Tradisi Mbangkuningan, Upacara Adat Memperingati Haul Makam Kembang Kuning

3 Februari 2022, 09:41 WIB

Nusantarapedia.net, Semarang — Senin Pahing (31/1/2022) warga Desa Polobogo, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, yang terdiri dari empat dusun Polobogo, Karang Ombo, Mbon Pete, dan Dusun Mbon Gede berbondong-bondong mempersiapkan tradisi Mbangkuningan ke-424. Tradisi ini merupakakan salah satu tradisi yang masih dilestarikan di desa tersebut.

Tradisi-tradisi yang secara turun temurun ini ada karena dilatar belakangi masyarakat daerah dataran tinggi yang kental akan kearifan lokalnya.

Tradisi Mbangkuningan ini dilakukan dalam rangka memperingati Haul Makam Kembang Kuning yang berada di Desa Polobogo. Menurut bapak Untung (65th) salah satu warga Desa Polobogo dimakam tersebut terdapat makam Ki Glondong Penglawe Sutowijoyo, Ki Soreng dan Nyi Soreng, serta pemakaman umum masyarakat Desa Polobogo.

Polish 20220202 215318029
Tradisi Mbangkuningan ini dilakukan dalam rangka memperingati Haul Makam Kembang Kuning yang berada di Desa Polobogo.

Masyarakat setempat meyakini bahwa tempat tersebut menjadi cikal bakal Desa Polobogo, sehingga tradisi Mbangkuningan masih dilestarikan hingga saat ini ke 424.

Pada Tradisi Mbangkuningan ke-424 tahun ini dihadiri langsung oleh Pemerintah Daerah Semarang, Perangkat desa, dan warga setempat.

Menurut warga bahwa tradisi ini biasanya mencapai 1000-1500 peserta yang terdiri dari warga setempat maupun peserta luar kota.

Polish 20220202 214854503
Makanan yang sudah didoakan diyakini mengandung berkah.

Upacara ini dilaksanakan tepat di depan pintu masuk makam kembang kuning, hingga berjejer tenong sampai kejalan-jalan sepanjang jalan masuk ke makam tersebut.

Warga Desa Polobogo pada tradisi ini, pagi-pagi berbondong-bondong menyiapkan tujuh macam jajanan pasar yang ditaruh dalam tenong dan tumpeng putih yang kemudian dibawa satu-satu ke depan makam kembang kuning untuk didoakan.

Ada dua kloter berdoa dalam tradisi ini, pertama warga membawa jajanan pasar yang dimasukan ke dalam tenong untuk dipinggul dibawa ke depan makam kemudian dilakukan doa bersama, dengan rentetan acara sambutan tokoh pemerintahan, tahlilan, dan ziarah.

Polish 20220202 215115746
Mereka saling berbagi makanan, dan bersedekah hasil tani, bahkan peserta dari luar kota berebut makanan dan berebut pucuk tumpeng dengan harapan pulang Mbangkuningan mendapatkan keberkahan.

Kloter kedua, setelah tenong dibawa pulang, mereka kembali ke makam dengan membawa tumpeng putih, lalu dilakukan hal yang sama yakni berdoda bersama.

Makanan yang sudah didoakan di kedua kloter tersebut, masyarakat meyakini bahwa makanan tersebut mengandung berkah.

Maka, mereka saling berbagi makanan, dan bersedekah hasil tani, bahkan peserta dari luar kota berebut makanan dan berebut pucuk tumpeng dengan harapan pulang Mbangkuningan mendapatkan keberkahan.

Uniknya lagi, selain menikmati makanan yang telah didoakan dimakam tersebut, para pengunjung dari berbagai penjuru daerag lain juga dipersilahkan bertamu dirumah-rumah warga Desa Polobogo sebagai cara untuk menyambung tali silaturahmi dengan masyarakat diluar daserah.

Pelaksanaan tradisi mbangkuningan merupakan bentuk kegiatan masyarakat desa polobogo yang selalu mengedepankan sikap maupun perilaku yang bergotong-royong, rukun, saling bersedekah tanpa memandang drajat dan pangkat.

“Selama saya tinggal di sini, dan mengikuti tradisi Mbangkuningan, saya merasa warga disini rukun dan mengedepankan saling berbagi, bahkan, saya jarang melihat ada konflik antar warga.”

“Apalagi dalam tradisi mbangkuningan ini, setiap warga berkunjung dari rumah kerumah saling mencicipi makanan, bisa dibilang lebih ramai dbandingkan lebaran,” ucap Vivinia warga Desa Polobogo.

Hal ini dapat dilihat dalam tradisi mbangkuningan dimana masyarakat berantusias mengikuti tradisi tersebut, sehingga mampu meningkatkan hubungan kekerabatan antar warga.

Adanya antuias ini, masyarakat Desa Polobogo berharap agar tradisi Mbangkuningan dapat dilestarikan sampai generasi-generasi berikutnya.

Terkait

Terkini