Sri Mulyani Prosesor Keuangan Negara, Bila Undur Diri Apakah Mungkin?
Inilah sebuah konsekuensi dari sebuah alat yang pokok, yaitu "prosesor komputer", sebagaimana SM. Kita tunggu langkah revolusionernya sebagai prosesor yang handal
Dinas Viral Media Sosial Rakyat
Sudah menjadi tren, sering kebijakan yang seolah-olah bijak, baik, benar, dsb., lahir setelah negeri ini heboh/viral di media sosial atas kejadian/kasus yang terbongkar. Namun mengapa sebelumnya, political will/good government/governance dalam tata kelola penyelenggaraan tidak dilakukan oleh sebuah institusi jauh sebelumnya, dilakukannya pun ibarat “nututi layangan pedot”.
Seperti dalam konteks ini, akhirnya perlu dipertanyakan, bagaimana tata kelola penyelenggaraan/manajemen yang dilakukan oleh Kemenkeu soal perpajakan. Dimanakah letaknya Kemenkue sebagai lembaga yang menampakkan hal etik dan praktik berupa kejujuran, integritas, loyalitas, dedikasi, profesionalisme kepada rakyat (negara). Baik menyangkut jajarannya (kepegawaian), hingga menyangkut tugas pokok dan fungsinya.
Kasus ini sekalipun berawal di luar konteks persoalan di Kemenkeu, pada akhirnya dapat membuka tabir hal kinerja Kemenkeu, telah terjadi indikasi kecurangan pengelolaan pajak ada pada bawahannya/institusinya sendiri. Seperti kasus 13.000 ASN di atas yang belum melaporkan LHKPN, belum dugaan kasus lainnya, seperti praktik mafia pajak.
Berarti indikasinya, SM selaku pimpinan tertinggi, semestinya jauh sebelumnya telah mengetahui orang yang turut melakukan kesepakatan dari praktik-praktik moral dan melanggar “kejahatan pajak” di dalamnya. Taruhlah SM tidak mengetahui semua praktik yang sedang terjadi di hadapannya, berarti tanda gagal dalam memanajemen institusi yang dipimpinnya. Ini bila dianalisis dengan membaca yang tersurat dan tersirat.
Jadi, dugaan publik telah mengarah pada K/L Keuangan telah terjadi praktik kejahatan pajak menjadi wajar, seperti sebelumnya pernah dilontarkan oleh Bupati Meranti Adil, hal tidak adilnya pembagian pajak atas hasil minyak di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau.
Pengalaman sebelumnya misalnya, kasus Gayus Tambunan, yang hanya pegawai pajak golongan III, nyatanya mempunyai harta kekayaan lebih dari Rp70 miliar.
Pun dengan program tax amnesty yang juga heboh pada waktu itu, apakah benar-benar negara ingin bertindak adil bagi para pelaku pajak yang bandel, yang mana itu adalah para kelompok pengusaha besar, ataukah justru untuk benar-benar memberi pengampunan para pengemplang pajak oligarki ekonomi, pun dengan upaya mencarinya potensi yang membabi-buta yang mana golongan menengah bawah pun dengan patuh turut serta mensukseskan program tax amnesty.
Pajak dan Keadilan Sosial
Pajak merupakan kontribusi wajib dari orang atau badan terhadap negara, yang sifatnya memaksa sesuai dengan undang-undang tanpa adanya imbalan secara langsung. Pajak tersebut oleh pemerintah dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. (DJP)
Lantas, sudah adilkah semuanya ini? Apa yang telah dilaksanakan oleh rakyat atas kepatuhannya membayar pajak dengan yang diterima oleh rakyat. Seperti halnya, bahwa rakyat telah dibawa pada situasi skakmat bila tidak membayar pajak A B C D, maka tidak bisa mengakses hal-hal yang sifatnya administratif. Belum lagi penerapan aneka pajak pada banyak hal obyek pajak “apa-apa dipajaki” yang dirasakan untuk mencari potensi keuangan, namun imbal baliknya, kebutuhan dasar hidup rakyat tetap mahal. Minyak mahal, BBM mahal, beras mahal, dsb. Pendek kata, rakyat tidak boleh dimiskinkan, tidak boleh ada paradoksal atas kepatuhannya membayar pajak.
Di bagian lain, rakyat tidak tahu, bagaimana pajak (fiskal) benar-benar dijalankan/diterapkan dengan adil dalam memungutnya, baik berlaku untuk para oligarki ekonomi dan rakyat. Hal-hal seperti ini tentunya atas kasus ini yang menjadikan opini publik menduga Kemenkeu tidak clear and clean.