Titip Rindu Buat Ayah: Catatan Untuk Wakil Rakyat Hasil Pemilu 2024

Nusantarapedia.net | OPINI — Titip Rindu Buat Ayah: Catatan Untuk Wakil Rakyat Hasil Pemilu 2024
Oleh : Marianus Gaharpung
LAGU “Titip Rindu Buat Ayah” diciptakan dan dinyanyikan oleh Ebiet G. Ade. Lagu yang hits tahun 1996 ini memiliki makna kerasnya kehidupan yang harus dilalui oleh setiap ayah selaku kepala rumah tangga yang harus bertanggung jawab atas keluarganya di dalam segala kondisi. Pesan lagu ini bisa dipadankan dengan anggota dewan sebagai wakilnya rakyat, yang mana memiliki kewajiban serta tanggung jawab yang amat sangat besar kepada warga.
Pertanyaannya, apakah wakilnya rakyat ini sudah menjalankan kewenangan, tugas serta tanggung jawab sebagai “ayah politik” terhadap anak-anak (masyarakat) dengan hati nuraninya serta berlandaskan hukum? Apakah selama ini sudah memenuhi tugas dan tanggung jawab sebagai “kepala keluarga dalam rumah tangga politik”? Publik tanah air masih melihat dan merasakan praktek pemilu dalam kehidupan demokrasi masih dalam tataran mata pelajaran di sekolah/kampus — sejatinya belum dirasakan manfaat positif oleh warga tanah air.
Publik tanah air telah mengetahui nama dan wajah wakil rakyat yang pasca pemilu 14 Februari yang lalu berdasarkan data Sirekap KPU, walaupun penetapan tertulis (SK) secara konstitutif dan deklaratif belum ada dari KPU. Ada wajah-wajah lama yang masih dipercayai, serta wajah baru yang akan bersuara di gedung DPR di Senayan, juga DPRD tingkat provinsi, kabupaten dan kota periode 2024 -2029.
Fenomena pemilu sebagai salah satu instrumen politik demokrasi secara umum pasca reformasi, bukan bertambah baik. Tidak mengherankan kemudian banyak anak bangsa marah atas praktek pemilu kali ini. Hal ini dikarenakan demokrasi yang dipraktekkan mulai dari proses, penyelenggaraan, serta pasca pemilu dan terutama pada pemilu pilpres, faktanya membuktikan adanya pelanggaran etik, hukum, sehingga diyakini paling buruk pasca reformasi demokrasi, karena tidak diikuti penegakan hukum yang kuat. Kedaulatan rakyat berkembang tidak sejalan dengan kedaulatan hukum. Hukum bisa dikangkangi oknum pejabat, termasuk wakilnya rakyat demi melindungi diri, bukan kemaslahatan warga bangsa.
Justru yang dipraktekkan adalah demokrasi prosedural terlihat di pemilu kali ini yang hanya dilaksanakan sebagai rutinitas demokrasi belaka. Faktanya, pemilu diselenggarakan bukannya semakin meningkat kualitas demokrasinya, tetapi justru semakin meluluhlantakkan makna demokrasi dengan praktek pemilu yang diramaikan oleh perilaku-perilaku yang mencederai nilai-nilai demokrasi. Misalnya politik uang, suap menyuap secara terang benderang tanpa malu dan bersalah.
Setelah oknum-oknum wakil rakyat terpilih apakah tetap dengan penyakit ingkar janji, tipu muslihat, korupsi, dsb. wallahualam, nanti dilihat saja setelah dilantik. Sudah rahasia publik, semua partai politik terlibat korupsi tidak bisa dibantah.