugis. Sebanyak 30 buah kapal Jepara terbakar. Pihak Jepara mulai terdesak, tetapi tetap menolak perundingan damai karena terlalu menguntungkan Portugis. Sementara itu, sebanyak enam kapal perbekalan yang dikirim Ratu Kalinyamat direbut Portugis. Pihak Jepara semakin lemah dan memutuskan pulang. Dari jumlah awal yang dikirim Ratu Kalinyamat, hanya sekitar sepertiga saja yang tiba di Jawa.

Meskipun dua kali mengalami kekalahan, tetapi Ratu Kalinyamat telah menunjukkan bahwa dirinya seorang wanita yang gagah berani. Bahkan Portugis mencatatnya sebagai rainha de Japara, senhora poderosa e rica, de kranige Dame, yang berarti “Ratu Jepara seorang wanita yang kaya dan berkuasa, seorang perempuan pemberani”. (disarikan dari wikipedia)

Menurut artikel berjudul 18 Penguasa Wanita, Ratu Legendaris di Asia Tenggara, 8 dari Nusantara, NPJ (28/6/2022), bahwa para pemimpin wanita Indonesia sudah menunjukkan kapasitasnya sebagai wanita-wanita yang pemberani dan tangguh dengan jumlah mendominasi. Dari 18 penguasa di Asia Tenggara tersebut, 8 diantaranya berasal dari wilayah Nusantara. Berikut daftarnya:

1) Ratu Shima

Berkedudukan di Kerajaan Kalingga Indonesia, sekitar tahun 674 M.

Ratu Shima memerintah di Kerajaan Kalingga atau Holing atau Keling di Jawa Tengah pada abad ke-7. Diperkirakan ibu kota Kalingga saat ini terletak di sekitar Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.

Ratu Shima mewarisi bentuk keadilan dan praktik kejujuran kepada masyarakatnya, yang mana telah menginspirasi orang Indonesia hingga saat ini.

Ratu Shima berkuasa selama 21 tahun dengan mencapai masa keemasannya. Keemasannya di bidang pertanian dan perdagangan. Geo-politik dan geo-strategi Ratu Shima membawa kerajaan Kalingga sukses sebagai kerajaan maritim dan pusat perdagangan dunia di sepanjang pesisir Utara Jawa, yakni di laut Jawa.

Ratu Shima sangat toleran, mengijinkan berbagai agama, budaya dan etnis untuk berinvestasi di Kalingga. Selanjutnya, dinasti ini yang melahirkan dinasti Medang atau kerajaan Mataram Hindu. Leluhur Ratu Shima didahului oleh kerajaan Sunda.

2) Sri Isyana Tunggawijaya

Berkedudukan di Kerajaan Medang (Mataram kuno) Indonesia, sekitar tahun 947 M.

Sri Isyana Tunggawijaya adalah raja perempuan Kerajaan Medang yang memerintah sejak tahun 947. Tunggawijaya memerintah berdampingan dengan suaminya, Sri Lokapala.

Sri Isyana Tunggawijaya adalah putri dari Mpu Sindok, raja yang telah memindahkan istana Kerajaan Medang dari Jawa Tengah (poros Prambanan) ke Jawa Timur (Wwtan/Magetan). Suaminya, Sri Lokapala, adalah seorang bangsawan dari pulau Bali.

Menurut prasasti Gedangan berangka tahun 950 yang berisi pemberian Desa Bungur Lor dan Desa Asana kepada para pendeta Buddha di Bodhinimba. Prasasti tersebut juga di perbaharui oleh kerajaan Majapahit sebagai prasasti Tinulad. Tradisi di kerajaan Medang, prasasti disakralkan, apabila rusak atau hilang harus diganti dengan yang baru.

Tidak diketahui secara dalam pemerintahan dinasti ini, kapan masa pemerintahan Sri Lokapala dan Sri Isyana Tunggawijaya berakhir. Menurut prasasti Pucangan, raja terakhirnya adalah putra mereka, yakni Sri Makuthawangsawardhana.

3) Ratu Prajnaparamita

Berkedudukan di Kerajaan Singhasari atau Tumapel Indonesia, sekitar tahun 1222 – 1227 M. Saat ini lokasinya berada di kawasan Malang Raya, provinsi Jawa Timur.

Ratu Prajnaparamita tak lain adalah Ken Dedes sebagai ratu pertama di Kerajaan Singhasari. Merupakan permaisuri Ken Arok, penguasa pertama Singhasari, setelah berhasil merebut kekuasaan dari Kerajaan Kadiri.

Ratu Prajnaparamita dianggap sebagai asal usul silsilah raja-raja yang memerintah di Jawa selanjutnya. Disebut sebagai ibu agung dari dinasti Rajasa. Ratu Prajnaparamita merupakan perwujudan kecantikan yang sempurna sepanjang zaman oleh pemerintahan Singasari hingga Majapahit.

4) Dyah Gitarja atau Tribhuwana Wijayatunggadewi

Berkedudukan di Kerajaan Majapahit Indonesia, pada tahun tahun 1328 – 1351 M.

Tribhuwana Wijayatunggadewi adalah penguasa ketiga Majapahit yang memerintah dari tahun 1328 – 1351. Dari Prasasti Singasari (1351) diketahui, gelar Abhisekanya adalah Sri Tribhuwanottunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani.

5) Ratu Arum Kusumawardhani

Berkedudukan di Kerajaan Majapahit Indonesia, sekitar tahun 1389 – 1410 M.

Ratu Kusumawardani adalah putri mahkota dari Prabu Hayam Wuruk atau cucu dari Ratu Tri Buwana Tunggadewi.

Peristiwa besar dan mengerikan terjadi pada masa pemerintahan Ratu Kusumawardani ini. Ratu Arum Kusumawardhani sangat pemberani dengan langsung memimpin setiap perang di negaranya. Sang Ratu memimpin perang besar di Majapahit, yakni; perang besar antara kerajaan Majapahit dan Blambangan, perang dua tahun atau Perang Paregreg. Paregreg merupakan perang saudara yang akhirnya kerajaan Majapahit di pecah menjadi Majapahit Barat dan Timur.

Dalam perang Paregreg, Bhre Wirabumi meminta bantuan Cina melawan Majapahit tetapi mengalami kekalahan dan melarikan diri. Dalam pelariannya, Bhre Wirabumi ditangkap oleh Ratu Kusumawardani dan dipenggal kepalanya lalu di bawa kembali ke Majapahit.

6) Ratu Ayu Kencana Wungu

Berkedudukan di Kerajaan Majapahit Indonesia, sekitar tahun 1427 – 1447 M.

Ratu Ayu Kencana Wungu adalah ratu kerajaan Majapahit pada tahun 1427 – 1447. Disebut dengan nama Bhre Daha alias Dewi Suhita atau Prabu Sri Suhita atau Raja Su Ta yang bergelar Ratu Ayu Kencana Wungu.

Ratu Ayu Kencana Wungu adalah ratu Majapahit ke-VI yang memerintah dari tahun 1427 – 1447 dengan suaminya bernama Ratnapangkaja dengan gelar Bhra Hyang Parameswara. Sejarah hidup Prabu Sri Suhita tidak banyak tercatat dalam Pararaton, juga tidak disebutkan secara jelas nama ibunda Suhita. Silsilah Suhita muncul sebelum berita perang Paregreg.

7) Ratu Kalinyamat

8) Tajul Alam

Tajul Alam berkedudukan di Aceh Dar al-Salam Indonesia, sekitar tahun 1641 – 1675 M. Sultanah Taj ul-Alam Safiatuddin Syah adalah yang pertama dari empat ratu berturut-turut Kesultanan Aceh Dar al-Salam, sebuah kerajaan Islam di Utara Sumatera.

Ayahnya, Iskander Muda telah menaklukkan Pahang di Semenanjung Malaya pada tahun 1617, membesarkan putra mantan penguasa sebagai anaknya sendiri. Ketika anak laki-laki bernama Iskander Thani itu mencapai usia sembilan tahun, Iskandar Muda menikahkannya dengan putrinya Putri Sri Alam.

Setelah kematian Muda, Thani naik tahta. Sultan muda meninggal secara tak terduga, mungkin akibat pembunuhan. Dia telah menjadi pemimpin yang tidak populer, karena kelahiran asing, gaya hidup boros dan kebrutalan pemerintahannya, di mana dia telah mengatur pembunuhan sebanyak 400 calon saingan. Ini berarti bahwa kematian Thani meninggalkan kekosongan kekuasaan dan garis suksesi yang tidak jelas.


DENGAN demikian, wajar jika sinyal yang dipancarkan Megawati perihal siapa capres dari PDI-P, tak lain dibaca sebagai Puan Maharani. Sebegitu besar peran perjuangan dari seorang Ratu Kalinyamat telah menginspirasi para pemimpin wanita Indonesia, termasuk Megawati. Maka, harapannya, meskipun Puan adalah seorang wanita, diharapkan keberaniannya bagai Ratu Kalinyamat.

Sementaranya itu, Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Bidang Politik, Puan Maharani menyatakan, dalam rangka menuju Pileg dan Pilpres 2024, PDIP akan memulai safari dengan bersilaturahmi pada ketua umum partai politik.

Ketum Partai Nasdem, Surya Paloh dijadwalkan menjadikan tokoh parpol pertama yang ditemui.

“InsyaAllah besok ketemu Pak Surya Paloh. Ikuti saya dan bagaimana pertemuannya, insyaAllah bisa berjalan baik dan lancar dan silaturahminya kekeluargaan untuk membangun Indonesia yang lebih baik,” kata Puan saat melaksanakan olahraga jalan sehat pagi dengan awak media di Kompleks GBK Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (21/8/2022) pagi, dikutip dari sindo.news.

Selanjutnya, Puan (PDIP) juga secepatnya bersilaturahmi dengan ketua umum partai Gerindra, Prabowo Subianto.

Banyak yang menduga, bahwa PDI-P selain mempersiapkan Puan Maharani sebagai capres, juga menyiapkan beberapa skenario, termasuk kemungkinan koalisi Gerindra dan PDI-P dengan menduetkan pasangan Prabowo-Puan.

(Selesai)

Sinyal Megawati Sebut Ratu Kalinyamat, Puan kah? Capres Wanita PDI-P (1)
Geopolitik Negara dan Sumber Daya (1)
Prediksi 4 Koalisi Menuju Pilpres 2024, Daftar Lengkap Hasil Pemilu 2019 Parpol Sebagai Dasar Perhitungan dan Strategi 2024 (1)
Joko Tingkir dalam Diskursus Sejarah, Tokoh Imajinatif hingga “Ngombe Dawet” (1)
Budaya Mundur Kian Kendur

Terkait

Terkini