Warisan Budaya Dunia di Jual di Pinggir Jalan (Hendi Si Pembawa Pesan)
Hendi adalah pembawa pesan pada pemangku kepentingan, bahwa seni budaya dan ilmu pengetahuan (kearifan lokal) daerah/Indonesia sudah semakin ditinggalkan oleh bangsanya sendiri.
Nusantarapedia.net, Galeri | Potret Sosial — Warisan Budaya Dunia di Jual di Pinggir Jalan (Hendi Si Pembawa Pesan)
“Gamelan atau dalam bahasa jawa juga disebut dengan “gangsa” atau “gongso” merupakan akronim dari “tiga”/”tigo” yang artinya tiga/3, dan “sedasa”/”sedoso” yang artinya sepuluh/10. Tiga dan sepuluh merupakan komposisi pembuatan bilah-bilah gamelan dari bahan campuran timah dan kuningan.”
Indonesia tidak diragukan lagi akan keberagamannya, aneka budaya adat istiadat dan suku bangsa, beragam bahasa dan keseniannya menjadikan khasanah ilmu pengetahuan khas bangsa Nusantara.
Keberadaan kebudayaan daerah menjadi penyangga kebudayaan nasional sebagai pilar jati diri kebangsaan. Terlebih dalam menyongsong era globalisasi yang dirasa nyata dalam kesemuan cara pandang, terpraktik-kan dalam tata laksana kehidupan yang semakin menggerus akar budaya bangsa.
Salah satu warisan seni budaya yang adiluhung adalah Gamelan. Gamelan merupakan set orkes alat musik pada kesenian kharawitan di Jawa. Dimana rupa dan macamnya banyak tersebar di berbagai daerah di Nusantara. Ada gamelan Jawa, gamelan Sunda, dan gamelan gaya Bali, serta macam-macam turunan gamelan dalam definisi gamelan secara umum di beberapa tempat di Indonesia.
Gamelan sendiri merupakan alat musik tradisonal, terdiri dari berbagai macam jenis alat musik, seperti jenis alat musik pukul, petik, gesek dan tiup untuk mendapatkan sumber suara atau bunyi.
Instrumen seperti kendang, saron, bonang, gambang, gong, dsb, adalah jenis instrumen yang dibunyikan dengan dipukul. Untuk instrumen tiup yaitu suling jawa, instrumen gesek pada alat musik rebab, sedangkan siter merupakan alat musik petik.
Penyebutan nama instrumen gamelan, sistem melodinya, repertoar musiknya atau pun bentuk dan struktur penyajian musiknya tentu berbeda-beda di setiap daerah, yang kemudian melahirkan kekhasan dari masing-masing daerah sebagai gaya, langgam, ciri khas, dsb.
Gamelan atau dalam bahasa jawa juga disebut dengan “gangsa” atau “gongso” merupakan akronim dari “tiga”/”tigo” yang artinya tiga/3, dan “sedasa”/”sedoso” yang artinya sepuluh/10. Tiga dan sepuluh merupakan komposisi pembuatan bilah-bilah gamelan dari bahan campuran timah dan kuningan.
Komposisi 3 merupakan bahan timah dicampur dengan bahan perunggu sebanyak 10 ukuran. Campuran timah dan perunggu dengan komposisi perbandingan 3 dan 10 menghasilkan material yang disebut “perunggu.” Dengan demikian, gamelan jawa yang paling mewah terbuat dari komposisi bahan tersebut. Selain berkilauan seperti emas, gamelan perunggu juga nyaring bunyinya dibandingkan dengan gamelan yang terbuat dari bahan metal lainnya seperti besi.
Saat ini, gamelan tercatat dan masuk dalam daftar “Cagar Budaya Dunia”. Penetapan gamelan sebagai “Intangible Cultural Heritage,” atau warisan budaya tak benda (WBTB) oleh Unesco pada sesi ke-16 “Intergovermental Committe for the Safeguarding of the Intangible Cultural Haritage” di Paris Perancis pada tanggal 15 Desember 2021 tahun lalu. Melalui penetapan tersebut, gamelan resmi menjadi warisan budaya dunia dari Indonesia yang ke-12.
Alat musik ini mengikuti jejak pendahulunya (warisan seni budaya Indonesia lainnya) yang telah terlebih dahulu ditetapkan menjadi warisan budaya dunia, yaitu Seni Wayang pada tahun 2008 bersama Senjata Keris, kemudian menyusul Kain Batik pada tahun 2009, alat musik Angklung pada tahun 2010, Seni Tari Saman 2011, Noken (2012 ), Tiga Genre Tapanuli (2015), Kapal Phinisi (2017), Seni Pencak Silat (2019), dan Seni Pantun pada tahun 2020.
Di Pemalang, Jawa Tengah, seorang bernama Hendi (45), warga Kampung Beber, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, walaupun belum bisa dikatakan sebagai ‘master gamelan’, akan tetapi, paling tidak bisa disebut sebagai penjaga amanah warisan budaya bangsa.
Setiap harinya dia berkeliling dari sekolah Paud dan SD di Kota Pemalang dan sekitarnya, menjajakan mainan anak-anak berupa miniatur gamelan, yaitu instrumen Saron atau ‘balungan.’
Menurut Hendi, dirinya menjual miniatur instrumen Saron dengan harga antara 15 sampai 20 ribu rupiah. Untuk miniatur yang lebih berkualitas lagi dengan suara yang nyaring dan bening, dijual seharga 200 ribu.
“Alhamdulillah mas, lakunya mah, sekitar 15 sampai 20 biji dalam sehari,” ujar lelaki lulusan SMP saat diwawancarai awak NPJ, Minggu (24/7/2022).
Masih menurut Hendi, mainan anak berupa gamelan mini tersebut, sekarang kalah bersaing dengan mainan anak-anak berupa game atau mainan elektronik lainnya, dirinya juga merasa sedih, kenapa untuk sarana permaianan anak-anak harus tergerus dan tergusur dengan permaianan impor dari negara luar.
Padahal menurut Hendi, banyak orang-orang bule yang lihai memainkan alat musik gamelan. Minat mereka kurang, anak SD sekarang lebih suka bermain smartphone dengan berbagai aplikasi game di dalamnya.
Hendi agak bernada sedih, sambil terus tangan-nya memainkan gamelan saron, membawakan lagu karya Wage Rudolf Supratman, lagu kebangsaan Indonesia, “Indonesia Raya”, ditabuh dengan sederhana penuh makna, oleh Hendi si penjual gamelan mini.
Hendi adalah pembawa pesan pada pemangku kepentingan, bahwa seni budaya dan ilmu pengetahuan (kearifan lokal) daerah/Indonesia sudah semakin ditinggalkan oleh bangsanya sendiri. Mengapa, karena memang tidak serius dalam upaya pengelolaan, pelestarian dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, materi muatan lokal yang ada di sekolah SD, SMP dan SMA hampir ditiadakan atau dihapus, sekalipun masih ada, jamnya hanya singkat.
Jadi, muatan lokal yang dimaksud pada pelbagi seni budaya dan pengetahuan lokal tidak menjadi hal yang dianggap penting. Padahal bagian itu jelas merupakan dasar dari budaya masyarakat dalam tata kelola kehidupan berbangsa dan bernegara.
Saatnya, ilmu pengetahuan lokal seperti, pelajaran budi pekerti, bahasa daerah, kesenian daerah, dsb, menjadi bagian yang penting dalam sistem pendidikan dan sistem penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat oleh pemerintah. (Ragil74)
Turangga Sangga Buana, Seni Atraksi Pemuda Gagah Bukan Alai-Melambai, Gemparkan Kota Pemalang
Lumbung Padi Desa Sirau, Simbol Kejayaan Masa Lalu
Jalan Daendels Pantura, Jadikan Jawa Sebagai Kota Terpanjang Dunia
Makam Ayah WR Soepratman di Kota Pemalang
Penjual Sapu Yang Menyesal Tak Bersekolah