WIRANG (Derita Kisah Bujangku – 1)
Nusantarapedia.net | SASTRA — WIRANG (Derita Kisah Bujangku – 1)
Oleh : Ndarie Purwanda
DUARR!! Daun pintu bergetar, mengiringi langkah kami yang tengah memanas karena keputusan gila dan niat edanku yang hendak menyatakan cinta pada wanita yang jauh levelnya di atasku. Gadis nan ayu, pacar bosku, ya lebih tepatnya simpanannya lah, tapi pesonanya yang dari awal begitu menarik seluruh perhatianku, aku jatuh hati padanya.
Sebelumnya Kuntet, sahabat dan sekaligus teman kerjaku sebagai penjaga vila, berkali-kali telah memperingatkanku, hanya saja aku selalu mengabaikannya. Tapi kali ini sepertinya dia sudah tidak bisa menahan kesabaran dengan keputusanku yang ingin segera mengakhiri keraguanku selama ini dan mendapatkan jawaban atas perasaan yang begitu lama kupendam.
Kuntet menatapku tajam, matanya memerah, kesabaranya sudah benar-benar habis, “Ra mungkin iki, ra mungkin!”, suaranya dapat kudengar jelas, tapi niatku sudah bulat, “Ora ana sing ra mungkin!”
Pria pendek berkulit hitam itu mendorongku ke kursi tamu di belakang kami, “Lingguh, kowe ki lungguh sek!” suaranya bergetar dan tatapannya makin tajam, “Kowe ki terlalu kewanen, kowe terlalu sesumbar!”
Tapi aku tidak peduli, aku sudah merencanakan semua ini berbulan-bulan untuk menyatakan cintaku pada wanita yang aku yakin, dia juga menyimpan perasaan yang sama padaku. Aku balik menatapnya lebih tajam, “Asal kowe ngerti ya, aku ki wes sayang-sayangan, A1 valid, aku ki ra bakal ditolak, dong po ra?”, Aku tidak dapat menahan diri lagi dan mendorongnya hingga pria kecil itu oleng seketika.
Dengan wajah yang merah padam, dia bangkit dengan sempoyongan dan menarik kedua sisi ke arahku, “Tapi kowe ki kudu dong kowe ki sapa? Kowe ra pantes go deke ngerti ra?, Aku yakin 99 % kowe ki mung di tolak!!”, suaranya mulai meninggi.
Ah persetan dengannya, hanya aku yang paham kisah cintaku dengan Ningsih, yang kutahu dia juga mencintaiku, untuk terakhir kalinya aku menjawab, “Saka 99% aku sing sak persen !”, dan bergegas meninggalkannya.
Samar-samar kudengar jeritan Kuntet, “Tapi sing sak persen iku sing marai kowe lara!”,
Aku memalingkan muka padanya, mengakhiri perdebatan sengit kami “Cukup!!”, Niatku sudah bulat, aku tetap pada pendirianku, menyatakan seluruh perasaanku dan berharap besar, gadis bunga desa nan menawan itu akan menyambut perasaanku dengan suka cita, dan aku akan membawanya pergi, menyelamatkannya dari belenggu pria tua buaya itu dan akhirnya kami akan hidup bersama selamanya.