Squid Game dan Fakta Kemiskinan di Indonesia

Kemiskinan yang memaksa seseorang keluar dari batas upayanya akan menciptakan stressing atau tekanan.

15 November 2021, 01:04 WIB

Nusantarapedia.net — Squid Game dan fakta kemiskinan di Indonesia

Belakangan negeri ini dihebohkan dengan tayangan Netflix yang mengangkat satu cerita film bertajuk game yang bernama Squid Game. Apa itu Squid Game? Squid Game adalah serial drama survival melalui televisi internet asal Korea Selatan yang ditulis dan disutradarai oleh Hwang Dong-hyuk. Game ini memuat aturan main cara bertahan dengan cara yang brutal dan nyawa sebagai taruhan. Kekalahan adalah kematian. Ini yang menarik dan menjadikannya berbeda dengan drama-drama survival Korea yang lain.

Sebanyak 456 orang yang terlilit utang dan putus asa tergabung dalam permainan bertahan hidup yang keras. Mereka berkesempatan membawa pulang 45,6 miliar won Korea (Rp 551,3 miliar) jika memenangi rangkaian enam pertandingan. Namun jika mereka kalah, maka hukumannya adalah mati seketika dengan cara ditembak

Drama ini diangkat atas inspirasi kehidupan nyata masyarakat Korea Selatan yang hidup dalam jerat dan krisis ekonomi berkepanjangan sehingga menimbulkan penderitaan. Drama ini permainannya cukup sederhana, seperti permainan masa kanak-kanak yang dimainkan para pemain saat dewasa. Sensasi tegang karena bertaruh nyawa ini yang membuat squid game ini menarik.

“Idealnya kita berkecukupan bahkan berlebih hidup di atas tanah surga. Namun, faktanya negeri kita negeri miskin baik miskin absolute (miskin karena ketidak adaan materi), relatife (miskin karena kebijakan) bahkan kultural (miskin karena kebiasaan).”

Kesuksesan Squid Game tak lepas dari isi ceritanya yang mengisahkan perjuangan masyarakat marjinal Korea Selatan. Bagaikan cermin, drama ini seperti menguliti penderitaan rakyat dalam berjuang demi ekonominya.

Seperti yang diceritakan oleh pemeran utamanya, seorang pria pengangguran, maniak judi dengan hutang dan kerugian menumpuk. Berjuang mendapat pengakuan dan penghormatan di mata keluarganya. Akhirnya ia memutuskan untuk mengikuti permainan ini. Di arena permainan ia bertemu seorang bandit muda dengan latar belakang seorang buruh yang pernah dianiaya oleh sang majikan.

Seperti kebanyakan karakter masyarakat Asia yang lain, sifat masyarakat Korea Selatan yang keras dan kompetitif sehingga menimbulkan banyak orang yang tertekan. Terlebih susahnya akses mendapat pekerjaan dengan yang layak membuat rakyat banyak yang terjebak pada hutang dan perjudian.

Kemiskinan dan Stress

Kemiskinan yang memaksa seseorang keluar dari batas upayanya akan menciptakan stressing atau tekanan. Kupriyanov dan Zhdanov (2014) menyatakan bahwa stres yang ada saat ini adalah sebuah atribut kehidupan modern. Lingkungan modern yang keras memaksa seseorang untuk beradaptasi bahkan hingga di luar batas kemampuannya.

Pendekatan stress dapat dibagi menjadi tiga; (1) stres model stimulus (rangsangan), (2) stres model response (respons), dan (3) stres model transactional (transaksional) (Bartlett, 1998: Lyon, 2012).

Stres model stimulus merupakan model stres yang menjelaskan bahwa stres itu adalah varibel bebas (independent) atau penyebab manusia mengalami stres. Atau dengan kata lain, stres adalah situasi lingkungan yang seseorang rasakan begitu menekan dan individu tersebut hanya menerima secara langsung rangsangan stres tanpa ada proses penilaian (Staal, 2004).

Stres stimulus lebih memfokuskan pada sumber –  sumber stres dari pada aspek-aspek lainnya. Sumber stres tersebut dikenal dengan istilah “stressor”. Cara kerja dari stressor ini adalah memberikan sebuah rangsangan, tekanan, dan dorongongan sehingga seseorang dapat mengalami stres. (Barlett, 1998)

Dikembangkan oleh Hans Selye. Selye menekankan bahwa stres merupakan reaksi atau tanggapan tubuh yang secara spesifik terhadap penyebab stres (stressor) yang mana hal tersebut memberikan pengaruh kepada seseorang. Lyon (2012) mengistilahkan reaksi tubuh terhadap sumber stres sebagai variable terikat atau hasil.

Hasil stress itu pun meliputi perubahan kondisi psikis, emosional, dan psikologis (Carr & Umberson, 2013). Misalnya, ketika seseorang mengalami situasi yang mengkhawatirkan, tubuh secara spontan bereaksi terhadap ancaman tersebut. Ancaman tersebut termasuk sumber stres, dan respons tubuh terhadap ancaman itu merupakan stres respons (Scheneidrman, Ironson & Siegel, 2005).

Stres model transaksional berfokus pada respon emosi dan proses kognitif yang mana didasarkan pada interaksi manusia dengan lingkungan (Jovanovic, Lazaridis & Stefanovic, 2006). Atau dengan kata lain, stres model ini menekankan pada peranan penilaian individu terhadap penyebab stres yang mana akan menentukan respon individu tersebut (Staal, 2004).

Seseorang akan segera melakukan penilaian dan mengambil langkah solusi atas stimulus permasalahan yang didapat.

Dalam jalan cerita drama Squid Game, pemeran utama Gi-Hoon, mengalami tekanan karena kemiskinan hidupnya. Banyak hutang, dikejar rentenir dan kalah judi. Didapati pula ibunya yang sakit-sakitan dan harus operasi. Akhirnya ia mengambil langkah mengikuti Squid Game. Tekanan yang dialami Gi-Hoon ini termasuk stress model transaksional.

Squid Game dan Fakta Kemiskinan di Indonesia

Menyaksikan drama Squid Games seperti melihat cermin, betapa kondisi kemiskinan di Indonesia pun tak begitu berbeda. Kondisi bangsa yang pemimpinnya gemar berhutang akhirnya terduplikasilah spirit itu pula pada rakyatnya. Kemudahan pinjaman berbunga tinggi yang merebak ke pelosok-pelosok desa dengan kemudahan jaminan pula, telah menjerat masyarakat desa.

Pun dengan mudahnya akses internet, pinjaman-pinjaman online merebak. Masih dengan operandi yang sama, jaminan mudah dan bunga yang selangit. Pinjaman online malah hanya menjaminkan foto diri dengan KTPnya, juga menyeraahkan database melalui e-formulir.

Masih segar di ingatan kita bukan, seorang ibu muda yang terpaksa mengakhiri hidupnya dengan gantung diri karena jeratan hutang bank plecit dan pinjaman online. Ya, inilah lakon Squid Game sesungguhnya.

Plafon pinjaman yang tidak seberapa itu, akhirnya menggunung puluhan juta karena tidak segera terbayar. Itulah kejamnya rentenir. Mudah menjerat si miskin dengan kemudahan-kemudahan yang akhirnya menuai terror tak berkesudahan.

Seperti halnya Squid Game, resiko ‘mati’ entah karena depresi, atau kejahatan oknum debt collector yang membabi buta dalam melakukan penagihan, dilakoni demi memenuhi kebutuhan. Dan ini candu. Faktanya fenomena ini terus terjadi dari masyarakat desa hingga bernegara.

Indonesia dan Kemiskinan Kultural

Biaya sekolah tak terbayar, susu anak tak terbeli, kebutuhan sandang tak tercukupi, banyak anak menggelandang dan mengemis. Fenomena apa ini? Bukankah tanah kita tanah surga? Idealnya kita berkecukupan bahkan berlebih hidup di atas tanah surga. Namun, faktanya negeri kita negeri miskin baik miskin absolute (miskin karena ketidak adaan materi), relatife (miskin karena kebijakan) bahkan kultural (miskin karena kebiasaan).

Malas, etos kerja buruk, mudah menyerah pada nasib, budaya korupsi, mengandalkan bansos, suka foya-foya, konsumtif berlebihan, gaya hidup sok sosialita adalah sebab-sebab kemiskinan kultural di Indonesia. Masyakarat dengan tipe kemiskinan kultural ini yang mudah terjerat pada tipu daya hutang.

Bantuan-bantuan pemerintah hendaknya berbasis pemberdayaan dengan pendampingan masif agar masyarakat berdaya demi berputarnya roda ekonomi dan selamat dari jerat rentenir.

Memahami Kemiskinan Bersama Hamsad Rangkuti
Menuju Indonesia Maju dengan Merubah Kultur

Terkait

Terkini