Tari Topeng Ireng

Topeng Ireng di sini bukan berarti penarinya menggunakan sebuah topeng berwarna hitam, akan tetapi akronim dari Toto Lempeng Irama Kenceng.

17 September 2022, 20:44 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Seni — Tari Topeng Ireng

“Menurut Sumarjono, Tari Topeng Ireng awalnya muncul pada tahun 1950 di daerah Tuk Songo, Borobudur. Pada waktu itu, tarian ini menceritakan sekelompok prajurit yang dengan gagah berani melawan penjajah Belanda.”

TOPENG Ireng adalah salah satu kesenian tradisional yang berasal dari desa Tuk Songo, Borobudur dan berkembang di daerah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Topeng Ireng yang juga dikenal sebagai kesenian Dayakan ini adalah bentuk tarian rakyat kreasi baru yang merupakan hasil metamorfosis dari kesenian Gandul Muslimin. (wikipedia)

Sebelum nama Tari Topeng Ireng digunakan, tarian ini bernama Tari Dayakan. Bukan karena pencipta tarian ini merupakan orang dari Suku Dayak, melainkan pakaian yang digunakan menyerupai pakaian khas Dayak. Baik dari baju, riasan wajah, maupun hiasan kepalanya.

Seiring berjalannya waktu, tarian ini diubah dengan nama Topeng Ireng. Topeng Ireng di sini bukan berarti penarinya menggunakan sebuah topeng berwarna hitam, akan tetapi akronim dari Toto Lempeng Irama Kenceng. Toto artinya menata, lempeng artinya lurus, irama berarti nada dan kenceng berarti keras. Oleh karena itu, dalam pertunjukan Tari Topeng Ireng, para penarinya berbaris lurus dan diiringi musik yang berirama keras dan penuh semangat.

Sebelum penari mulai menari, mereka biasanya menjalani serangkaian ritual terlebih dahulu. Ritual itu dinamakan Jamasan. Pada ritual ini, para penari berkumpul lalu masing-masing dari mereka menerima taburan bunga beserta air di wajah.

Dilansir dari Berita Magelang, menurut Sumarjono, seorang tokoh penari Topeng Ireng, ritual Jamasan ini dimaksudkan agar penari lebih percaya diri dalam menari dan terus melestarikan tarian itu.

“Diharapkan dengan ritual ini mereka semakin mencintai dan menghargai kesenian ini,” jelas Sumarjono.

Menurut Sumarjono, Tari Topeng Ireng awalnya muncul pada tahun 1950 di daerah Tuk Songo, Borobudur. Pada waktu itu, tarian ini menceritakan sekelompok prajurit yang dengan gagah berani melawan penjajah Belanda.

Namun, ada pula yang mengatakan kalau Tari Topeng Ireng merupakan metamorfosis dari Kesenian Kubro Siswo. Kesenian Kubro Siswo sendiri merupakan kesenian yang menceritakan penyebaran agama Islam di Jawa.

Pada tahun 1989, tarian Topeng Ireng mengalami perubahan bentuk. Tarian itu menggabungkan antara syiar agama Islam dan bela diri pencak silat. Dengan menggunakan kostum mirip suku Indian, dengan bulu ayam di kepala dan coretan hitam di wajah, anggota penari yang beranggotakan 10-20 orang itu bergerak bersama secara rancak. Senada dengan mahkota bulunya, riasan wajah dan pakaian para penari juga seperti suku Indian, berumbai-rumbai dan penuh dengan warna-warna ceria. Untuk alas kaki, biasanya mengenakan sepatu gladiator atau sepatu boot dengan gelang kelintingan yang jumlahnya hampir 200 buah di masing-masing penari sehingga menimbulkan riuh gemerincing di setiap gerakannya.

Nuansa Islam pada tarian itu terdengar dari musik latar yang digunakan. Biasanya mereka menggunakan lagu-lagu kasidah/sholawatan berbahasa Jawa. Namun, belakangan lagu kasidah itu mulai diganti dengan lagu-lagu pop dan dangdut.

Alat musik yang dipakai biasanya berupa gamelan, kendang, bende, seruling dan rebana. Alunan ritmis yang tercipta akan menyatu dengan gerak dan teriakan para penari sehingga terlihat atraktif. Membuat para penonton terhibur dan enggan beranjak bila belum selesai tariannya.

Fungsi utama dari kesenian Topeng Ireng yang paling menonjol adalah sebagai media hiburan bagi masyarakat dan sebagai sarana penyaluran ekspresi bagi penarinya. Bagi masyarakat yang hidup di pedesaan, sangat penting menyalurkan ekspresi sebagai sarana melepas kepenatan dari rutinitas pekerjaan.

Tarian ini biasa digelar pada upacara bersih desa, kirab budaya, festival sakral, gelaran seni tradisional, dan budaya lainnya. Melansir okezone tarian ini pernah dipentaskan di Swedia pada tahun 2018 dalam sebuah acara bertema Kampung Indonesia. Acara ini diadakan oleh Kedubes Indonesia di Swedia.

Terkait

Terkini