Wamsu, Pedagang Lukisan Kaligrafi Keliling

26 Mei 2022, 23:11 WIB

Nusantarapedia.net, Galeri | Potret Sosial — Wamsu, Pedagang Lukisan Kaligrafi Keliling

Di kala pagi, mentari agak tersembunyi. Wamsu, laki-laki berumur 55 tahun, sudah mengayuh gerobak dagangannya yang berisi aneka hiasan lukisan dan kaligrafi.

Beranjak dari tempat kontrakannya di daerah Paduraksa, Pemalang, Jawa Tengah, Wamsu bersama 10 teman sesama padagang lukisan dan kaligrafi, sudah bergegas saling menyebar menjajakan dagangannya. Ada yang berkeliling ke daerah selatan kecamatan Bantarbolang, ada yang di seputaran daerah kecamatan Taman.

Wamsu sendiri lebih memilih berkeliling di seputaran kecamatan Pemalang kota.

“Sudah dua tahun mas, urang berkeliling dagangan kaligrafi di Pemalang,” ujar Wamsu dengan bahasa campuran Sunda.

Bapak dengan tiga anak tersebut berasal dari desa Banjaran, kecamatan Salem, kabupaten Brebes, yang mana daerah Salem sendiri berbatasan dengan Jawa Barat, sehingga logatnya mengikuti bahasa Sunda, juga penutur bilingual Jawa dan Sunda.

Ditemui saat berhenti istirahat sehabis sarapan pagi di depan gerbang sebuah kompleks perumahan di kelurahan Bojongbata, Pemalang kota, Wamsu pedagang lukisan kaligrafi menceritakan kepada awak media, jika dirinya bersama sepuluh temannya berasal dari daerah Salem Brebes, yang mana karena sumber mata pencaharian di desanya sulit, akhirnya dia merantau ke Jakarta dan Pemalang sebagai karyawan penjual hiasan kaca lukisan dan kaligrafi.

Tak hanya hiasan kaligrafi yang paling banyak dijual, Wamsu juga menjual kaca cermin serta beberapa lukisan ikonik, seperti lukisan sang proklamator Bung Karno dari bahan kaca. Berbagai ukuran dan harganya bervariasi, mulai dari ukuran kecil sedang dan besar, dengan harga mulai Rp.50 ribu hingga Rp.400 ribu.

Dari hasil penjualan tersebut jika laku, besaran upah yang diperoleh dari pengusaha (boss) sesuai kesepakatan, tanpa mau menyebutkan berapa upah yang diterima.

Wamsu menjalani profesi ini sudah berpuluh-puluh tahun di ibu kota Jakarta sebelum akhirnya pindah ke Pemalang, karena pertimbangan jarak dari Brebes ke Pemalang lebih dekat. Namun alasan utamanya semenjak wabah corona melanda Indonesia (Jakarta).

Wahmu mengatakan, sebelum wabah Corona dua tahun yang lalu mendera, berjualan di Jakarta hasilnya lumayan, cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga di kampung. Namun, setelah datang Corona, dagangannya sepi pembeli. dan akhirnya pindah ke Pemalang yang lebih dekat dengan kampung halamannya. (Ragil74)

Buyung, Pengemis Berkaki Buntung
UNICEF Kunjungi Kota Pemalang
Tugu Leitje’ dan Pantai Widuri
Wandi, Penjual Kopi Gerobak Motor
Moral Clarity dan Etika Politik Poros Intelektual
Adu Elektabilitas Sudah Dimulai, Saling Klaim Itu Hak! Dimana Etikabilitasnya?
IPM dalam Hak Hidup, Amanat Konstitusi dan Distribusi Keadilan
Ikuti Ajang Pameran Kaligrafi Kontemporer Internasional, Nuril Adha Persembahkan Karya ‘Jantung Al Quran’
Pendulum Kapitalisme dan Sikap Intelektual Muslim Kita (2)
Ibu-Ibu dan Mahasiswa (Hari Kartini)
Perempuan, Sosok Penanggung Hutang

Terkait

Terkini