Wisata Religi ke Masjid Agung Demak

Raden Patah bersama Wali Songo mendirikan masjid yang karismatik ini dengan memberi gambar serupa bulus. Ini merupakan candra sengkala memet, dengan arti Sarira Sunyi Kiblating Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka.

27 Agustus 2022, 03:39 WIB

Nusantarapedia.net, Jurnal | Tourism — Wisata Religi ke Masjid Agung Demak

KABUPATEN Demak, Jawa Tengah atau yang terkenal dengan sebutan kota Demak Bintoro, secara historis adalah pusat ibu kota kerajaan Kasultanan Demak. Kini Demak terkenal karena memiliki sebuah warisan sejarah yaitu Masjid Agung Demak yang terletak berseberangan dengan Alun-alun Kabupaten Demak.

Sejarah Kesultanan Demak berdasarkan periodesasi waktu, merupakan kerajaan lanjutan dari Majapahit yang terakhir kali beribukota di Kediri, dan dinyatakan berakhir dari segi kekuasaan pada tahun 1478. Meskipun setelah tahun tersebut Majapahit tetap berdiri, namun sudah kehilangan kekuasaannya, dan tinggal menjadi kerajaan kecil, bahkan sekelas kadipaten.

Kerajaan Demak yang berciri maritim dan berhaluan Islam, merepresentasikan keadaan Jawa (Nusantara) sebagai kota perdagangan di pesisir utara Jawa yang menghegemoni dengan kekuasaan Islam. Pesisir utara Jawa telah menjadi basis penyebaran Islam oleh politik global Islam dalam kesatuan politik kerajaan.

Pada saat kerajaan Demak berkuasa, peta dunia menunjukkan dimulainya pelayaran dunia oleh bangsa-bangsa dunia dalam tujuan perdagangan maupun kolonialisme. Seperti datangnya bangsa Portugis di wilayah Nusantara. Sejarah kerajaan (kesultanan) Demak erat dalam hubungannya dengan bangsa Portugis. Banyak catatan-catatan sejarah Demak yang dituliskan oleh para pelancong/pedagang dari Portugis, seperti Tome Pires dalam catatannya berjudul Suma Oriental.

Dan kesultanan Demak sering berkonflik dengan Portugis untuk berebut kekuasaan atas banyak kepentingan strategis, seperti perdagangan atau penyebaran agama. Sejarah perang Demak dengan Portugis yang dipimpin oleh Pati Unus di Malaka, penyerangan Fatahillah ke Sunda Kelapa melawan Portugis, serta perang yang dipimpin oleh Ratu Kalinyamat Jepara, trah Demak melawan Portugis, membuktikan bahwa telah terjadi konflik antar keduanya yang cukup serius dan panjang.

Selain kerajaan Demak Bintoro memainkan peranannya dalam politik kekuasaan kerajaan, wilayah pesisir utara Jawa menjadi basis penyebaran agama Islam. Pelabuhan atau kota dagang di pesisir utara seperti; Gresik, Ampel, Lamongan, Tuban, Rembang, Lasem, Demak, hingga Cirebon merupakan basis penyebaran Islam. Munculnya lembaga dewan perwalian untuk syiar dan dakwah Islam yang dilakukan oleh para aulia atau wali terjadi di era Demak.

Para wali tersebut telah membentuk sistem syiar dan dakwah Islam dengan sistematis, seperti berdirinya organisasi para wali dengan sebutan Wali Papat, Wali Pitu dan Wali Sanga.

Dengan tumbuhnya Islam dari basis pesisir utara Jawa, maka jejak kebudayaan Islam di sepanjang pesisir utara Jawa mewariskan kebudayaan khas pesisiran yang lekat dengan kebudayaan para wali.

Jejak para wali dari era Syeikh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Kudus, hingga Sunan Gunung Jati Cirebon dan Sunan Kalijaga, adalah para wali yang menyebarkan Islam dengan metode majelis dakwah perwalian.

Era perwalian tumbuh dan berkembang dalam kesatuan pandang politik kerajaan Demak, pada era kekuasaan kerajaan Demak di Nusantara, setidaknya telah tumbuh subur sejak tahun 1478.

Berikut daftar kekuasaan kerajaan Demak dalam periodesasi waktu.

Kerajaan Demak :
• 1478–1504 : Raden Patah/Fattah di Bintoro/Bintara
• 1505-1518 : Trenggana (Pati Unus) di Jepara
• 1518-1521 : Pati Unus di Jepara
• 1521-1546 : Trenggana di Bintoro
• 1546-1547 : Sunan Prawoto di Sukolilo Pati
• 1547-1554 : Arya Penangsang di Jipang/Blora


Catatan perjalanan

Alhamdulillah, atas ijin dan ridho Allah, beberapa hari yang lalu, saya berkesempatan mengunjungi Masjid Agung Demak bersama teman-teman lainnya dengan menggunakan bus. Letak parkiran lumayan jauh, sehingga untuk sampai di Masjid Agung disediakan beberapa alat transportasi. Ada dokar/andong, becak, dan ojek motor. Ketiganya dengan tarif yang berbeda-beda. Jika memilih berjalan kaki sambil menikmati suasana pun juga nggak masalah.

Waktu itu, karena hari sudah gelap, pilihan hanya ada ojek motor. Jadi, keinginan untuk naik dokar/andong tidak bisa terpenuhi. Saya pun naik motor bersama dengan dua anak saya. Ada pengalaman kurang menyenangkan saat mengendarai motor. Jalannya terlalu ngebut, sehingga pas jalan berkelok nyaris saja ada insiden tak menyenangkan. Beruntung masih selamat. Menurut pendapat saya pribadi sopirnya terlalu kejar setoran. Saat sudah menurunkan saya pun langsung melaju dengan kecepatan tinggi.

Pas sampai di Masjid, sudah masuk waktu Magrib. Suasana malam yang temaram berhiaskan lampu warna-warni. Masjid ramai dan penuh sesak dengan pengunjung dari berbagai daerah. Sayangnya, hari sudah gelap, jadi, nggak banyak foto yang bisa diabadikan karena keterbatasan media rekam untuk kondisi waktu malam.

Selesai salat berjamaah, saya dan rombongan berziarah di kompleks pemakaman yang lokasinya masih satu komplek dengan Masjid.

Masjid Agung Demak adalah salah satu masjid tertua yang ada di Indonesia. Masjid ini terletak di Kampung Kauman, Kelurahan Bintoro, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

SEJARAH

Masjid ini dipercayai pernah menjadi tempat berkumpulnya para ulama (wali) yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa yang disebut dengan Wali Songo. Pendiri masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan Demak sekitar abad ke-15 Masehi.

Raden Patah bersama Wali Songo mendirikan masjid yang karismatik ini dengan memberi gambar serupa bulus. Ini merupakan candra sengkala memet, dengan arti Sarira Sunyi Kiblating Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus/kura-kura terdiri atas kepala yang berarti angka 1 (satu), 4 kaki berarti angka 4 (empat), badan bulus berarti angka 0 (nol), ekor bulus berarti angka 1 (satu). Dari simbol ini diperkirakan Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka. Masjid ini didirikan pada tanggal 1 Shofar.

ARSITEKTUR

Masjid ini mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi. Bangunan induk memiliki empat tiang utama yang disebut saka guru. Salah satu dari tiang utama tersebut konon berasal dari serpihan-serpihan kayu, sehingga dinamai saka tatal.

Bangunan serambi merupakan bangunan terbuka. Atapnya berbentuk limas yang ditopang delapan tiang yang disebut Saka Majapahit. Atap limas Masjid terdiri dari tiga bagian yang menggambarkan ; (1) Iman, (2) Islam, dan (3) Ihsan. Di Masjid ini juga terdapat “Pintu Bledeg”, mengandung candra sengkala, yang dapat dibaca Naga Mulat Salira Wani, dengan makna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.

Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak termasuk di antaranya adalah Sultan Fattah/Patah yang merupakan raja pertama kasultanan Demak dan para abdinya. Di komplek ini juga terdapat Museum Masjid Agung Demak, yang berisi berbagai hal mengenai riwayat Masjid Agung Demak.

Masjid Agung Demak dicalonkan untuk menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 1995.

Sumber:
• Dinas pariwisata kabupaten Demak
• Wikipedia

Kyai Raden Santri, Makam Para Aulia di Gunung Pring Magelang
Joko Tingkir dalam Diskursus Sejarah, Tokoh Imajinatif hingga “Ngombe Dawet” (1)
Kedatuan Ki Ageng Gribig Jatinom Klaten dalam Historiografi Penyebaran Islam (1)
Kedatuan Bayat Klaten dalam Sejarah Geologi, Pusat Spiritual dan Inisiasi Industri, Bagian Metroplex Kuno (1)
Fatahillah dalam Diskursus Sejarah Kelahiran Kota Jakarta (1)

Terkait

Terkini