Tembok Eks Benteng Keraton Kartasura

Pasalnya, secara historis obyek bangunan tersebut adalah bekas istana pemerintahan Keraton Mataram Kartasura. Yang mana telah diinisiasi dan digunakan sebagai pusat kebudayaan Jawa dari tahun 1680 hingga 1745.

11 Juni 2022, 08:47 WIB

Nusantarapedia.net, Warta | Nasional — Tembok Eks Benteng Keraton Kartasura

“Kekuatan hukum dalam praktiknya di lapangan, untuk membuat rasa aman, nyaman, bersifat edukatif, sosialisasi dan definisi yang jelas kepada semua pihak mengenai obyek cagar budaya tidak bisa sepenuhnya bergantung pada UU No 11 Tahun 2010 tersebut, tetapi good will dari semua pihak harus dilakukan, selain sebagai aturan-aturan tambahan, penjelasan dan pelaksanaan.”

Kejadian penjebolan tembok eks Benteng Keraton Kartasura beberapa bulan yang lalu sangat menghebohkan publik. Pasalnya, secara historis obyek bangunan tersebut adalah bekas istana pemerintahan Keraton Mataram Kartasura. Yang mana telah diinisiasi dan digunakan sebagai pusat kebudayaan Jawa dari tahun 1680 hingga 1745.

Di tengah gairah masyarakat sedang gencar-gencarnya dengan signal kebudayaan yang menguat akan romantisme sejarah masa lalu Indonesia, khususnya bangsa Jawa pada kebudayaan Mataraman.

Kini, Indonesia baru telah lahir, semua peninggalan kerajaan di Nusantara (Indonesia) menjadi aset sejarah bagi bangsa ini. Bagaimana seharusnya dalam hal ini pemerintah dan masyarakat mengelola aset-aset sejarah tersebut, sebagai nilai-nilai kultural yang akan terus lestari untuk fungsi jati diri landasan kultural bangsa. Keberadaan kebudayaan daerah turut serta menopang kebudayaan nasional, pun diperlukan good will dalam mengelola tata kelola kehidupan sosiologis, karena sejatinya praktik kultural itu masih mengakar hingga kini.

Dalam tulisan ini, NPJ ambil sampel dari Kabupaten Sukoharjo mengenai kejadian penjebolan tembok eks Benteng Keraton Kartasura. Dari kejadian berlangsungnya penjebolan tembok hingga kini masih menjadi perhatian dari beberapa pihak. Di antaranya kunjungan kerja DPR RI Komisi II ke Pemda Kabupaten Sukoharjo.

Rabu (8/6/2022), Komisi II DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Pemda Sukoharjo, Jawa Tengah. Kunjungan tersebut dilaksanakan di Kantor Bupati. Dalam kegiatan tersebut, diikuti oleh Anggota Komisi II DPR RI Mohammad Toha.

Dalam kesempatan tersebut, Toha menyoroti penjebolan tembok eks Benteng Keraton Kartasura yang dilakukan oleh pemilik lahan pada Kamis (21/4/2022) lalu, yang mana kejadian tersebut cukup menggegerkan publik.

Toha inginkan agar kejadian serupa tidak terulang. Untuk itu meminta agar Pemerintah Kabupaten Sukoharjo menjembatani proses inventarisasi aset keraton yang sedang dilakukan oleh Dewan Adat Sukoharjo.

“Tidak hanya di Solo saja, bahkan di luar Jawa pun ada. Termasuk di dekat sini (dekat Kantor Bupati) tadi ada aset Keraton Kartasura. Mungkin nanti Pemda bisa menjadi jembatan untuk menginventariskan lagi aset-aset keraton itu,” ucap Toha, dikutip dari dpr.go.id.

Lanjutnya, kalau memang area lahan sudah dimiliki oleh masyarakat sepanjang tujuannya baik dan dapat melestarikan cagar budaya. Toha meminta BPN Sukoharjo untuk membantu melakukan pemeriksaan ulang status tanah yang dulunya adalah milik Keraton Kartasura.

“BPN pasti ada record dan catatan-catatan sekarang tanah dimiliki oleh siapa, SHM-nya oleh siapa itu bisa diteliti lagi,” ujarnya.

“Kalau untuk kepentingan umum saya pikir tidak ada masalah, yang penting jaga aset itu sebagai cagar budaya. karena ada Undang-Undang Cagar Budaya yang bunyinya kita wajib memelihara itu dan tidak boleh merusak, dan harus melestarikan cagar budaya itu,” sambungnya.

Lebih dalam Toha mengatakan, kejadian penjebolan tembok eks Benteng Keraton Kartasura ini menjadi tonggak baru bagi pihak keraton untuk menginventarisir kembali aset-asetnya.

“Kita harus hormat sejarah, tahu sejarah, menghargai sejarah. Apalagi cagar budaya, ini harus kita lestarikan,” tutup Mohammad Toha, politisi dari partai PKB.

Diketahui, terjadi penjebolan eks tembok Benteng Kartasura oleh keluarga Bambang, yang sebelumnya membeli tanah seluas 682 meter persegi. Tanah tersebut terdapat sebagian tembok eks Benteng Keraton Kartasura.

Tembok eks Benteng Keraton Kartasura yang dijebol tersebut berada di Kampung Krapyak Kulon RT.002/RW.010, Kelurahan Kartasura, Kecamatan Kartasura, Sukoharjo.

Tembok Benteng yang dijebol sepanjang sekitar enam meter dengan menggunakan alat berat pada Kamis, (21/4/2022) siang.

Bambang membeli tanah tersebut pada Maret 2022 seharga Rp.850 juta dari seseorang yang saat ini tinggal di Lampung, yaitu Linawati.

Atas kejadian tersebut, publik digegerkan. Bagaimana dalam hal ini Pemda Sukoharjo?

Informasinya, per-Tanggal 28 April 2022, Pemda Sukoharjo menetapkan eks Benteng Kartasura tersebut sebagai situs cagar budaya tingkat kabupaten melalui SK Bupati Sukoharjo.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukoharjo, Jawa Tengah menetapkan status tembok Benteng Keraton Kartasura yang dijebol sebagai situs cagar budaya BCB (Bangunan Cagar Budaya). Perlu diketahui, penetapan tersebut sebagai situs cagar budaya tingkat kabupaten.

Artinya, penetapan pada 28 April 2022 tersebut setelah kejadian penjebolan tembok pada 21 April 2022, selang seminggu dari kejadian.

Terdapat 5 item bangunan yang ditetapkan Pemda Kabupaten Sukoharjo sebagai situs cagar budaya tingkat kabupaten, selain tembok Benteng Keraton Kartasura yang dijebol, yakni Struktur Makam Sedah Mirah, Makam Haryo Panular, Bangunan Masjid Hastono Keraton Kartasura dan Struktur Sumur Bandung, serta Benteng Cepuri Keraton Kartasura.

Penetapan status bangunan cagar budaya tersebut dilakukan oleh Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Sukoharjo dengan menyerahkan hasil kajian tembok Benteng Keraton Kartasura bersama situs-situs lainnya kepada Bupati Sukoharjo pada 25 April 2022 yang lalu.

Road mapnya, setelah ditetapkan statusnya dengan legal peringkat kabupaten, Pemda mengusulkan kelima situs cagar budaya itu ke tingkat provinsi Jawa Tengah.

Sebagai informasi bahwa, regulasi utama dalam pengaturan cagar budaya diatur melalui UU No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Berikut petikan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Pasal 5 UU 11/2010.

“Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria :

1) berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
2) memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan
3) memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

Larangan merusak cagar budaya sendiri diatur di dalam Pasal 66 ayat (1) bahwa :

“Setiap orang dilarang merusak Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal.”

Bagi masyarakat yang merusak cagar budaya terancam sanksi hukum sebagaimana tercantum di Pasal 105 dari UU 11/2010 yaitu :

“Setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”

Lebih dalam lagi, bagi yang merusak cagar budaya mendapatkan sanksi tambahan sesuai dengan Pasal 115 yaitu :

Kewajiban mengembalikan bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan sesuai dengan aslinya atas tanggungan sendiri; dan/atau Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana.

Jelas sudah, meskipun pihak Pemda Sukoharjo dalam hal ini menetapkan status cagar budaya dengan Keputusan Bupati setelah kejadian berlangsung, namun pengaturan dalam UU NO 11 Tahun 2010 mengenai Cagar Budaya sudah cukup jelas dan mengikat.

Meskipun juga dalam hal ini status legal dengan Nomor Registrasi dari BPCB (Balai Peninggalan Cagar Budaya) untuk tembok eks Benteng Keraton Kartasura sebagai Bangunan Cagar Budaya belum jelas. Namun acuannya tetap UU No 11 Tahun 2010.

Hendaknya ini dijadikan pengalaman semuanya, bahwa inventarisasi aset dengan status administrasi hukum harus secepatnya dilakukan di semua aset bangunan atau benda cagar budaya di seluruh Indonesia.

Kekuatan hukum dalam praktiknya di lapangan, untuk membuat rasa aman, nyaman, bersifat edukatif, sosialisasi dan definisi yang jelas kepada semua pihak mengenai obyek cagar budaya tidak bisa sepenuhnya bergantung pada UU No 11 Tahun 2010 tersebut, tetapi good will dari semua pihak harus dilakukan, selain sebagai aturan-aturan tambahan, penjelasan dan pelaksanaan.

Upaya tersebut adalah, segera dilakukan inventarisasi dan diterbitkan regulasi lokal seperti Perda, Perbup, SK maupun produk hukum lainnya di tingkat pemerintah daerah. Dan upaya kejelasan Nomor Registrasi Cagar Budaya dari BPBC atau pihak terkait.

Bagaimana hal ini untuk 34 Provinsi di Indonesia, juga 415 Kabupaten/Kota, apakah sudah melakukan upaya-upaya tersebut? (ASM)

Mataram Kartasura, Lahir dan Tumbuh dengan Pecah Belah (1)
Wangsa Mataram, Cabang Ningrat Baru
Geopolitik dan Strategi Sultan Agung Menuju Kejayaan Nusantara di Pentas Dunia (1)
Politik Ekspansi Panembahan Senopati dan Susuhunan Hanyakrawati
Mataram Pleret, Penaja Perang Suksesi Monarki Jawa
Aku Bersedih … Kugantungkan Harapan dan Cita-Cita Indonesia, Setinggi Candi Borobudur
Tilik Simbah-Milik Simbah, Borobudur Penjaga Identitas Kultural
Tsunami Alat Legitimasi, Ungkap Peristiwa berbasis Geo-Mitologi
Gunung Sewu dalam Literasi Bumi dan Budaya Mataraman (1)

Terkait

Terkini