Wayang Pandawa Lima dan Punakawan versi Islam

- karena dianggap sebagai sumber pengkultusan, maka wayang digambar/dengan rupa yang tidak natural, termasuk dengan digambar miring. Hal ini pengaruh dari ajaran Islam -

3 Februari 2023, 19:26 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Sosbud — Wayang Pandawa Lima dan Punakawan versi Islam

NUSPEDIAN, untuk Anda pecinta kesenian tradisional, tentunya tidak asing dengan wayang, ya? Wayang adalah seni pertunjukan tradisional asli Indonesia yang berasal dan berkembang pesat di Pulau Jawa dan Bali. (Wikipedia)

Di Indonesia khususnya di Jawa terdapat banyak jenis wayang berdasarkan materialnya dan bentuk pertunjukannya, seperti wayang kulit, wayang golek, wayang tengul, wayang suket, dsb, bahkan wayang wong, wayang yang diperankan oleh orang.

Pastinya, di antara kalian pernah ada yang menonton pertunjukan wayang, ya. Tentu bagi yang suka akan merasa senang menghabiskan malam dengan menyaksikan pertunjukan wayang. Pada umumnya pertunjukan wayang itu selama ‘sewengi bethetet’ (semalam suntuk) tanpa jeda.

Ada juga pepatah Jawa yang mengatakan, “Menungso kui mung wayang sing dilakokake dalang, jenenge wayang mesti manut opo sing dititahke dalang.” Artinya, sebagai manusia kita harus mengikuti perintah Tuhan, segala sesuatunya sudah diatur oleh Tuhan.

Adapun hukum Islam terkait objek wayang itu sendiri dalam islam disebut mubah atau boleh, sehingga bukan menjadi benda yang dilarang. Wayang dikatakannya tidak bisa disamakan dengan patung yang menyerupai manusia yang dilarang dalam Islam.

Khusus wayang yang terbuat dari kulit yang berkembang pada era Jawa pertengahan, seperti wayang kulit periode perwalian, pada awalnya rupa wayang kulit menyerupai bentuk aslinya, seperti wayang pada jaman Majapahit atau Bali saat ini. Tetapi karena dianggap sebagai sumber pengkultusan, maka wayang digambar/dengan rupa yang tidak natural, termasuk dengan digambar miring. Hal ini pengaruh dari ajaran Islam.

Kita kulik sedikit sejarah wayang pada jaman dulu, yuk.

Menurut penafsiran yang berkembang saat ini versi Islam dari sejarah era Sunan Kalijaga, kata wayang bermakna:wayahe sembahyang (waktunya beribadah). Karena saat itu, orang belum mau untuk beribadah (berbuat kebaikan). Maka, dibuatlah pertunjukan wayang untuk media dakwah menyebarkan Islam. Karena memang Walisongo kala itu menyebarkan agama Islam tidak mau dengan menggunakan kekerasan, dan menghakimi dengan menggunakan dalil-dalil secara langsung, melainkan dengan kearifan lokal dan mengikuti kultur budaya yang ada, agar mudah diterima oleh masyarakat dan tidak terkesan menggurui dan memaksa. Maka, dengan pertimbangan itu semua, dibuatlah wayang yang biasa disebut Punakawan, yaitu tokoh Semar, Gareng, Petruk dan Bagong.

Ternyata, kata itu dari maqolah (𝘚𝘢𝘮𝘪𝘳 ‘𝘢𝘭𝘢 𝘬𝘩𝘰𝘪𝘳𝘪𝘯 𝘧𝘢𝘵𝘳𝘶𝘬 ‘𝘢𝘯𝘪𝘭 𝘣𝘢𝘨𝘩𝘰) yang artinya bergegaslah menuju kebaikan, tinggalkan kejelekan. Maka dari itu tokoh-tokoh Punakawan dinamakan Semar (Samir), Gareng (Khoirin), Petruk (Fatruk), Bagong (Bagho).

Selain nama-nama tersebut, Sunan Kalijaga memperkenalkan Rukun Islam pun dengan wayang. Makanya, dibuatlah nama Pandawa Lima, yang nama tokoh-tokohnya adalah :

1) Yudhistira/Puntodewo
Dengan senjata pamungkasnya Jimat Kalimosodo, dari kata Kalimat Syahadat (rukun islam pertama)

2) Werkudoro/Bima
Tidak pernah duduk dan selalu siap dengan kuku Ponconoko-nya. Yang artinya Shalat harus selalu ditegakkan.
Kenapa Werkudoro tidak pernah berbahasa krama (halus) kepada siapa pun? Karena di saat shalat menghadap Allah, di situ kita semua derajatnya sama antara si kaya dan si miskin (Sholat rukun Islam yang kedua).

3) Raden Arjuna
Kesatria Pandawa yang paling ganteng dan digandrungi kaum wanita. Tapi dia tetap kuat atas godaan-godaan wanita.
Seperti orang ber-Puasa, kita harus kuat menahan godaan hawa nafsu. (Rukun Islam ketiga)

4&5) Nakulo dan Sadewo
Mereka adalah tokoh yang jarang muncul, sebagaimana Zakat dan Haji yang hanya diwajibkan bagi orang-orang yang mampu.
Akan tetapi, tanpa Nakulo dan Sadewo, Pandawa akan rapuh dan hancur.

Begitu pula umat Islam, kalau tidak ada para hartawan yang sanggup membayar zakat dan menunaikan haji, fakir miskin akan terancam oleh kekafiran dan pemurtadan. Akan terjadi kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin (Rukun Islam keempat dan kelima).

Nuspedian, itu tadi beberapa penjelasan tentang filosofi pewayangan menurut Sunan Kalijaga. Semoga bermanfaat dan kita bisa mengambil yang baik dari tulisan ini.

)* Sebagai catatan bahwa wayang dengan narasi seperti di atas adalah versi Islam, yang mana sering dengan penghubung-hubungan atau “otak-atik gathuk” sebagai makna simbolik.

Sumber: disarikan dari berbagai sumber

Tembang Pangkur Sindiran untuk Manusia Modern
Jaranan, Usaha Eksistensial Ajaran Budi Luhur Bangsa Nusantara
Wali Songo
Perbedaan Sunan – Sultan dan Panembahan (Sunan Kalijaga dengan 10 Filosofinya) bag. I
2023, Dicari Cendekiawan yang Jujur dan Mendobrak, Menyentuh Wacana Publik Tujuan Indonesia

Terkait

Terkini