Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law! (Pencabutan Mandatory Spending 5% APBN, Justru Minimal 10-20%)
Dugaan kuat, itulah tiga poin, tiga proyek global meruntuhkan, menghancurkan manusia Indonesia dengan menjadikan manusia yang kurang gizi, kurang sehat dan bodoh
Nusantarapedia.net | JURNAL – POLHUKAM — Tolak RUU Kesehatan Omnibus Law! (Poin Pencabutan Mandatory Spending 5% APBN, Justru Minimal 10-15%)
Oleh: B. Ari Koeswanto ASM
“Untuk itu, perlu kiranya, ‘Indonesia Emas 2045’ berangkat dari peta jalan manusianya yang sehat atas kecukupan pangan yang standar gizi dan arah pendidikan nasional yang berpihak. Perlu diingat, bahwa kesehatan itu bukan program semata, hal kesehatan itu adalah komitmen negara. Disitulah tujuan negara didirikan.”
AKHIRNYA, jalan tol aneka revisi Undang Undang pun mulus pasca Perppu Cipta Kerja disahkan, meski idealnya perbaikan UU Cipta Kerja (Omnibus Law) atas saran dari Mahkamah Konstitusi, itu yang harus dilakukan. Faktanya, justru menerbitkan produk hukum baru bernama Perppu No. 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja, yang substansinya tak jauh beda. Berawal dari situlah agenda “transformasi” versi pemerintah dimulai, yang penulis tangkap tak ubahnya adalah agenda liberalisasi, Indonesia panggung pasar dunia. Pendek kata, ke depan akan menjadi (dijadikan) seperti Singapura.
Salah satunya adalah disahkannya Rancangan Undang Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law oleh DPR yang dilabeli produk inisiatif DPR.
Polemik pun muncul, bahkan ada peserta aksi seorang tenaga kesehatan yang sempat pingsan saat unjuk rasa menolak Undang Undang (UU) tersebut, kala Ikatan dokter, perawat dan apoteker unjuk rasa di gedung MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023), menolak RUU Kesehatan.
Argumentasi DPR dan Pemerintah, diterbitkannya UU Kesehatan tersebut adalah menuju transformasi di bidang kesehatan, yaitu; perbaikan dan membangun kembali sistem kesehatan Indonesia yang tangguh untuk generasi selanjutnya; memperkuat pelayanan primer; memperkuat pemanfaatan teknologi kesehatan dan ketahanan kefarmasian, seperti alat kesehatan lewat penguatan rantai pasokan dari hulu ke hilir; percepatan produksi dan pemerataan jumlah dokter; perlindungan hukum untuk nakes/tenaga kesehatan dari tindak kekerasan/pelecehan/perundungan saat bertugas.
Dalam pokok, menjadikan sistem kesehatan negara yang tangguh untuk meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Versi mereka, UU ini mampu memberikan pelayanan kesehatan yang awalnya kuratif, menjadi pelayanan yang preventif dan promotif, dengan ketersediaan dan distribusi Sumber Daya Kesehatan (SDM) disemua aspek, seperti bentuk kemandirian.
Bahasa “pakemnya” hemat penulis adalah, kesemuanya bentuk transformasi Indonesia di segala bidang tersebut (kesehatan), untuk (demi) menuju “Indonesia Emas 2045.” Disitulah narasi pakem yang dimaksud sebagai gaung:keniscayaan atau jargon. Perkara peta jalannya masuk akal atau tidak, pikir belakangan, seperti dalam konteks ini janggalnya beberapa pasal dalam UU Kesehatan.