Wangsa Mataram, Cabang Ningrat Baru
- Mataram membangun dinastinya dari bawah, jalur kedinastian dengan nasab penguasa Majapahit dan Demak sebenarnya tidak terhubung dengan jelas -

Nusantarapedia.net, Jurnal | Sejarah — Wangsa Mataram, Cabang Ningrat Baru
“Mataram yang kemudian menjadi emporium besar dengan melahirkan raja-raja yang hebat, seperti Mataram Sultan Agungan hingga Surakarta-Yogyakarta, tetaplah berasal dari kasta yang tinggi atau dalam istilah jawa sebagai trah Kusuma Rembesing Madu. Berasal dari keturunan orang-orang luhur.”
TAHUN 1556 M, kala Prabu Hadiwijaya Pajang memberikan kedaulatan kepada Ki Pemanahan atas tanah perdikan di hutan Mentaok (Kota Gede, Yogyakarta) dengan status daerah swatantra atau daerah otonom-keistimewaan dengan bebas pajak, hanya kewajiban melaporkan perkembangan daerah kepada sang Prabu.
Dalam prakteknya, Danang Sutowijoyo (penerus Ki Pemanahan) tidak melaporkan keadaan di Mataram, hingga seringkali utusan Hadiwijaya datang untuk melihat keadaan yang sebenarnya. Utusan yang datang ke Mataram termasuk Pangeran Benowo sendiri.
Ketegangan antara pemerintah pusat dan daerah terus berlangsung hingga kejatuhan Pajang.
Keadaan di Mataram, berawal dari sebuah desa kecil, dalam perkembangannya menjadi sebuah daerah atau kota yang maju, hampir seperti membentuk kadipaten. Dengan potensi itu, mendorong keinginan untuk melepaskan diri dari Pajang, namun upaya itu selalu kandas karena Pajang bukan lawan yang sepadan bagi Mataram.
Akhirnya mendapatkan momentum saat kekisruhan perebutan tahta kekuasaan oleh Arya Pangiri versus Benowo, hingga penyerangan Mataram dan Jipang ke Pajang benar-benar mengakhiri kedaulatan Pajang sebagai negara.
Sebelumnya, tanah perdikan yang diberikan Prabu Hadiwijaya kepada Ki Pemanahan di Alas Mentaok Mataram dan Bumi Pati kepada Ki Penjawi, sebagai hadiah atas kemenangan perang menumpas pemberontakan Arya Penangsang dari kadipaten Jipang Panolan. (versi legenda)
Arya Penangsang membabi-buta memusuhi siapa saja karena kecewa atas suksesi tahta Demak pasca meninggalnya Sultan Trenggono. Penangsang merasa lebih berhak untuk melanjutkan tahta, namun kalah dalam persaingan dengan banyak rival.
Justru Joko Tingkir yang berhasil memindahkan (mendirikan) keraton Demak Bintoro ke Pajang (kadipaten Pajang). Spekulasinya, karena kecerdikan dari Joko Tingkir, yang mana Demak mengalami kekosongan kekuasaan. Atau memang Joko Tingkir sedari awal mampu menggoyang stabilitas pemerintahan Demak dengan serangkaian manuver yang dilakukan, dan ternyata berhasil atas banyak dukungan dari kalangan militer.
Joko Tingkir termasuk pemimpin militer di Demak yang punya peran dan pengaruh. Dimungkinkan Joko Tingkir melakukan kudeta kepada Demak. Ikut dalam perongrongan pada Demak dari dalam, hingga desain pemindahan keraton dilakukan dengan mudah.
Kecurigaan tersebut beralasan, karena Joko Tingkir bukan penerus sah tahta Demak, meski masih terdapat hubungan jalur kenasaban dengan Raden Patah. Genealogi Joko Tingkir lebih pada trah Majapahit secara ideologi.
Kepindahan keraton ke Pajang didasari juga aroma balas dendam Joko Tingkir kepada dinasti Demak. Ayah Joko Tingkir dari trah Pengging (Ki Ageng Pengging), dibunuh oleh Sunan Kudus dengan kolaborasi bersama petinggi Demak. Ayahandanya dituduh tidak loyal kepada Demak, cenderung ingin melanjutkan kembali kefahaman ala Majapahit.
