Tak Usah Banyak Drama, Intinya Kurangi (Volume) Bisnis Kendaraan

17 September 2024, 00:09 WIB

Nusantarapedia.net | PUSPAWARNA — Tak Usah Banyak Drama, Intinya Kurangi (Volume) Bisnis Kendaraan

Oleh : B Ari Koeswanto ASM 

“Tengok pula, mengapa bule-bule di Bali banyak yang tidak bisa naik motor, hingga Bali menjadi surganya rental motor dan leluasanya untuk belajar naik sepeda motor. Karena bule-bule di negaranya, tak ada budaya ‘satu orang satu motor/mobil’ untuk segala macam aktifitas, maka bule-bule berumur gerang tak bisa naik motor.”

– jadi teringat ESEMKA? bahkan mobil nasional seharusnya bagian dari peta jalan Indonesia Emas. Andaikan bisnis kendaraan yang nilainya besar ini, yang hampir-hampir tidak ada pembatasan, alangkah tidak menguapnya keuangan nasional, bila yang dijual adalah produk kendaraan nasional. Apa sedang bermimpi, ya? –

LONG weekend (Maulid Nabi) di puncak Bogor memakan korban. Satu orang meninggal dunia akibat kelelahan terjebak macet. Korban seorang perempuan berusia 56 tahun asal Bambu Apus, Jakarta Timur.

Kemacetan parah terjadi selama hampir 14 jam di jalur menuju puncak pada Minggu, (15/09/2024).

Pihak kepolisian Satlantas Polres Bogor melaporkan, sejumlah 150.000 kendaraan menuju puncak. Padahal idealnya, ruas jalan hanya untuk 70.000 kendaraan, itupun maksimal masih dalam kondisi ‘lambat lancar’.

Penyebab kemacetan ini, intinya overload kendaraan. Tentu masyarakat tidak bisa disudutkan atas mobilitas (aktifitas) liburan, karena butuh merefresh diri dari tumpukan beban hidup dan pekerjaan. Selain aktifitas liburan (kepariwisataan) itu sendiri di dalamnya juga bagian dari penggerak ekonomi.

***

Kendaraan berbahan bakar fosil saja terus diramaikan di pasar nasional, di tengah hadirnya kendaraan listrik yang “dipihaki”, dengan narasi energi terbarukan atau hilirisasi nikel, yang kemudian tercipta ekosistem baru, yang katanya, lagi-lagi berdampak pada ekonomi nasional, yang ujungnya kembali untuk kepentingan rakyat, baik langsung maupun tidak.

Memang, penjualan mobil nasional secara kumulatif periode Januari-Juli 2024 menurun sebanyak 102.695 unit atau 17,49% menjadi 484.236 unit dibandingkan periode yang sama tahun 2023, yang mencapai 586.931 unit.

Meski begitu, Indonesia tetaplah pasar empuk bagi produsen mobil dunia, sepaket dengan kebijakan pemerintah sendiri yang justru mendorong terus tumbuhnya bisnis kendaraan, seperti; pembangunan jalan tol, subsidi mobil listrik, tidak dibangunnya transportasi umum yang massive sampai ke tingkat daerah.

Di satu sisi, alat transportasi manusia, berupa kaki dan moda transportasi publik berupa aneka alat transportasi, tidak disinergikan dalam modeling pembangunan transportasi. Dibangun pun tidak terintegrasi merata. Hanya kota-kota tertentu saja yang sudah bagus moda transportasi publiknya, meski penggunaan kendaraan pribadi masih sangat tinggi, Jakarta contohnya.

Sementara mobilitas transportasi umum antar kota dan desa; kota ke kota, desa ke desa, kota ke desa/sebaliknya, yang di dalamnya ada pusat bisnis, perdagangan dan pariwisata, terutama aktifitas ekonomi di level mikro, tidak diperhatikan.

Cilakanya, kalau kita tak punya sepeda motor atau mobil, kita kaga’ bisa ngapa-ngapain, karena desain ekonomi dan tatanannya sengaja digerakkan dengan kendaraan pribadi. Lihatlah; jutaan bakul sayur keliling, mobil kopi keliling, ke kantor naik motor/mobil, pergi ke pabrik dengan motor, anak SMA (SMP) naik motor. Kemanapun dan aktifitas apapun bisa berjalan efektif hanya dengan syarat memiliki kendaraan pribadi.

Terkait

Terkini