Suku Bunga Acuan Naik, Legislator Pertanyakan Antara ‘Pro-Growth dan Stability’

22 November 2022, 09:49 WIB

Nusantarapedia.net, Jakarta — Bank Indonesia dalam kebijakannya mendukung pertumbuhan ekonomi (pro-growth) dan stabilitas (pro-stability).

Pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia, (16-17/11/2022), memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 50 bps menjadi 5,25%, suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 4,50%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps menjadi 6,00%.

Keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah front loaded, pre-emptive, dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini masih tinggi dan memastikan inflasi inti ke depan kembali ke dalam sasaran 3,0±1% lebih awal yaitu ke paruh pertama 2023, serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat kuatnya mata uang dolar AS dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat.

Hal tersebut ditanggapi oleh Anggota Komisi XI DPR RI Siti Mufattahah saat Rapat Kerja Komisi XI DPR RI dengan Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dalam rangka membahas Pengantar Rancangan Anggaran Tahunan Bank Indonesia (RATBI) 2023, berlangsung di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Nusantara I DPR RI, Jakarta, Senin (21/11/2022).

Siti Mufattahah mempertanyakan kebijakan (BI) tersebut dalam mendukung pertumbuhan ekonomi (pro-growth) dan stabilitas (pro-stability). Hal itu menyusul keputusan BI yang menetapkan kenaikan Suku Bunga Acuan 7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) menjadi 5,25 persen.

“Dari data ini kira-kira bagaimana Pak Gubernur (BI) memperkirakan dampak kenaikan suku bunga acuan BI terhadap kebijakan pro-growth? Di mana dengan adanya kenaikan suku bunga BI akan membuat potensi pertumbuhan sektor riil melambat, menurut kami demikian,” tanya Siti, seperti dilansir dari parlementaria dpr, (21/11/2022).

Sebelumnya, keputusan BI untuk menaikkan kembali BI7DDR ini sebagaimana disampaikan Gubernur BI Perry Warjiyo, telah terjadi beberapa kali yaitu pada bulan Agustus, September, Oktober dan November dengan total 175 basis poin (bps). Hal yang sama juga terjadi pada suku bunga Deposit Facility yang menjadi 4,50 persen dan Lending Facility menjadi 6,00 persen.

Menurut Siti, dengan adanya kenaikan suku bunga maka menyebabkan kenaikan bunga pinjaman yang membuka potensi penurunan angka kredit.

Lebih jauh, Siti mempertanyakan usaha BI agar kenaikan suku bunga tersebut tidak memberikan dampak buruk pada pemulihan UMKM di Indonesia.

“Potensinya adalah kredit menjadi anjlok karena bunga pinjaman menjadi naik tentunya. Kemudian, bagaimana BI memitigasi agar kenaikan suku bunga tersebut tidak juga berdampak mempengaruhi geliat dan pemulihan UMKM,” tanyanya.

Terkait

Terkini