Wandi, Penjual Kopi Gerobak Motor
Mengawali usaha dagangnya dengan sebuah motor sederhana miliknya dan uang sekitar Rp.500.000,- sebagai modal membeli peralatan dan dagangan

Nusantarapedia.net — Wandi, penjual kopi gerobak motor di taman pinggir jalan.
Nama aslinya Suwandi, biasa dipanggil oleh pembeli langganannya “Wandi.” Pria paruh baya ini berasal dari kota Cirebon. Wandi berjualan kopi dan rokok di tepi jalan raya Pemalang — Purbalingga, lebih tepatnya di depan Taman Patih Sampun wilayah kota Pemalang.
Pria yang beristri wanita asal Pemalang ini, dikaruniai sejumlah anak yang enggan menyebutkan berapa jumlah anaknya, “anak saya banyak mas” kata Wandi, sambil mengaduk kopi pesanan awak media Npj serta beberapa orang langganannya.
“Kapan bahagia itu datang? ataukah duka lara yang menghampiri tiap perjalanan. Semua menjadi ketetapanNya, manusia hanya menjalaniNya. Kewajiban umat hanyalah berusaha untuk menjadi baik dan lebih baik.”



Wandi sudah lama berjualan di depan taman kota, semenjak tidak lagi merantau kerja di ibu kota Jakarta.
Mengawali usaha dagangnya dengan sebuah motor sederhana miliknya dan uang sekitar Rp.500.000,- sebagai modal membeli peralatan dan dagangan, seperti termos air panas, belanja aneka dagangan varian kopi, jajanan ringan dan rokok. Serta peralatan untuk berdagang.
Berjualan di waktu malam mulai pukul 19.00 WIB. Disaat orang lain selesai bekerja dan bersiap untuk istirahat, Wandi mulai berangkat berjualan hingga tutup dini hari pukul 2.30 WIB.
“Itulah hidup mas” kata wandi, memulai obrolan dengan awak Npj.
“Dulu saya ngga kerja kaya’ begini mas, jualan kopi,” lanjutnya.
“Di keluarga saya yang bernasib dagang kopi di pinggir jalan tengah malam, ya cuma saya.”
“Awalnya tidak menyangka, saya bernasib sampai jualan kopi seperti ini,” terang Wandi.
“Sampeyan dulu pengusaha mas Wandi? atau bekerja di perusahaan dengan jabatan yang tinggi?”, tanya awak media kepadanya.
“Ya, … semacam itu lah kira-kira mas, tapi nasib berkata lain akan jalan hidup saya,” jawab wandi, seperti ada sesuatu yang disembunyikan tentang kehidupan masa lalunya.
Sementara di belakang gerobak motor kedai kopi dagangnya, nampak agak kejauhan, berbaring seorang lelaki tua di bangku taman yang terbuat dari semen, tidur dengan selimut sarung. Ketika mau diambil gambarnya, lelaki tua tersebut menghindar sambil mengusir awak media menjauh dari tempat tidurnya.
Di sebuah taman, taman yang lumayan indah tersebut, nampaknya lelaki tua itu tidak pernah bermimpi indah.
Menurut Wandi, laki-laki tua itu hampir sama nasibnya dengan dirinya, hanya saja Wandi lebih beruntung masih mempunyai tempat tinggal dan keluarga. Sedangkan pria tua itu sekarang hidup sebatang kara. Ceritanya, dulu dia orang kaya. Dia sempat punya beberapa bis angkutan umum dan istrinya juga seorang pegawai negeri sipil, rumahnya besar dan bagus.

Itulah hidup! Narasi perjalanannya sudah tertulis dalam lembaran-lembaran kehendak Tuhan. Skenarionya tak ada orang tahu, semua menjadi rahasiaNya.
Kapan bahagia itu datang? ataukah duka lara yang menghampiri tiap perjalanan. Semua menjadi ketetapanNya, manusia hanya menjalaniNya. Kewajiban umat hanyalah berusaha untuk menjadi baik dan lebih baik. (Ragil74)
Jalan Daendels Pantura, Jadikan Jawa Sebagai Kota Terpanjang Dunia
Memahami Kemiskinan Bersama Hamsad Rangkuti